Umi menatap Pak Mizan yang juga menatap Umi. "Nak Mizan adalah putra dari sahabat saya, sebelum dia meninggal, dia sudah menitipkan Nak Mizan pada saya."

Pernyataan dari Umi, berhasil membuat semua orang tercengang, begitu juga diriku.

"Elisa membuatku berjanji untuk memberikan ASI pada anaknya, kalau dia tidak selamat saat melahirkannya."

Lagi-lagi, semua orang membisu, netraku menoleh menatap Pak Mizan yang juga turut terdiam disana.

"Saya waktu itu merasa bimbang. Tapi, setelah mengetahui bahwa Elisa tidak selamat dalam melahirkan Nak Mizan, saya akhirnya turun tangan, untuk langsung mengarahkan Pak Adit ke panti asuhan yang Ibu saya kelola."

Om Adit mengerutkan kening setelah mendengar penjelasan dari Umi.

"Jadi, surat itu dari Bu Fani?" tanya Om Adit membuat Umi mengangguk.

"Iya Pak Adit, saya sengaja memberikan surat itu, agar Pak Adit bisa mengirimkan Nak Mizan ke panti asuhan, sehingga saya bisa memberikan ASI pada Nak Mizan."

Umi menoleh menatapku. "Nak Mizan dengan Adek memang beda satu tahun, saat saya memberi ASI pada Nak Mizan dan Kakak, beberapa bulan kemudian, saya menggandung Adek."

Semua orang terdiam, Kak Naura nampak bingung dan membuka suara bertanya pada Umi.

"Jadi, Umi memberikan ASI pada Kakak, Pak Mizan, dan Adek?"

Umi mengangguk, "Astaghfirullah Umi ...." lirih Kak Naura nampak berkaca.

Umi nampak tersenyum membalas ucapan Kak Naura, lantas kembali menatap Om Adit yang diam membisu.

"Hanya itu yang bisa saya berikan untuk membalas jasa Elisa dalam hidup saya Pak Adit, sebab berkat Elisa, keluarga saya bisa merasakan hidup bahagia."

Om Adit mengerutkan kening menatap Umi, "Jasa apa yang Bu Fani maksud?"

Umi tersenyum tipis mendengar pertanyaan dari Om Adit. "Mohon maaf sebelumnya Pak Adit, saya tidak bisa menjelaskannya. Karena ceritanya akan lebih panjang," ujar Umi pada Om Adit yang terdiam.

"Untuk sekarang, kita fokus menceritakan permasalahan Nak Mizan dan Adek saja," lanjutnya membuat Om Adit mengangguk setuju.

"Maaf Umi, tadi Adek lari begitu saja dan tidak mendengarkan penjelasan Umi," ucapku sendu.

Umi tersenyum menangkup wajahku. "Tidak apa-apa Adek, Umi tau, Adek pasti akan bereaksi seperti ini."

"Maaf karena telah berbohong padamu Fi—"

"Adek, Bang," koreksi ku.

Pak Mizan—yang sudah ku anggap Abang tersenyum menatapku.

"Sini," panggil Bang Mizan, membuatku menoleh pada Umi.

Umi mengangguk. Lantas, tungkai kakiku bergerak menuju Bang Mizan yang duduk tidak jauh dari tempat Kak Naura duduk.

Tubuhku langsung refleks memeluk Bang Mizan, seakan menemukan sosok Kakak lelaki di diri Bang Mizan.

Kepalaku menoleh pada Kak Naura yang juga turut masuk kedalam pelukan kami berdua.

Assalamu'alaikum Kekasih Impianku [END]Where stories live. Discover now