(38) Lapor Komandan | Kelakuan Angkasa

Start from the beginning
                                    

"Lo berdua kenapa gak bilang-bilang ke gue?" Protesku tak terima.

Tita mengedikkan bahu. "Mas Angkasa yang nyuruh."

"Katanya kalau ngasih tahu lo, nanti malah gak boleh dilaporin lagi. Secara kan hati lo lembek banget, walau udah disakitin berkali-kali," sindir Gigi. Aku menatapnya bingung, sejak kapan si lemot ini pintar menyindir orang? Tajem pula kata-katanya.

"Diajarin siapa lo Gi ngomong begitu?"

"Diajarin Dion," ucapnya polos.

"Yeeee..." Aku kembali menatap Tita. "Tapi kok bisa bebas si Geo?"

"Mas Angkasa ngasih pilihan gitu kalau gak salah, ya intinya ampe bikin geng-an Radit pada kocar-kacir liat suami lo. Bukan liat lo ya, lo mah di senggol juga amburadul."

Aku mendengus mendengar kalimat terakhirnya. "Emangnya kalian bantuin apa?" Tanyaku penasaran.

"Minta rekaman cctv gitu, sumpah anj*ng! Gak mau deh gue disuruh begitu lagi, susah banget minta rekaman cctv ke petugasnya ampe gue kedipin baru deh mempan."

"Hahahaha, sumpah Tit, waktu itu lo kocak banget, kenapa gak sekalian open beol?" Gurau Gigi ketawa ngakak tapi dengan sangat pelan.

"Jangan panggil gue, Tit! Emangnya gue cewek apaan open beol open beol!" Protesnya.

Aku mengangguk mengerti. "Laporannya tentang apa?"

"Pelecehan lah! Emangnya apalagi, si Geo maksa lo nyium gitu. Kesel banget gue liatnya, pas udah ketangkep polisi malah ketar ketir," ucap Tita pedas.

Aku lantas berdiri membuat Gigi dan Tita menatapku. "Mau ke mana lo?" Tanya Gigi.

"Ada urusan, gue duluan ya. Byeee!"






____________________







Keningku mengernyit melihat kondisi rumah dinas yang tampak gelap, ini sudah jam 5 lho, biasanya Angkasa udah pulang. Aku lantas menaruh tas dan menutup pintu.

Aku memutuskan untuk mencari Angkasa demi menuntaskan rasa penasaranku tentang kenapa pria itu hanya diam tak memberitahukan masalah kemarin.

Di tengah perjalanan aku melihat Raka. Akupun menghampirinya. "Mas Raka!" Panggilku, Raka yang baru ingin masuk ke pekarangan rumahnya menoleh ke arahku.

"Kenapa Li?"

"Liat Mas Angkasa gak?"

"Oh, di lapangan, lagi olahraga."

"Oke, makasih ya, Mas!"

Aku lantas berlari menuju lapangan. Sore-sore begini ngapain Angkasa olahraga? Bukannya istirahat abis kerja, malah nguras tenaga. Emang ya, pria itu susah dimengerti.

Saat berada di lapangan aku melihat Angkasa yang berlari di ujung ke arahku, kalian tahu apa yang membuatku geram? Pria itu membuka bajunya! Sial, bagaimana kalau ada ibu-ibu atau kowad yang liat?! Tidak bisa dibiarkan ini. Mentang-mentang badan bagus, harusnya kan cuma aku yang boleh liat perut kotak-kotak dan dada bidangnya.

Aku duduk di pinggiran lapangan, lalu tak lama Angkasa datang dengan baju yang tersampir di bahunya. Pria itu duduk di sampingku, napasnya terdengar ngos-ngosan.

Aku melirik ke arahnya saat Angkasa meneguk minuman, melihat jakunnya naik turun disertai keringat membanjiri tubuhnya cukup membuatku panas dingin.

Ketika Angkasa selesai dengan minumannya aku membuang muka dan beralih menatap lapangan yang terdapat beberapa tentara yang juga tengah olahraga dan berkegiatan lainnya.

"Tahu dari mana saya di sini?"

"Mas Raka."

"Kok tumben nyariin."

Aku menatapnya memicing. "Aku mau bahas pasal Radit."

"Apa lagi? Gak bisa emang nunggu saya pulang?"

Aku menggeleng. "Gak bisa dong, aku orangnya kepoan, harus langsung dapet jawabannya."

"Kan saya udah bilang, biar itu jadi urusan saya, kamu tenang aja." Pria itu kembali meneguk minumannya.

"Mas Angkasa laporin Geo ke polisi kan?"

Angkasa langsung menatapku, "tahu dari mana?"

"Soal itu gak penting. Intinya, kenapa Mas gak kasih tahu aku?"

"Saya gak mau kamu ngelakuin hal yang sama kayak dulu."

Aku menghela napas. "Ya itu jelas beda, aku gak tega kalau Mami dilaporin, lah Geo? Mau membusuk di penjara juga bodoamat."

"Terus, kenapa Mas batalin laporannya gitu aja?"

Angkasa nampak menerawang ke depan. "Semua orang itu punya kesempatan kedua. Termasuk Radit dan Geo, saya rasa mereka berhak. Tapi jika nanti kejadian yang sama terulang lagi, ya jangan salahin saya kalau mereka masuk penjara."

"Kenapa sih, Mas Angkasa tuh diam-diam menghanyutkan?" Protesku.

Angkasa malah terkekeh.

Aku menyenderkan tubuhku di pundak telanjangnya. "Ini juga, ngapain olahraga segala buka baju," ucapku pelan menatap ke arah lapangan sama seperti Angkasa.

"Olahraga tuh enaknya ya begini. Lebih leluasa."

"Leluasa apa emang mau pamer?" Sindirku.

"Tentara kayak gini udah biasa kali, Dek. Dulu semasa Mas jadi taruna aja sering telanjang dada pas latihan."

"Ya itu kan pas latihan. Sekarang beda, udah ada aku."

"Ada kamu gimana?"

"Ah, tahu deh!" Aku menarik kepalaku dari pundaknya dan cemberut.

Angkasa lantas memakai bajunya. "Udah saya pake."

Aku meliriknya sekilas. "Dari tadi kek, udah keburu diliat sama ibu-ibu kali!""

Pria itu malah terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya lalu berdiri. "Ayo pulang."

Dengan misuh-misuh aku ikut berdiri di sampingnya. Kamipun pergi meninggalkan area lapangan.

"Kalau cemburu bilang," ucap Angkasa di tengah perjalanan.

"Iya, aku cemburu, puas?!"

Angkasa merangkul bahuku. "Nah, begitu." Lalu bibirnya berbisik tepat di telingaku, "orang lain cuma bisa liat badan atas saya, khusus kamu, semuanya juga boleh."




































Update ni yeee
Malam minggu diisi dengan keuwuan sepasang suami istri, bapak Angkasa dan Ibu Lia.

Harap jomblo bersabar. Hahaha.

Seeu next chapter!

Bogor, 8 Mei 2021.

Lapor, Komandan! [END]Where stories live. Discover now