Menunggu #11

8.3K 428 4
                                    

Semakin hari semakin aneh saja sikap Fikri. Sering tidak konsentrasi saat di kantor. Memikirkan hal-hal bodoh tentang Disa. Jelas-jelas dia menginginkan gadis itu pergi. Lebih parah lagi dia sekarang menjadi seorang stalker.

Seperti siang ini, sehabis menemui seorang klien dia sudah memakirkan mobilnya di depan sekolah Bangsa.

Menunggu Disa keluar untuk sekedar mencari makan siang.

Fikri kaget saat seseorang mengetuk jendela mobilnya.

"Pak Fikri, sedang apa disini?" tanya Wilman-sang pengetuk jendela.

"Sa..saya hanya kebetulan lewat dan-"

"Anda sudah dua kali kepergok berada di depan sekolah saya. Apa yang sebenarnya mau anda cari?"

Fikri bingung mesti menjawab apa pertanyaan Wilman yang notabene adalah kakak kandungnya.

"Bisa ikut saya?" Wilman menyuruh Fikri untuk mengikuti masuk ke dalam sekolah Bangsa. Fikri pun menurut.

Mata Fikri mengedar melihat sekeliling sekolah ini. Meskipun tak terlalu besar, nyatanya sang kakak jauh lebih banyak mempunyai jiwa sosial.

Sekolah ini pun yang Fikri ketahui adalah sekolah khusus anak-anak kurang mampu. Bahkan sekolah ini dibangun dengan biaya pribadi Wilman tanpa campur tangan ayah tirinya yang konglomerat apalagi sponsor.Luar biasa sekali bukan?

"Silakan masuk" Wilman membawa Fikri ke ruangnya. Ruangnya tidak senyaman ruang kerja Fikri di kantor. Ruang yang hanya tersedia bangku dan meja serta sebuah lemari di pojok ruang sebagai penyimpan file-file milik Wilman.

"Bisa kah anda beritahu apa keinginan anda datang kemari?" tanya Wilman.

"Saya sudah bilang kalau saya hanya lewat dan nggak ada maksud apa-apa" jawab Fikri tegas. Wilman justru tertawa lantang.

"Kamu tuh adikku Fik. Meskipun sudah terpisah lama tapi setidaknya ikatan batin kita nggak putus" Wilman menepuk pelan pundak Fikri.

Siang ini dihabiskan Fikri dengan benostalgia dengan Wilman. Lama sekali mereka tidak saling bertemu, tanpa komunikasi sama sekali.

"Boleh aku bertanya?" tanya Fikri ragu. Wilman mengangguk. "Gadis yang kamu bawa saat acara amal itu..maksudku kamu mengenalnya sejak kapan?"

Wilman bergeming. Dia paham Fikri sedang membicarakan Disa.

"Baiklah aku pulang. Permisi" kata Fikri sambil berdiri sebelum mendengar pertanyaannya dijawab.

"Tinggallah di rumah mama Fik biar kamu nggak kesepian" Wilman mencoba menahan Fikri lebih lama lagi. Tapi gagal, Fikri sudah mencapai pintu dan pergi.

◆◆

"Ma, tadi Fikri mampir ke sekolah Bangsa" Wilman menghampiri Irene yang sedang mengobrol dengan Helena-anak tirinya.

Seketika tubuh Irene menegang.

"Kak, siapa tuh Fikri?" tanya Helena. Gadis keturunan Amerika itu bertanya.

Wilman mengacak rambut pirang Helena dengan gemas. "Dia adik kakak, sama kayak kamu" Wilman menjelaskan.

"Terus dia dimana kak?" tanya Helena penasaran. Irene juga mengangguk menanggapi pertanyaan Helena.

"Dia katanya tinggal di apartemen. Rumah kita yang dulu sudah dijual ma"

Irene memeluk tubuh Wilman. "Bawa dia kemari sayang. Mama kangen sama dia"

"Baik ma. Kalau Wilman ketemu dia lagi, Wilman akan bicarakan ini pada Fikri. Semoga aja dia mau"

♥♥♥♥♥

Disa sudah siap akan berangkat mengajar hari ini. Selesai mengunci pintu rumah  kostnya, tangan Disa dicekal seseorang. Sorot mata orang itu tajam.

"Fikri? Tau darimana aku disini?" tanya Disa gemetar. Suasana pagi ini sangat sepi, dia khawatir kalau Fikri akan macam-macam padanya.

"Apa hubunganmu dengan Wilman?" Disa benar-benar ketakutan saat ini. Aura kemarahan Fikri, jelas terpancar. "Jawab aku Disa" kata Fikri lagi.

Disa mencoba melepaskan cekalan tangan Fikri dan itu tidak berhasil. "Apapun hubunganku dengan Wilman, kamu nggak ada hubungannya" jawab Disa dengan tegas.

"Tentu saja ada hubungannya karena dia kakak kandungku"

Mata Disa membulat penuh. Selama mengenal Fikri atau Wilman, mereka tidak sekalipun membicarakan tentang saudara kandung mereka masing-masing. Disa tertawa renyah. "Bagaimana aku bisa percaya sama omongan kamu kalo kamu saja nggak pernah bicara masalah ini" Kali ini Fikri melepaskan tangannya dari Disa.

"Kalo iya Wilman kakakmu, kenapa? Toh aku  sama dia hanya sekedar teman. Aku sedang buru-buru. Permisi" Disa meninggalkan rumah kostnya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Fikri.

◆◆

Selama di sekolah, Disa betul-betul tidak bisa berkonsentrasi. Dia tidak habis pikir kalau ternyata Fikri dan Wilman saudara kandung.

Pantas saja, wajah Wilman tidak terasa asing untuk Disa.

"Kamu baik-baik saja Dis?" tanya Wilman yang tiba-tiba menghampiri Disa di ruangnya.

"Eh kamu, Man. Kenapa tiba-tiba sih datangnya. Kaget tau" protes Disa. Wilman mengambil kursi dan duduk berhadapan dengan Disa.

"Aku tadi sudah manggil kamu, tapi kamunya aja yang bengong. Pulang yuk. Udah sore nih" ajak Wilman. Disa melirik jam tangannya. Jam tiga sore. Disa sampai lupa kalau hari pun sudah sore.

Sepanjang perjalanan pulang bersama Wilman, Disa hanya diam. Tangannya mengulin tali tas yang dia letakkan di pangkuannya.

"Kamu kenapa sih Dis?" tanya Wilman heran. Disa menggeleng. Tidak percaya begitu saja, Wilman menepikan sebentar mobilnya ke pinggir jalan dan mulai fokus dengan Disa. "Cerita sama aku kalo kamu ada masalah. Jangan pendam sendiri. Nggak baik Dis"

"Aku nggak apa-apa kok. Percaya deh. Mungkin aku cuma capek aja" jawab Disa sambil tersenyum tipis.

Wilman akhirnya percaya dan kembali melajukan mobilnya.

Tak sampai setengah jam, mereka tiba di rumah kost Disa. Seperti biasa Disa tidak akan menawarkan Wilman untuk mampir sejenak disana dan Wilman pun sudah maklum.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata mengintai mereka dari sebuah mobil sedan hitam.

**

Selamat malam, happy weekN.
Siapa yang nggak kemana2?? Merapat yukk..ahaha *tunjukdirisendiri*

Tunggu next chapter ya.. aku kehilangan ide buat story MENUNGGU ini guys..
Makasih udah nunggu meskipun masih abal abal.

Lophe,
221092♥

Menunggu Where stories live. Discover now