ADA CERITA DI LANGIT MALAM

3 0 0
                                    

Bintang memandang langit, ada kesedihan yang tersayat dalam malam, hening membuatnya semakin larut dalam kesedihan anak kampung yang belum genap sempurna hari, tetapi sudah meradang rindu.

"Sekeras-kerasnya anak perempuan, masih menyimpan kerinduan pada Ibu-nya, setiap kali menatap langit, saat itu juga ada lembaran cerita tentang kampung halaman." Gemuruh hati Bintang sambil menatap langit malam.

Ia memasukan jemari ke dalam saku celananya, ada beberapa lembar uang ribuan yang kusam, dan beberapa keping uang logam.

"Dapat apa uang segini di Jakarta?" Ucap Bintang yang menahan lapar di malam hari.

"Tang, kamu laper, biar aku beliin makan." Suara Bayu mengusik lamunannya.

"Biasanya anak rantau itu inget kampung halamannya kalau sudah lapar. Di kampung apa-apa serba murah, apa-apa tinggal metik, dan tetangga lebih peduli, di bandingkan di kota yang tak tau siapa kita." Tambah Bayu.

"Iya Bay, kamu juga lapar?"

"Aku selalu sedia ini Bin..." Ia menunjukan dua tablet obat magh dari saku celana.

"Hahaha...ide bagus itu Bay, tips yang tepat disaat darurat."

"Penghalau pertama saat kamu lapar." Ucap Bayu sambil mengenggam obat magh memperagakan layaknya model iklan obat.

"Haha...pantes kamu jadi modelnya."

"Aku ada sisi-sisa uang receh di kantong, lumayanlah untuk tambah-tambahan beli gorengan dan segelas kopi."

"Ini uang sisa kemarin ngamen Bay." Bintang memberikan uang itu.

"Aku tinggal ya Bin,....cari warteg atau warung kopi 48 jam."

"Haha...24 jam Bay..."

"Jakarta kota yang tak pernah tidur Mba..." Jawab Bayu.

"Iya ..ya..."

"Dah, tak tinggal yo...."

Bayu melangkah mencari makanan, untuk sekedar ganjal perut. Bintang kembali meradang sepi.

"Bagaimana kalo nggak ada Bayu, sama siapa aku?" Lirih hati Bintang, sambil memperhatikan Bayu yang melangkah dan hilang dari kejauhan.

Hanya beberapa menit saja berlalu, Bayu kembali dengan membawa dua kantong pelastik hitam.

"Lumayan di Jakarta masih ada orang baik, Mas-mas Warkop ngasih banyak gorengan, yaaah, walau sisa tadi pagi....namanya rezeki jangan di tolak." Ucap Bayu menyodorkan makanan ke Bintang.

"Daripada obat magh terus ya Bay? Haha..."

"Tepaaat jawaban mu Bin..."

Mereka dengan lahap makan gorengan ditambah seruput kopi sebagai penawar seret tenggorokan.

"Kalo perut sudah terisi, mimpinya juga beda."

"Maksudnya?" Tanya Bintang yang belum paham dengan omongan Bayu.

"Biasanya kalo perut laper, mimpinya suka aneh-aneh, dikejar hantu lah, dicekek penjahat, waah macem-macem."

"Kalo perut kenyang mimpinya indah-indah yah? Mantan balikan, ketemu jodoh atau nemu uang segepok."

"Itu sudah kategori ngelindur Taaang...."

"Hahaha...tak apa daripada menghayal yang nggak-nggak, apa lagi sampai sedih."

"Thats right..."

"Alaaaaah Bay, baru makan gorengan Jakarta aja, ngomong mu ke inggris-inggrisan."

"Haha...menyesuaikan diri, walau kita dari kampung, jangan keliatan kampungan."

"Bener...bener...It's good..."

"Kalo itu keracunan garem Inggris."

Hingga akhirnya Bintang larut dalam tawa malam itu, Bayu begitu pandainya menghibur dan sejenak melupakan kerindungan Bintang pada kampung halaman.

____________oOo____________

"Ini keputusan yang sulit bagi gw, ketika dihadapkan dengan masalah seperti ini, tapi gw nggak bisa hindari, ada benarnya apa yang Juli omong, kesempatan nggak bakal dateng ke dua kali." Semesta melamun ditemani sebotol minuman, ia teringat ucapan Pak Raharja yang hanya mau bekerjasama dengannya tanpa melibatkan group Bandnya.

"Ta, ...." Suara Angga, memecah lamunan Semesta.

"Weits Bro...tumben dateng malem-malem."

"Gw udah denger...."

"Denger apa nih?"

"Keputusan lho tuk Solo, dan memilih untuk meninggalkan Band.

"Wah...waaaah...kata siapa? Dan gw belum kasih keputusan apa-apa."

"Siapa lagi, kalo bukan dari si Juli."

"Anjiiir nggak bener si Juli."

Tiba-tiba Juli keluar, "Cepet atau lambat, anak-anak juga akan tau Ta..."

"Heeey, tapi lo jangan ambil keputusan sepihak gitu bro...perlu duduk bareng. Nggak bener lo Jul..."

"Kalo gw nggak cerita ke anak-anak, kita akan kemakan waktu, karena lo harus sign contract dua hari ke depan, terus mau kapan ngumpul barengnya? Tau sendiri yang lain asik sama urusannya masing-masing, mana peduli sama Band nya!"

"Gw cuma butuh waktu malem ini aja kok, kenapa jadi lo lembar ke anak-anak Jul?"

"Anak-anak udah pada dewasa, dan tau bersikap Taaa...."

"Heeeh Juli, mulut orang bisa aja bilang iya, mana taaaau kalo hatinya kecewa....lo tua umur doang, pengalaman gaul lo masih minim, ngopi lo kurang kentel, begadang lo kurang malem, gw lama di tongkrongan dan ketemu dengan puluhan karakter dan sifat orang...."

"Terus elu nyalahin gw? Sekarang tinggal lu pilih, gw atau anak-anak? Gw udah tau betul siapa mereka, kenapa gw bawa Angga kesini? Karena dia yang paham kesempatan ini, dan loh masih bisa melibatkan dia untuk ngisi keyboard, karena loh solo sekarang bukan lagi Band."

"Heeeh Juli, sekali pun gw Solo, gw masih bisa melibatkan anak-anak untuk tetep gabung di Band. Nggak seenaknya lo bubar-bubarin aja Band yang hampir 5 tahun gw bentuk."

"Terus apa yang lo dapet dari lima tahun itu? Haaaah? Jawaaab...Apa karir lo tambah naik? Apa kuliah lo kelar? Dan mau sampe kapan, lo pake uang nyokap ...bokap lo untuk idupin Band? Sadaar bro...jangan terlalu lo mikirin orang lain, tapi lo lupain kebahagian diri lo...gw cabut...banyak urusan, nggak ada lagi waktu untuk ngebahas yang kurang bermanfaat...." Juli meninggalkan Semesta.

"Woooi Juli, belum kelar gw ngomong udah maen cabut aja loo....!!"

Semesta berlari mengejar Juli, dalam keadaan mabuk.

"Mau apa lagi?"

"Oke..oke gw paham apa mau lo, tapi kasih gw waktu tuk jelaskan secara personal dengan mereka."

"Terserah Ta....gw udah ikuti band ini lima tahun, dan hasilnya? ZOOONK, NOL BESAR. Dan gw banyak malu dengan orang yang gw ajak kerjasama, lo tau dari 40 panggung kemaren, cuma 25 yang bisa kita selesaikan. Bagus lo-lo pada nggak kena finalti dari sponsor, kalo bukan gw yang pasang badan."

"Iya Jul, gw tau tau betul siapa lo, dari kecil kita sering berantem dan balik lagi..."

"Sekarang keputusan ada di lo semesta, mau lo ambil kesempatan ini, atau penawaran itu nggak pernah ada lagi, dan kita akan kehilangan semua."

"Iya besok gw kasih jawaban ke elo, dan jangan kaya anak kecil, apa-apa lo maen tinggal pergi."

"Satu hal lagi Ta yang gw pinta sama lo, kurangin minuman seperti itu, karena bahaya untuk diri lo dan emosional, karena kalo lo sudah go public dan dikenal lebih banyak orang, lo sudah kehilangan pribadi lo saat ini, dan jutaan mata akan tertuju sama lo...paham lo bro?"

"Yes Pak Manager...."

"Gw balik dulu, mau ngurus yang lainnya..."

Semesta duduk bersimpuh di atas lututnya, ia sudah tak sanggup lagi menopang tubuh nya, malam ini hampir tiga botol minuman sudah di teguk.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 11, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SEMESTA UNTUK BINTANGWhere stories live. Discover now