Tanda

20 1 0
                                    

AKU masuk pada sebuah ruangan bergaya Cina yang cukup luas. Pintu gesernya sedikit macet dan menimbulkan sebuah suara aneh yang memekakkan telinga. Ruangan itu hanya berukuran lima meter dan tidak banyak benda yang berada di situ. Kulepaskan kimono yang kupakai dan menuju ke depan kaca, melihat bayanganku sendiri dan sebuah tanda di atas payudara yang berbeda ukurannya antara kanan dan kiri. Tanda itu cukup besar bahkan mencapai bagian belahan dada, menutupi sebagian payudara sebelah kiriku dan terlihat menyeramkan. Ini kali kedua aku ditolak karena tahi lalat itu. Rambut-rambut tipis tumbuh diantara warna hitam pekat sedikit keunguan. Aku menatapnya lamat-lamat dan membayangkan akan ditolak untuk ketiga, keempat dan selanjutnya karena tahi lalat ini. Ini bukan sebuah berkah, pikirku. Ini sebuah kutukan yang menimpaku dan menimpa bayiku kelak; atau siapapun yang aku susui. Ini bukan masalah susu itu keluar atau tidak, namun apa yang dilihat bayi itu pertama kali. Seorang bayi yang baru datang di dunia dan melihat wajah ibunya dengan bahagia, menghisap susu dari ibunya dan menatap tahi lalat itu. Kesan pertama yang ia dapatkan di dunia adalah wajah ibunya, rasa susu itu, dan tanda cela; tanda itu akan dia ingat selama hidupnya.

Beberapa orang akan berpikir, siapapun anak yang ku susui pastilah seorang monster. Menghisap sari-sari ibunya melalui sebuah tanda pekat seperti kutukan. Bukan hanya bayi, seorang laki-laki saja akan merasa jijik dengan tanda ini. Apabila laki-laki yang memiliki tanda ini, maka dia hanya akan diam, dan istrinya hanya akan menatapnya sambil tertawa; sedangkan perempuan yang mempunyai ... kebanyakan laki-laki akan mencelanya seperti penyihir.

Aku mencabuti tiap rambut halus yang tumbuh di sana secara perlahan. Fokus pada tiap helai satu persatu. Hari ini sudah selesai, semua orang sama saja bahkan ayahku sendiri. Dia bahkan mencelaku sejak aku kecil dan merasa jijik saat aku besar, pikirku dalam hati yang pekat. Aku hanya bisa mendengar perkataan sang ayah dulu di depan teman-temannya dengan gelombang amarah yang dalam, namun yang bisa kulakukan hanya bisa diam dan tersenyum kecut. Rasanya, kebebasan sebagai seorang wanita sudah hilang dalam diriku karena tahi lalat ini. Penolakan dan hinaan muncul tiap membicarakan tanda cela ini.

Ditengah pikiranku semrawut, pintu geser itu menimbulkan suara aneh. Seseorang membuka pintu itu secara paksa tanpa mengetuk sama sekali. Aku langsung memakai kimono yang kusampirkan secara tergesa-gesa, bahkan sedikit merasa kesulitan menutupi bagian tubuhnya karena rasa panik saat itu, dan langsung memasukkan bagian bawah kimono ke dalam obi. Pergilah ke dapur, masakkan sesuatu! Paman Obi dan istrinya datang kesini, kata Ibu.

Aku segera mengganti pakaiannya begitu dia keluar, menuju ke dapur dan mencari sesuatu yang bisa dimasak. Jika Paman Obi kemari, pastilah dia ingin meminjam uang. Tidak ada dalam pikiran orang itu selain keinginan untuk mabuk setiap malam, dan istrinya hanya diam dan membantu mencarikan pinjaman untuk foya-foya suaminya. Aku pernah menemui suaminya di sebuah warung dengan teman-temannya dan mabuk berat di sana. Mereka bernyanyi dengan lantang dan mengetukkan tiap gelas; meminumnya dengan rakus sepanjang malam. Aku melihatnya dengan pandangan kasihan. Tidak ada yang bisa dia lakukan, anaknya pun bunuh diri karena ulah orang tua itu, pikir Yuki.

Aku menemukan sebuah ikan salmon pada sebuah baskom di dekat sumur. Kemungkinan dibeli tadi pagi oleh ibu, namun tidak sempat dimasak. Salmon itu hanya separuh, dan ada sebuah bekas cakaran pada tubuhnya yang berwarna perak itu, kemungkian ikan ini sudah mati saat di laut dan dipungut oleh nelayan lalu dijual dengan harga murah. Pantas saja ibu membeli ikan ini. Keluargaku tidak cukup mampu untuk membeli salmon utuh dengan kualitas baik hanya untuk makan. Bahkan kimonoku saja penuh dengan jahitan dan tambalan pada sisi dalam agar tidak menarik perhatian. Dan diam-diam, aku menambahkan sebuah gambar di balik kimono itu. Sebuah pola jahitan berwarna ungu seperti Bunga Wisteria ada di balik lengan kimonoku. Terkadang aku tertawa sendiri saat mengingatnya di ruang tamu; saat menjamu tamu, aku mengingat bunga wisteria di balik lengannya dan terkekeh kecil. Mereka tidak tahu ada bunga wisteria di balik lenganku, katanya dalam hati.

ORANGE DAN KISAH-KISAH LAINNYAWhere stories live. Discover now