01. Perintah

969 61 10
                                    

"Agent Van! Kau terluka!"

Markas kecil berisikan enam orang itu panik bukan main saat ketua regu mereka mengalami luka tembak dibagian perut.

"Selesaikan secepatnya, keberadaan kita bisa terdeteksi oleh mereka!" perintah gadis itu sembari mengisi ulang peluru pada pistol kesayangannya.

"Tapi---"

"Hei! Berhentilah bicara, atau akan ku sumpal mulutmu dengan bola mata para penjahat itu!" potong gadis itu pada salah satu temannya.

Gadis itu selalu bicara tanpa memikirkan konsekuensi. Kadang kalimatnya terdengar sangat menjijikan, kadang juga begitu manis. Ia suka memerintah dan berteriak, selau memasukkan ide gila didalam misi lapangan.

"Mikaila!"

Suaranya kembali terdengar, menatap pada seorang wanita yang berkutat dengan komputer disisi markas kecil tersebut.

"Ambilkan roti, aku lapar!"

"Mengapa hanya diam!? Kau menungguku merangkak mengambil sendiri?"

Mikaila, wanita 27 tahun itu meraih tas makanan kemudian melempar sekantung roti pada gadis itu.

"Aku lupa membawa selai," ucapnya membuat suasana menjadi membingungkan, apakah harus menangis atau tertawa. Padahal sudah jelas kalau musuh bersenjata berada didepan mata.

Gadis itu adalah Agent Van, ia menaruh pistolnya kemudian memakan roti tersebut dengan lahapnya. Sampai saat ia berdiri, sebuah benda besi kecil terdengar jatuh kelantai dan ternyata itu adalah peluru yang terselip sempat melukai perutnya.

"Penembak itu sangat bodoh, mengapa tidak langsung menembak kepalaku saja." Agent Van berjalan santai meraih perban lalu membalut perutnya sendiri masih dengan mulut penuh makanan.

"Bukan kah sudah ku bilang agar memakai rompi anti peluru," ucap seorang pemuda menatap malas pada gadis itu.

"Jean, akan butuh banyak waktu memakai benda itu." Agent Van melangkah mendekati Mikaila, fokus pada layar komputer dan saat telunjuknya memencet sebuah tombol dikeyboard.

"Agent Van! Kau berhasil mematikan keamanan gedung itu!" puji Mikaila tak percaya hingga membuat yang lain terkejut.

"Kita menyerang dalam satu menit kedepan, waktu kita hanya sepuluh menit. Setelah sepuluh menit, keamanan gedung akan kembali berfungsi."

"Jean, kau ambil alih bagian ini bersama Max. Kalian akan bertemu dengan lima penjaga, mereka membawa pistol dan sepertinya tidak terlalu berbahaya."

"Mikaila, kau disini memastikan sisa waktu kami."

"Brian, kau dari sini."

"Lucky dari tempat ini."

"Kalian akan bertemu pada titik ini jika berhasil melewati para penjaga. Brian dan Lucky hanya berhadapan dengan dua penjaga. Ku rasa itu mudah!"

Agent Van menyelesaikan kalimatnya dengan telunjuk yang masih menunjuk kertas koordinat sebuah gedung yang terletak cukup dekat dengan markas persembunyian mereka.

"Lalu kau?" tanya Jean, pemuda 20 tahun yang memang kerap berdebat dengan Agent Van.

"Tentu saja menghabiskan sisa roti," jawab Agent Van kembali mengambil pistol lalu memasang rompi anti peluru, kacamata dan perlengkapan lainnya.

"Aku akan menunggu kalian pada titik itu." Agent Van keluar dari markas tersenyum girang pada rekan-rekannya.

"Dia gila," ucap Brian diangguki Mikaila dengan senyum kikuk.

Te Amo 3 ( Selena Aneska )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang