Gracia tersenyum sangat manis sekali dan juga ramah banget! Mempersilahkan tamu dadakannya untuk masuk ke dalam rumah kontrakan kecilnya ini.

Kaget ya. Kakinya sempat mamatung, tapi dengan cepat menguasai diri saat tubuh yang sedikit lebih kecil darinya itu memberikan jalan untuk masuk ke dalam. Shani semakin deg-degan.

Ohya.

“Maaf Gracia, uhmm..” langkahnhya dipaksa berhenti tepat di ujung pintu.

Gracia ikut berhenti melangkah, membalik tubuhnya ke belakang. Dengan kepala ditoleng heran, bertanya, “Eh, ya?”

Tuhan, kenapa menggemaskan sekali.

Mulai salah tingkah. “Maaf, apakah saya harus melepas sepatu? Hanya ingin memastikan.”

Pasalnya, Gracia tak memakai alas kaki. Juga sempatnya ia melirik ke arah dalam rumah. Lantai yang hanya dilapisi karpet plastik tipis.

Pasti dingin. Aah, debaran itu mulai tenang sekarang. Malah, entah kenapa seperti ada kesedihan yang merayap, menyusupi hati bekunya.

“Dipake juga gak papa kok. Lantainya dingin hehe,” masih tersenyum ramah, Gracia masuk duluan ke dalam meninggalkan Shani yang masih berkutat dengan pikirannya.

“Permisi,” akhinya masuk juga. Tentunya setelah melepas sepatunya dan menyusunnya rapi di sebelah pintu. Untungnya memakai kaus kaki.

“Maaf ya, gak ada kursi. Cuma ada karpet ini saja, cukup tebal kok dan gak dingin. Silahkan duduk. Kamu mau minum apa?”

Untungnya lagi Shani memakai celana. Setelah meletakkan bawaannya di lantai, ia kemudian duduk bersila di karpet. Lumayanlah.

“Gak masalah duduk di sini juga. Air putih saja gak papa kok. Ohya, saya ada bawa makanan, uhmm ada boneka juga buat Stefi,” Shani akhirnya menunjukkan bawaannya.

Gracia jadi merasa tak enak, “Ehm, gak perlu bawa ginian juga, sih.”

“Kayaknya malah harus bawa lebih. Ah, maaf. Saya baru kali ini mengunjungi teman, uhm yah. Mengunjungi Stefi, yah.”

Oke, kembali salah tingkah.

Ayolah apa susahnya ngobrol santai, Shani Indira.

Memperhatikan perempuan cantik dalam balutan kasualnya ini, tampak salah tinggah dan canggung, cukup membuat Gracia terhibur. Penampilannya sangat berbeda dengan kemarin. Sekarang auranya terasa lebih santai, lebih bersahabat.

“Kamu-”

“Moomm!”

Ucapan Gracia terputus saat mendengar suara rengekan Stefi dari dalam kamar.

“Dia sudah bangun?” Shani bangkit berdiri kembali. Entah kenapa muncul perasaan ingin segera menemui bocah menggemaskan itu.

“Kayaknya iya. Padahal tadi dibangunin gak mau.”

“Gimana keadaannya?”

Gracia tersenyum dengan rasa perhatian Shani. “Jauh lebih baik dari kemarin.”

-

Kembali duduk di atas karpet. Makanan yang dibawa Shani sudah Gracia hidangkan di hadapan mereka. Cukup banyak, bahkan Gracia harus menyimpannya sebagian. Takut tak habis.

“Ini semua rekomendasi teman saya. Semoga kalian suka,” ucap Shani kembali harap-harap cemas. Btw, kenapa daritadi cemas mulu sih?!

Tapi melihat raut senang kedua perempuan itu, sudah cukup membuat hati Shani lega dan...bahagia.

“Semua ini lebih- sangat lebih daripada cukup, Shan. Terima kasih, ah padahal baru ketemu kemarin dan saya juga merepotkan kamu dengan Stefi. Seharusnya gak perlu sampai begini,” Gracia masih tak enak rupanya.

Invisible String (with you)Where stories live. Discover now