|7| Gempar

530 111 2
                                    

"Fath, sumpah turunin" ucap Leza.

"Nanggung" sahut Alfath.

"Fath! Ah! Ngga lucu!" seru Leza ketika Alfath sudah akan membuka pintu kelas.

"AHHH!!" teriakan Alfath bersamaan dengan Raka yang sudah membuka pintu kelas.

Seorang guru langsung berhenti menulis.

Semua anak menatap ke arah mereka. Dimana Leza menggigit bahu Alfath kuat.

"Alfath! Bisa tidak kamu jangan membuat ulah satu hari! Turunin!" seru guru itu.

Alfath langsung menurunkan Leza.

"Kembali ke tempat duduk!" ucapnya. Mereka langsung menuju bangku masing-masing.

Leza? Ia menghela nafas panjang. Ketika mengetahui, ternyata Alfath lah yang duduk di sampingnya.

"Oh! Lo udah duduk di samping gue? Wahhh... diem-diem ternyata" ucap Alfath.

"Alfath! Diam!" seru guru itu.

Leza langsung duduk. Tangannya bergerak mengambil sebuah buku tebal. Buku catatan, satu buku semua mata pelajaran.

"Lo anak rajin?" tanya Alfath, yang tentu saja tidak di jawab oleh Leza.

"Za, jadi istri gue mau?" tanya Alfath.

Leza yang sedang menulis langsung memberhentikan gerakan tangannya.

Mau se nggak peduli-pedulinya dia tentang perasaan dan cinta. Kalau mendapatkan kalimat seperti ini. Rasanya, jantungnya tak berdetak lagi.

"Lo ngaco?" tanya Leza. Ia kembali menulis penjelasan gurunya. Ia bukan manusia rajin. Tapi, ya kali setelah sekian abad tidak masuk sekolah dia ngga mau nulis?

Setelah itu, Alfath terus-terusan mengajaknya mengobrol hingga bel jam istirahat berbunyi.

"Kantin bos" ucap Ragil.

Alfath mengangguk ia langsung bangkit dari duduknya.

"Kantin ga lo?" tanya Alfath.

"Ntar an" sahut Leza.

Alfath dan yang lain langsung meninggalkan kelas. Mereka menuju kelas lain sebelum menuju kantin.

"Makan" ucap Alfath. Tangannya bergerak mengelus kepala seseorang.

"Ah! Sebentar" ucap perempuan itu. Ia bergerak memasukkan buku-bukunya. Mengambil handphone dan merangkul tangan kiri Alfath.

"Ngga mau rangkul gue aja?" tanya Tiram.

"Tangan lo kapalan, mana mau dia" sahut Raka.

"Gimana kabar Ayah?" tanya perempuan itu.

"Biasalah, kamu gimana? Nyaman?" tanya Alfath. Perempuan itu adalah salah satu orang yang datang bersamanya di rumah Ayah.

"Ngga ada kalian. Jadi ya gitulah" ucap Shift.

"Katanya mau sering main? Udah biasa sih kalo pada ngingkarin janji gitu. Janjikan ngga penting ya" gerutunya.

"Belum sempet astaga" sahut Ragil.

"Kemarin kita habis ada misi" sahut Alfath.

"Misi apa? Ahh aku kangen pegang pis-" mulut Shift langsung didekap Alfath seketika.

"Hei!"
"Woo!" teriak yang lain. Berusaha menutupi suara Shift.

Mata mereka saling berpandangan, sebelum tertawa lebar.

"Tetep aja sulit ngontrol. Kenapa harus sekolah sih!" gerutu Tiram. Pekerjaan, otak, keahlian mereka sudah pasti dan terjamin. Untuk apa bersekolah mempelajari belasan mata pelajaran yang gunanya hanya sedikit itu!?

Seperti biasa, mereka duduk di meja luar kantin. Bermain game bersama sambil makan.

Suara berisik mereka terdengar keras. Baik tawa, umpatan ataupun keluhan.

"Lo mau bunuh diri!?" seru Shift.

"Gue ngga tahu ada lo dibelakang bego!" sahut Raka.

"Mana ada! Kalo jalan liat belakang!" seru Shift.

"Gil! Gue duluan!" seru Alfath.

"Anjir jangan tinggalin gue! Bosnya ngga kurang-kurang nih nyawanya!" seru Ragil.

"AH! Gue mati!" seru Shift. Ia langsung melempar handphonenya ke tengah meja.

Tangannya bergerak mengambil sotonya. Memakan soto dengan tenang.

"Shift, aaa" ucap Alfath yang duduk di sebelahnya.

Shift langsung menyuapkan sesendok untuk Alfath.

"Gue juga" sahut Tiram.

Lalu, jadilah Shift sebagai ibu mereka. Menyuapi hingga habis. Walaupun memang sudah biasa juga.

Disisi lain, ada sesosok perempuan yang dengan cueknya memonopoli meja luas di tengah kantin sendirian.

Arleza, duduk di bangku tengah. Tidak ada yang berani ataupun mau ikut duduk bersamanya. Leza memakan makanannya dengan santai. Ahh, ia membawa bekal. Mie goreng tanpa telur. Ia terpaksa ke kantin karena tidak membawa minuman.

'What do you eat?' sebuah pesan masuk dan Leza tahu pasti apa artinya. "Apa yang kamu makan?

Leza mengernyit kesal, ia tahu ada mata dan telinga kakaknya di sekolah ini. Tetapi sampai menginjak tahun ketiga disini. Ia tidak menemukan siapa itu.

Alasan. Alasan Leza memilih hidup sendirian disini. Di bekas apartemen yang dulu ia tinggali bersama ibunya. Tentu saja karena malas.

Dirinya malas berhubungan dengan keluarganya lagi setelah ibunya tiada. Dari tubuh, otak dan tindakannya tidak ada yang sejalan ketika ia bersama keluarganya.

Arleza membenci keluarganya yang memiliki pemikiran di luar nalar. Ia membenci tiga kakak laki-lakinya yang terus ikut mengikatnya bersama mereka.

Diijinkan hidup sendiri merupakan hadiah terbesar dari kakak pertamanya.

Kakak pertamanya, Kylen Krueger. Kylen memang yang paling dingin diantara 2 kakaknya yang lain. Selalu melakukan hal yang sesuai alur. Memiliki rencana hidupnya sendiri. Ia bahkan sudah tahu apa yang akan terjadi 10 tahun kedepan di keluarganya. Mempertimbangkan segala hal untuk membuat keputusan.

Kyle. tidak pernah menghubunginya secara langsung. Tapi di lihat dari bercak darah membentuk K yang beberapa kali ada di layar kunci apartemennya. Cukup membuktikan bahwa kakak pertamanya itu masih mengawasinya.

Kakak keduanya memiliki tempramen yang buruk. Maximous Krueger, seorang kakak terburuk yang pernah ada. Jika ada yang salah menurutnya. Sudah dapat dipastikan manusia yang membuat kesalahan akan lenyap dalam sekejap. Kakak keduanya inilah yang paling mengikatnya di rumah. Dua hal yang selalu ia lakukan. Satu, memastikan dirinya masih hidup. Dua, membuatnya menjadi sama seperti mereka.

Hampir setiap hari Max menghubunginya. Bukan melalui pesan chat, kertas, ataupun benda lainnya. Entah bagaimana, setiap harinya. Ada waktunya dimana layar handphonenya berubah putih. Lalu tertulis 'One more person died because of you'
'Satu orang lagi mati karenamu'.

Kakak ketiga, dia yang mengiriminya pesan tadi. Owen Krueger. Satu-satunya dari keluarga itu yang tahu kalau dirinya membenci seafood. Kakak yang paling peduli dengannya. Orang yang terus mengajaknya berbelanja ketika dulu mereka sempat tinggal bersama.

Tapi, Owen adalah orang yang paling ia benci di keluarganya. Karena laki-laki itu, hanya menganggapnya sebagai pengganti.

Pengganti dari pengganti.

Umbrella, dia sosok yang tumbuh bersama ketiga kakaknya. Sosok yang mampu bertahan hidup 15 tahun lamanya bersama mereka. Sosok yang mereka kira adalah adiknya.

Disaat seharusnya ibunya menyerahkan Leza kepada Ayahnya juga kakak-kakaknya. Perempuan paruh baya itu malah menyerahkan seorang bayi yang ia ambil dari panti asuhan.

Hal yang Arleza tahu sehari setelah kematian ibunya.

1 tahun setelah hari itu adalah neraka. Neraka yang ada dalam dunia ini. Tidak ada ampun. Tidak ada senyum. Hanya ada tatapan kosong nan hampa.

We Don't KnowWhere stories live. Discover now