Dirinya berada disatu tempat yang sama dengan ku. Akhirnya, ia kembali ke tempatnya yang seharusnya. Tapi satu yang aku lupakan,
Jangan lakukan hal yang aneh-aneh, bodoh! Sayangi nyawamu, yang cuma ada satu!!
aku suka repot sendiri jika dirinya sedang dalam masalah.
"Lupakan dia!"
Tapi aku inginー
Ia memotong, "berpikirlah lebih cerdik, diamkan saja dirinya untuk sesaat. Lalu datanglah kepadanya seakan engkau adalah pahlawan nya."
Jujur, itu bukan rencana yang buruk.
Lalu aku mengiyakan, dan dari sini, dari tempatku berdiri. Aku memandangi nasib nya, lantaran benang merah takdir nya yang sudah saatnya mengendur.
Tak sedetik pun aku melepaskan pandangan. Hatiku tertusuk lembut, terbelah, isi hatiku pun meluber keluar.
Aku ingin menggapai dirinya.
"Dasar naif."
Kuakui itu, karena seperti itulah aku.
Rantai ini abadi, tiada nya lubang kunci pada gembok yang mengekang rantai, membuat harapan tulus dapat hancur dalam sekali lihat.
Gembok ini adalah jelmaan Dewi Medusa.
"Melangkah lah, tapi kau kularang terpeleset apalagi terjatuh."
Ia memperingati ku, tatkala aku menapaki seutas kawat hitam, yang dimana akan semakin miring bila aku mendekati bagian tengah.
Aku pun turun; terjun bebas, melewati tekanan, lalu mendaki menuju seberang.
Namun sayangnya, dia hendak melakukan apa yang sangat aku tentang.
Meskipun dirimu sangat menginginkan kematian, jangan pernah dekati apalagi merasakan nya.
Aku sudah berulang kali mengatakan nya, tapi dia tetap saja berpikiran seperti itu...
SEBENARNYA APA MAUNYA?!
MANUSIA SIALAN! SETIDAKNYA BERUSAHALAH UNTUK BERSYUKUR DAN HARGAI APAPUN YANG KAU PUNYA!
Bagaimana kau mau dihargai, kalau kau sendiri TIDAK MAU MENGHARGAI APA YANG KAU PUNYA?!
AKU MUAK, DASAR IDIOT!!
"Raihlah tanganku, kelak kau akan menemukan kunci nya."
Siapa itu?! Tidak perlu repot-repot mengatakan omong kosong padaku!
"Kejujuran dalam hatimu disaat ini, besarnya tak lebih hanya seukuran mutiara."
Apakah aku terlihat peduli?
"Aku tahu kau ingin berkata jujur, namun sayangnya kau sudah tahu mengenai resiko macam apa yangー"
Puluhan kali aku merasakan akibat dari kejujuran. Maka, biarlah diriku merasakan sakit, asalkan...! Asalkan dia... Asalkan dia mengerti tujuanku, maka tak masalah.
"Aku benci pembohong."
Dan aku membenci orang yang blak-blakan tanpa memikirkan perasaan orang lain.
Sudah puas, sang kejujuran?
"Tch, keras kepala."
Aku anggap itu pujian.
Dan netra ku mengalihkan posisi, pandangan lurus kedepan ketitik yang aku tuju.
Dari yang netra night sky ku tangkap, jarak nya cukup dekat.
Namun tiada nya tenaga yang tersisa, seakan membuat semua ini terasa jauh.
Lelah, aku lelah.
Aku ingin menyudahi semua ini, maka bisakah aku beristirahat.
"Maka dari itu, berharaplah!"
Berharap?
Aku selalu berharap!
Jikalau ada alat untuk mengukur harapan, MAKA KAU AKAN TAU SEBERAPA BESAR HARAPAN KU!
Sangking banyaknya, aku harus berharap untuk apalagi?
"Seperti yang dia katakan tentang diriku, berharaplah agar..
Dirimu tidak gila."
Lalu dirinya berada dibibir jurang, kaki jenjang nya melangkah ke udara, seakan tak terikat apapun ia mendorong tubuhnya kebelakang.
Napasku tercekat, netra night sky ku membulat seukuran mutiara, tubuhku memberat, tenggorokanku sakit, seakan ada sesuatu yang mengikis tubuhku dari dalam.
Aku mendengar ada yang berteriak. Dan teriakan itu adalah sumber dari segala rasa sakit ku.
Dan saat aku sadari, rupanya..
Akulah yang berteriak.
Gemboknya adalah,
menyalahkan diri sendiri.
Dan aku akan terbelenggu selamanya.
YOU ARE READING
^~° Random Book °~^
Random^ Book random yang non-hakiki! ^ Isi hati Nies tertulis disini! ^ Curhatan, halu kecil, dan mini stories, terkumpul disini pula! || [Kamis, 12:45, 1 April 2021]
