-= 13 =-

125 13 0
                                    

Happy Reading....
______________________

Sudah hampir setengah jam Jeno menggeledah cafetaria berharap menemukan makanan lain selain roti. Namun semua itu sia-sia, sekeras apapun usahanya dia tidak akan menemukan apapun selain tumpukan kardus berisi roti dan air mineral.

Sepertinya Jeno sudah menyerah, dia menghempaskan bokongnya di salah satu kursi dengan sebungkus roti di tangannya.

Jeno mendesah pada gigitan pertamanya. "Huh, bisa bisa lidah gue mati rasa gara-gara makan roti mulu."

Sedikit alay memang, tapi Jeno benar-benar mulai muak dengan benda empuk itu. Pagi, siang, malam, tidak ada menu lain selain sebungkus roti dan sebotol air mineral. Jeno ingin segera keluar dari sini dan makan burger sebanyak yang ia mau.

"Bantu Jeno Tuhan, Jeno janji deh keluar dari sini Jeno bakal rajin ibadah." Jeno kembali mendesah sebelum kemudian mengigit roti itu.

"Oi!"

Jeno menjengkit kaget karena seruan seseorang. Hampir saja dirinya jatuh dari kursi tempatnya duduk. "Ngagetin lo anjing!"

Jihoon tergelak. Padahal Jihoon cuma manggil, emang dasarnya Jeno aja yang gampang kaget. Ah, Jihoon jadi ingat Jisung.

"Lo kenapa loyo banget, bang?"

"Diem lo!" jawab Jeno disela kegiatannya mengunyah roti.

"Dih, sensi bener gue kan cuma nanya, pms ya lo?"

Jeno mengangkat rotinya siap menimpuk Jihoon dengan roti itu. "Gue cowok ya, sat!" jawabnya ngagas.

"Beneran pms kayaknya nih orang." gumam Jihoon lirih kemudian melenggang pergi.

"Mau kemana lo?"

"Toilet" jawab Jihoon tanpa menghentikan langkahnya.

Jeno memandang heran punggung pemuda Park yang semakin manjauh memasuki salah satu lorong. "Bukannya toilet sebelah sana?" pandangan pemuda itu menatap arah berlawanan dari lorong yang Jihoon masuki. Jeno sudah mulai hafal dengan peta permainan ini, katanya ribet kalo musti liat peta terus. Sedetik kemudian dia mengangkat bahunya tidak peduli.

"Gabut banget sih bocah mau ke toilet aja pake muter-muter. Keluar di tengah jalan mampus lo." ucapnya kemudian tertawa karena membayangkannya. Jeno, salah satu spesies manusia dengan humor receh.

Namun tidak lama, Jeno kembali mengeluh tentang roti. "Ya Tuhan Jeno mabok roti! EH LO YANG BIKIN GAME! LO NGERTI NGGAK SIH 4 SEHAT 5 SEMPURNA? GUE BUTUH SAYUR, BUAH, DAGING, SAMA SUSU, SEENGGAKNYA SEDIAIN LAH BAHAN MENTAH, MASALAH MASAK GAMPANG ADA JAEMIN!"




Disisi lain, Shotaro berjalan menelusuri lorong ditemani dengan siulan merdu dari mulutnya. Sesekali dia melompat kecil menyelaraskan langkahnya dengan irama siulan.

Dia menghela nafas panjang. Sudah enam hari dirinya tidak dapat melihat matahari, jangankan matahari menikmati semilir angin saja dia tidak bisa. Mengetahui siang malam itu pun lewat jam.

Shotaro mengangkat lengannya sebatas dada, netranya menilik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Pukul 9 lebih 45. Itulah yang Shotaro tangkap.

"Bentar, sekarang siang apa malam ya?" kadang dia juga lupa. Jam yang ia kenakan adalah jam analog jadi tidak bisa membantunya untuk menentukan siang dan malam.

Dia menggidikkan bahunya. "Tapi gue nggak ngantuk, jadi mungkin ini siang."

Shotaro mengecek tasks list melihat task apa saja yang belum dia selesaikan. Shotaro berniat untuk segera menyelesaikan semuanya hari ini juga. Namun dia mengurungkan niatnya setelah melihat tasks list. Lebih dari setengah task belum ia kerjakan dan kebanyakan dia tidak bisa.

Shotaro mengusap wajahnya kasar. "Gue nggak bakal mati muda kan?" lagi-lagi Shotaro menanyakan pertanyaan yang sama pada dirinya sendiri.

Di ujung lorong terdapat ruang—menurut peta yang Shotaro lihat— cafetaria. Shotaro mempercepat langkahnya, Shotaro lapar, dia belum makan apapun seharian ini.

Jeno yang sedang telentang di lantai adalah hal pertama yang dia lihat. Pemuda Jepang itu berjalan sedikit memutar untuk melewati oknum Lee itu. Shotaro mengambil sebungkus roti sebelum duduk di kursi dekat Jeno.

Jeno menoleh sejenak kemudian kembali membuang muka. "Bisa nggak singkirin roti itu dari pandangan gue?!"

Shotaro tidak mempedulikan protes lelaki yang Lebih tua darinya itu, dengan santainya dia mengambil gigitan besar dan mengunyahnya. "Emwang kenwapwa sih, kwak?"

"Nggak usah deh tanya-tanya masalah itu, males gue!"

"Ya udah nggak usah ngegas!" balas Shotaro ikut ngegas. "Btw, sekarang siang apa malam?"

Jeno melirik jam tangan digitalnya. "Malem"

"Kok gue belum ngantuk ya?"

"Lo tadi ngebo sampe siang kalo lo lupa. Itupun lo bangun gegara nggak bisa nafas karena masalah di O2." saut Jeno merotasikan matanya.

Tidak ingin terlalu lama berurusan dengan Jeno yang lagi dalam mode suka ngegas, Shotaro memutuskan untuk pergi dari cafetaria dan kembali berkeliling, itung-itung olahraga katanya.

Shotaro berjalan menuju ruangan dengan tulisan shields di peta. Lelah berkeliling Shotaro memutuskan untuk mencoba mengerjakan salah satu task. Hasil tidak akan mengkhianati usaha, itukan kata orang-orang. Shotaro ingin membuktikannya.

Sebenarnya ada task yang lebih dekat, yaitu di electrical tapi Shotaro tidak paham masalah kelistrikan, Shotaro bukan abang abang PLN. Dia akan meminta bantuan Yoshi jika bertemu nanti, sepertinya lelaki bersurai ash brown itu pernah ikut kursus jadi PLN.

Langkah kaki Shotaro berhenti tepat di depan electrical. Aneh, kenapa pintunya tertutup? Padahal ruangan lain pintunya terbuka, kecuali toilet.

Shotaro berniat membuka pintu itu—walaupun ia tidak tau bagaimana cara membukanya karena tidak ada gagang pintu ataupun tombol—sebelum sesuatu menginterupsinya.

Shotaro mendekatkan telinganya pada pintu besi electrical. Dia mendengar suara seseorang, sangat pelan tapi Shotaro masih bisa mendengarnya sedikit.

Suara orang itu tidak asing di telinga Shotaro, dia pernah mendengar suara itu sebelumnya. Yang jelas orang itu salah satu dari mereka karena hanya ada mereka disini, tapi siapa? Shotaro tidak ingat suara semua orang, dia hanya tau suara Seungmin. Ah ya, bagaimana kabar tetangganya itu? Dia benar-benar sudah mati belum ya?

- among us -

Pintu electrical tertutup setelah seseorang masuk kesana. Di dalam sudah ada seorang gadis yang berdiri memunggunginya.

"Lo gimana sih kak? Ceroboh banget!"

Gadis itu berdecak kesal. "Bacot. Lo juga, dibilang buat jaga malah keluyuran, untung ada Karina."

"Gue kan tadi ngurus tuyul satu itu!" lelaki itu tidak terima disalahkan. "Harusnya lo salahin kak Karina, dia yang mantau!"

"Bodo ah. Mana?"

Buughh!!

Lelaki itu terlonjak kaget hingga jarum suntik di tangannya terpental entah kemana. Mereka berdua sontak memandang sumber suara—arah pintu.

"Lo balik biar gue yang urus." seru laki-laki itu sedikit berbisik.

Gadis bermata sipit itu mengangguk dan segera masuk ke dalam vent.

Dengan hati-hati lelaki itu berjalan mendekat ke arah pintu. Dia menekan tombol khusus yang terletak di balik spacesuit nya, sesaat kemudian pintu terbuka. Matanya menyapu sekitar, namun nihil, tidak ada siapa-siapa disana.

TBC

Gimana puasanya, lancarkan?

Keep vomment🤗

1009 words

AMONG US [00L]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang