Prolog

11.8K 1.1K 16
                                    

"Saya pernah baca di salah satu bukunya Fiersa Besari yang bilang... kadang-kadang manusia nggak bisa jujur sejujur-jujurnya di hadapan orang yang mereka kenal, karena takut kalau rahasianya terbongkar, pandangan orang-orang bakal berubah. Jadi secara nggak sadar manusia suka memaksakan diri melakukan hal yang mengkhianati nurani, hanya karena takut orang-orang di sekitar mulai menilai, mulai mengritik dan mulai menghakimi."

Ata menatap lawan bicaranya yang sekarang sedang menghabiskan isi minumannya dalam tegukan besar. Menunggu petuah selanjutnya, yang entah kenapa selalu terasa seperti pencerahan.

"Beruntung kita saling menemukan di tempat ini," sambung pria itu. "Dengan nggak saling kenal, kita bebas mengekspresikan diri. Kamu lepas dari remote control-mu. Dan saya lepas dari semua perang batin saya."

Ata mulai merenung.

Sejak kapan tepatnya Ata kehilangan dirinya sendiri, ia bahkan tidak bisa mengingatnya lagi. Barangkali berlarian di teras rumah dengan kaki penuh lumpur dua puluh tahun silam adalah kali terakhir Ata bersikap normal selayaknya anak kecil. Karena setahu Ata, sesudahnya badai menerjang kebahagiaan kehidupan keluarga kecilnya. Ayah yang selama ini dia bangga-banggakan ternyata berubah menjadi sosok penjahat yang merenggut kebahagiaan ibunya, sekaligus membelah keluarga kecil itu menjadi dua bagian.

"Saya nggak yakin ini akan cukup membantu atau enggak," ujar pria itu lagi, memecah gelembung kenangan Ata, "Tapi saya punya permainan yang mungkin bisa membangkitkan kepribadian kamu yang mati suri."

"Permainan apa?"

"Klasik." Botol minuman kosong yang tergeletak di atas meja diputarnya dengan kekuatan sedang, hingga berhenti dengan tutup yang menganga mengarah menunjuk Ata, "Truth or Dare?"

"Seriously?" tanya Ata dengan kernyitan di dahi. "Ini beneran permainan klasik yang kalau dapat truth saya harus jawab sejujur-jujurnya? Dan dare, saya harus lakukan semua yang kamu minta?"

Pria itu mengangguk mantap.

"Coba kasi tahu saya, apa yang bisa saya dapatkan dari permainan ini?"

"Namanya juga permainan, ya buat have fun. Tapi kalaupun kamu dapat sesuatu yang lebih dari sekadar have fun, anggap aja bonus."

Ata mulai mempertimbangkan. "Lalu, apa jaminan yang bisa kamu berikan untuk menjaga semua kebodohan yang mungkin akan terjadi selama permainan ini berlangsung? Maksud saya, saya di sini bukan saya yang selama ini tinggal di Indonesia kan sekarang?"

"Nggak ada tuker-tukeran nomor handphone, email atau akun medsos. Nggak ada foto. Nggak ada kontak setelah liburan ini berakhir ... apa itu cukup?"

"Dan, kalaupun pada akhirnya kita nemuin jati diri yang sebenarnya setelah liburan ini berakhir, anggap aja kita nggak pernah saling kenal sama sekali. Whatever happened in Kyoto stays in Kyoto," Ata menambahkan.

"Deal!"

"Dare!"

"Dare!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
STRAY HEARTS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang