O2 | Twins

668 134 6
                                    

[ Chapter 2 : Twins ]


"Lucas?" Bola mataku membulat saat kudapati Lucas tengah menyantap sarapannya seorang diri di ruang makan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lucas?" Bola mataku membulat saat kudapati Lucas tengah menyantap sarapannya seorang diri di ruang makan. "Kapan sampai rumah?"

Aku mendudukkan diriku di sebelahnya, lalu menepuk-nepuk punggung lebarnya saat pria itu tersedak makanannya sendiri. Lucas lantas menenggak segelas air di depannya hingga tandas tak bersisa dan mengacungkan kelima jarinya, mengajakku berhighfive tiba-tiba. Astaga, dasar Lucas. "Tadi malam," jawab pria itu. "Tepat saat Javis keluar dari kamarmu. Kalian berpesta tanpa aku?"

Aku tertawa seraya menggelengkan kepalaku. "Bukan pesta, astaga. Terjadi sesuatu saat kami pulang dari panti kemarin dan aku terluka. Javis datang untuk mengobatiku." Aku sengaja merahasiakan tentang steik mahal itu dari Lucas. Bisa-bisa Javis benar-benar jatuh miskin jika tiba-tiba Lucas menagih bagiannya. "Ngomong-ngomong, hari ini kau ada jadwal ya?"

Lucas mengangguk. "Ya, sampai malam."

"Tolong periksa setiap sudut kamar baik-baik. Kemarin ada kejadian lagi."

Lucas menhentikan aktivitas sarapannya. Ia menatapku dengan dahi berkerut, terlihat cukup penasaran. "Siapa?"

"Kakek Jo. Tiba-tiba membawa pisau buah dan hilang kendali," jawabku. Sepertinya akan lebih baik jika aku tidak memberitahu Lucas fakta yang kudengar tentang Kakek Jo. Urusannya bisa jadi panjang jika si mulut besar ini menyebar semuanya pada perawat lain. "Hari ini mungkin ibumu akan mengadakan evaluasi di aula."

"Ah, malas sekali." Lucas menyandarkan tubuhnya ke belakang. "Hari ini bagaimana kalau kita bolos saja?"

Aku mendelik malas. Sudah kuduga, Lucas pasti berniat kabur dari pekerjaannya. "Bolos saja sendiri. Aku dan Javis memang tidak ada jadwal hari ini, tapi kami diminta ibumu pergi ke kota untuk membeli kebutuhan dapur."

"Apa-apaan itu? Tidak setia kawan!" Lucas lantas beranjak dari tempat duduknya setelah menyelesaikan sarapannya. "Tapi ya sudahlah! Aku sudah pakai seragam, malas ganti. Aku pergi dulu, Gwen!"

Aku melambai pada pria jangkung itu. "Hati-hati!"

Selepas kepergian Lucas, aku duduk seorang diri di meja makan. Sambil menunggu Javis tiba, aku mengambil sepotong semangka yang tersedia di depanku dan beberapa buah lainnya. Entah kenapa, jika aku makan makanan berat saat sarapan, perutku akan sakit. Makanya pagi ini aku hanya memakan beberapa buah dan segelas air saja.

"Lenganmu sudah tak apa?" Pertanyaan itu menjadi kalimat pembuka obrolanku dengan Javis hari ini. Pria itu menjatuhkan tubuhnya di atas kursi, lalu menyambar selembar roti tawar, dan melahapnya dengan rakus. "Aku mau lihat."

Aku menjulurkan lengan kananku ke atas meja, memperlihatkan luka setengah kering yang sudah diobati Javis malam tadi. "Sudah lebih baik, berkatmu."

HALLAWhere stories live. Discover now