Tiga Landasan

28 2 0
                                    

"Mereka yang tidak pernah menderita, tidak pantas berkata tentang penderitaan orang lain."

**

Perang hanya memberikan sebuah penderitaan dan penderitaan. Kepuasan penguasa adalah segalanya yang diinginkan; rakyat dilupakan dan kesengsaraan menyebar. Para wanita kehilangan calon suaminya; calon suaminya tak pernah melihat anaknya. Para orang tua yang melahirkan hanya untuk mati di medan perang. Pulang merasakan malu, tinggal dengan terus menderu. Dimana keadilan? Apakah kehidupan hanya sebatas lahir/tumbuh/perang/mati? Tidak adakah nurani pada diri tirani itu? Iblis saja ketakutan melihat mereka.

**

Sudah sekitar enam tahun ini suamiku berada di medan perang. Aku sudah kehilangan harapan dengan kehidupannya. Bayi yang ia tinggalkan di rahimku juga mati sesaat setelah lahir di dunia. Aku bersyukur bayi itu tidak merasakan neraka dalam dunia penuh kekejaman. Malaikat berwajah iblis menyamar dimana-mana. Para bangsawan hilang kehormatannya, kekalahan membuat para pasukan melakukan seppuku di tempat. Nyawa seperti hal yang sangat murah dan bisa di obral kapan saja. Tidak ada kehidupan yang berharga di dunia ini. Semua orang adalah munafik pada diri mereka sendiri. Ah, alangkah senangnya seandainya aku mati sesaat setelah lahir. Kelahiran adalah awal dari penyiksaan.

**

Aku persembahkan tulisan ini untuk mereka dengan sebuah harapan. Harapan tentang anti moralitas dan baiknya orang-orang jengak. Mereka adalah malaikat sesungguhnya di dunia ini. Kalian yang menghina mereka adalah orang rendahan. Orang yang tidak tahu keputusasaan dan kesengsaraan.

"Aku sudah kehilangan arah dalam hidup. Alih-alih menyuruhku mati, mereka justru menyuruhku untuk tetap hidup. Hidup dalam kesengsaraan dan pengorbanan. Seandainya mereka menyuruhku mati saja, dengan senang hati akan kulakukan."

Tiga Landasan

BATUK ibu semakin parah hari demi hari. Aku memanggil dokter keluarga yang terlihat lucu di balik penampilannya yang aneh itu. Dia datang setelah lewat tengah hari dengan jas putih dan pakaian formal layaknya seorang dokter sungguhan. Dia mengecek ibuku dengan sangat seksama. Demamnya belum juga turun selama tiga hari ini. Melihat keadaan ibuku seperti itu membuatku selalu meringkuk di dapur dan menangis. Sup yang kumakan tidak ada rasanya sama sekali, semuanya hambar. Dokter itu mengecek beberapa bagian tubuh ibuku dan menggenggam pergelangan tangannya. "Tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Akan kuberikan sebuah suntikan dan dia akan segera sembuh. Jangan biarkan dia kelelahan." Dokter itu berkata padaku dengan seulas senyuman. Aku mengantarnya ke depan rumah dan menundukkan badan mengucap terima kasih. Aku masuk ke kamar ibuku yang penuh dengan kelambu warna merah. Tiap cahaya yang masuk seperti memberikan warna pada tiap kehidupan di kamar ini –tak terkecuali ibuku. Dia tampak anggun saat terkena sinar matahari pagi, dan berwibawa saat matahari sore.

"Kau pasti kepayahan, ya." Ibuku berkata padaku dengan tetap memejamkan mata. Kata-katanya benar-benar lirih dan pelan, membuatku ingin menangis dan meringkuk di hadapannya. "Lebih baik kau carikan aku perawat agar kau tidak perlu kecapekan."

Ah ibu, disaat keadaan seperti ini kau sama sekali tidak memikirkan dirimu sendiri. Kau malah memikirkan diriku yang memilih berkhidmat padamu setelah perang berkecamuk. Para bangsawan terusir dari tempat mewah mereka, harta mereka habis dan di blokir oleh negara, dan kau sama sekali tidak memikirkan dirimu sendiri. Kau, satu-satunya bangsawan wanita yang tersisa di dunia ini.

"Apakah baktiku padamu kurang, Ibu? Aku merasakan kata-kata itu penuh dengan hinaan dan celaan untukku. Apa kau tidak senang dengan bakti anakmu ini?" Air mata tidak bisa lagi kubendung. Semuanya mengalir dengan derasnya seakan-akan diperas sampai kering. Tenggorokanku terasa sangat perih dan menyengat dengan luar biasa. Aku langsung menuju dapur dan meneguk beberapa gelas air. Di pintu belakang, sekuntum bunga mawar mekar dengan indahnya. Mawar adalah salah satu bunga yang bisa mekar di musim apa saja. Tidak seperti beberapa bunga lainnya yang suka sekali memilih-milih musim. Aku beranjak dari dapur dan melihat mawar ini dengan rasa girang, dan mendapatkan firasat bahwa ibu akan segera sembuh. Sebuah bukti kasih sayang muncul dalam hatiku saat melihat mawar ini. Dulu ibuku berkata bahwa seseorang akan mati tergantung musim mekar bunga kesukaannya. Rasa takut langsung membuatku ngeri membayangkan bahwa Ibu suka bunga mawar.

ORANGE DAN KISAH-KISAH LAINNYAWhere stories live. Discover now