Tapi, Shani Indira ini...entah kenapa dengan mudahnya ia membuat dirinya nyaman.
Netra langit malam itu memperhatikan wajah Shani dari jauh. Entah kenapa tiba-tiba saja muncul perasaan familiar. Perasaan bahwa ia pernah mengalami situasi seperti ini. Tapi dengan keadaan dirinya yang berada di kuda-kudaan komedi putar itu dan seseorang dari jauh yang tengah memperhatikannya.
Deja vu?
“Moom!”
“Eh, hehehe udahan mainnya?” Gracia sedikit membungkukkan tubuhnya, merangkul Stefi yang memeluk erat pinggangnya. Membenamkan wajah di perutnya.
“Udahan dulu. Ntep laper..”
Gracia tersenyum merunduk ke bawah. Mengusap-usap kepala dan wajah sang putri yang mendongak padanya.
“Yuk cari tempat makan. Udah jam makan siang nih,” ajak Shani yang tengah menenteng sebuah boneka dan balon-balonan berbentuk gajah.
“Ntep mau makan apa?” tanya Gracia yang kini sudah lepas dari pelukan putrinya.
“Eemmm inih, waktu itu 'kan BuLele pernah bawain makanan ituu,” Stefi mencoba mengingat-ingat. Sementara Gracia dan Shani jadi gemas melihat tingkah polos gadis kecil ini.
“Makanan yang kayak gimana, hum?” tanya si Ibu lagi penasaran.
“Yang kayak ituuu yang nasinya bentuk kotak gitu trus di atasnya ada potongan ikan-ikan gitu. Ntep pengen makan itu lagi. Enak!”
“Ntep mau makan sushi?” tebak Shani.
“IYA ITU! Susi susi ituu,” seru Stefi semangat.
Gracia terkekeh gemas, “Sushi sayang. Humm tapi kalo makan itu agak kemah-”
“Yaudah, ke restoran Jepang yuk! Ntep bisa makan sushi sepuasnya,” Shani sengaja memotong ucapan Gracia. Entah kenapa sudah tau saja kalau perempuan itu akan menolak keinginan putrinya.
Bukannya apa, hanya saja Shani memperhatikan bagaimana sikap Gracia yang akan 'membelokkan' keinginan Stefi kalau tidak sesuai dengan penilaiannya. Tidaklah ia melarang secarang langsung, tapi dengan memberikan gadis itu pengertian sehingga menuruti kemauannya.
Cukup membuat takjub seorang Shani Indira.
Tapi untuk kali ini, ia ingin menyenangkan gadis kecilnya ini. Ah tentu saja juga perempuan yang secara sadar sudah memikat hatinya itu.
“Tapi, Shani-”
Shani memberikan senyuman terbaiknya, “Gak papa kok!”
..dan di sinilah mereka. Di salah satu restoran Jepang ternama di kota ini Shani sepertinya tak mau menahan-nahan diri lagi. Dia hanya membahagiakan kedua orang yang sudah menjadi kesayangannya ini. Jujur saja, kalau bukan karena pesan dari Desy, ia sudah memboyong ibu-anak itu untuk tinggal bersamanya sehabis jalan-jalan ini.
Tapi, tentu saja tak semudah dan secepat itu.
Haiissshh PDKT PDKTan gini musti berapa lama, sih?
“Enak?” tanya Shani sambil membersihkan kecap asin di ujung bibir Stefi dengan tisu.
“Enak! Lebih enak dari yang pernah dibawain BuLele hehehe,” cengiran di wajah polos itu setelah mengunyah habis suhsi nya.
Shani tersenyum lega. Memang tak mengecewakan restoran langganannya ini. Btw sedari tadi, Shani penasaran siapa itu BuLele? Ingin bertanya tapi takut tak sopan. Dikira kepo ntar.
“Shani, terima kasih,” Gracia merasa tak enak. Dikira mau ke resto Jepang biasa gitu, eh malah dibawa ke tempat mewah seperti ini. Ruangan VVIP lagi, duh.
YOU ARE READING
Invisible String (with you)
General Fiction"Hell was the journey but it brought me heaven" ...and at the end, I'm with you <3
