2. New Life

809 39 6
                                    

Naya tak benar-benar ada di pernikahan Raka sampai akhir. Usai Raka mengucap ijab kabul, wanita berambut hitam itu pulang diantar oleh sahabatnya, Abie Permana.

"Udahlah Nay, lelaki brengsek kayak Raka nggak pantas kamu tangisin," ujar Abie dengan pandangan fokus ke jalan.

Naya tidak mampu lagi membendung tangisannya. Setelah keluar dari gedung pernikahan, tangisnya pecah, pertahanan wanita itu runtuh begitu saja.

"Rasanya sakit, Abie. Kenapa harus di hari ini wanita itu datang?" tanya Naya menahan isakannya.

Abie menepikan mobilnya, jika tahu keadaan akan seperti ini, ia tak akan melepaskan Naya begitu saja. Lelaki yang satu profesi dengan Naya itu sebenarnya sudah lama menyimpan perasaannya, hanya saja ia kalah cepat dengan Raka.

"Nay, harusnya kamu bersyukur. Wanita itu datang tepat sebelum kamu menjadi istri Raka, bagaimana kalau dia datang terlambat tadi? Bukan tidak mungkin kamu akan dimadu oleh Raka." Abie menatap lekat wanita di sebelahnya.

Naya tertunduk, yang dikatakan Abie ada benarnya.

"Kamu benar, harusnya aku bersyukur. Kalau itu sampai terjadi, rasa sakit ini pasti berkali-kali lipat."

Abie tersenyum, wajahnya tampak manis sekali. "Kalau gitu, mulai sekarang lupain Raka, Nay."

Naya menggeleng pelan, membuat rambut hitamnya sedikit bergoyang.

"Nggak semudah itu, Abie. Aku nggak bisa bohong kalau sampai detik ini aku masih sangat mencintai Raka, meski aku tau kita nggak akan bisa bersama lagi," lirih Naya, wajahnya tertunduk sedih.

Enam tahun yang ia lalui bersama Raka harus berakhir hari ini. Abie menghela napas, ia tahu hal ini pasti sangat sulit untuk Naya. Abie tak lagi berbicara, ia kembali mengemudikan mobilnya. Sekarang, yang terpenting adalah mengantarkan Naya sampai rumah dengan selamat.

***

Malamnya, usai pesta pernikahan, Raka kembali pulang ke rumahnya bersama Risha yang kini menjadi istrinya. Pahit memang, tapi Raka harus menerima semuanya. Naya benar, mereka mungkin saja tidak berjodoh.

"Raka, antar Risha ke kamar kamu gih," ujar Maya pada putra semata wayangnya.

Raka mengangguk pelan. "Ayo."

Risha tersenyum pada Maya sebelum berlalu menyusul Raka. Sesaat kemudian mereka sudah sampai di kamar Raka.

Raka membuka pintu coklat itu pelan lantas masuk, disusul oleh Risha. Risha terpana melihat kamar Raka yang penuh hiasan dan taburan bunga mawar. Dan jangan lupakan taburan kelopak mawar berbentuk hati di atas kasur.

"Biar aku bersihin dulu," ujar Raka sembari membersihkan dan membuang helaian kelopak mawar itu ke tong sampah.

Seharusnya ini menjadi malam yang indah untuknya dan Naya, tapi kini semua itu hanya sebatas angan.

Risha tertunduk dalam, ia merasa bersalah dengan Raka dan Naya. Tapi mau bagaimana lagi, ini semua demi anak yang dikandungnya. Wanita itu lantas duduk di pinggir kasur berhadapan dengan Raka.

"Maaf, Mas. Gara-gara aku, kamu dan mbak Naya berpisah untuk selamanya."

Raka terdiam, sebenarnya ia ingin marah dengan Risha. Tapi jika dipikir-pikir lagi, dirinya bahkan tidak mengenal Risha, jadi tidak mungkin wanita itu menjebaknya. Pasti ada orang lain.

"Sudahlah, lupakan semua itu. Ada yang ingin aku tanyakan, apa kamu ingat apa yang terjadi malam itu? Dan darimana kamu mendapat bukti-bukti itu?"

Wanita berambut cokelat itu menunduk, lalu menatap sendu mata pria yang kini menjadi suaminya.

"Malam itu, aku ke hotel mau bertemu teman, aku nggak tau tiba-tiba kamu yang dalam keadaan mabuk samperin aku dan bawa aku ke kamar dan hal itupun terjadi," terang Risha.

Raka menghela napas, ia benar-bebar tidak ingat kejadian itu. Ingatannya hanya sebatas saat ia bertemu klien dan tiba-tiba saja dirinya terbangun di tempat tidur. Raka kini semakin yakin jika dirinya telah dijebak. Tapi oleh siapa?

"Dan foto itu?" tanya Raka lagi.

"Kemarin, seorang laki-laki menemuiku dan memberi semua foto-foto itu."

"Apa kamu kenal?"

Risha menggeleng pelan, "Kami cuma ketemu sekali, waktu itupun dia hanya memakai masker."

Raka mengacak rambutnya frustrasi. Cukup lama mereka terdiam hingga akhirnya Raka buka suara.

"Kamu tau kan kita menikah bisa dibilang karna paksaan? Tapi meskipun begitu, aku akan berusaha jadi suami dan calon ayah yang baik. Tapi maaf, aku nggak bisa janji untuk lupain Naya," ujar Raka jujur.

Risha tersenyum lantas mengangguk pelan, "Dengan kamu bertanggung jawab saja aku sudah bahagia, Mas."

Raka memaksakan senyumnya, "Em, kalau gitu, kamu tidur di kasur aja biar aku tidur di sofa."

Raka kemudian berdiri, mengambil selimut di lemari lantas menyusunnya di sofa. Usai membersihkan diri, lelaki 28 tahun itu membaringkan tubuhnya di sofa.

Namun Raka kembali bangun saat melihat Risha tengah kepayahan melepas gaun panjangnya.

Raka mendekat, lalu menarik resleting gaun istrinya itu.

"Kalau kamu butuh bantuan jangan sungkan minta bantuanku, mau gimanapun sekarang kita sudah menjadi suami istri."

Risha mematung di tempat, jantungnya berdebar kala tangan Raka tak mengaja menyentuh punggungnya.

"Terimakasih, Mas," ujar Risha setelah Raka membantunya.

Raka balas mengangguk dan kembali membaringkan tubuhnya di sofa. Risha sendiri segera membersihkan tubuhnya. Di atas tempat tidur, wanita itu menatap Raka sendu.

"Maaf, Mas Raka,” lirih Risha sebelum wanita berambut cokelat itu terlelap dalam tidurnya.

Pagi ini, kehidupan baru Raka dan Naya dimulai. Mereka yang terbiasa memberi kabar kini hanya bisa saling merindu dalam hati.

Raka bersiap pergi ke kantornya, padahal seharusnya ia masih cuti saat ini.

"Bun, Raka mau ke kantor dulu."

Maya yang tengah menyiapkan sarapan bersama Risha segera menghentikan anaknya.

"Bukannya kamu masih cuti hari ini?" tanya Maya sembari mengaduk masakannya.

"Iya, Bun, tapi ada yang perlu Raka selesaikan." Raka tidak berbohong, selain urusan pekerjaan, ia juga ingin mencari tahu siapa yang sudah menjebaknya tiga bulan lalu.

Sungguh, jika boleh jujur, Raka belum benar-benar ikhlas dengan apa yang terjadi. Ia masih menyesalkan kejadian kemarin.

"Nggak bisa! Hari ini bunda mau kamu antarkan Risha untuk cek kandungannya," titah Maya.

"Nggak usah, Bun. Mas Raka kayaknya sibuk, nanti Risha sendiri aja."

"Nggak bisa dong, itukan anak Raka juga."

Raka berpikir sejenak lalu mengiyakan permintaan sang bunda. Toh tak ada salahnya juga, bukankah semalam ia sudah mengatakan akan menjadi suami dan ayah yang baik untuk Risha dan anaknya kelak? Inilah salah satu caranya.

Diam-diam Risha tersenyum, ada secercah rasa bahagia menyeruak di hatinya. Spontan, tangannya mengelus pelan perutnya yang sedikit menonjol.

Usai sarapan, Raka dan Risha pun pergi ke rumah sakit. Mereka langsung memasuki ruangan pemeriksaan karena sebelumnya Risha sudah membuat janji dengan dokter kandungannya. Dibantu Raka, wanita berusia 26 tahun itu lantas berbaring di atas ranjang sembari menunggu dokter datang.

Tak lama, pintu terbuka pelan menampilkan sesosok wanita berambut hitam dengan pakaian khas dokter. Raka terkesiap di tempatnya, begitupun dengan Risha.

“Naya?”

***

Hai, saya kembali🥳 Ikut nyesek ya karena Naya😭 So, apa yang terjadi selanjutnya? Stay in here😉🦅🌊

Our Destiny (End) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora