“Bilang sama gue, lo mau apa?”
----
Mobil Shani kembali terparkir di jalan ujung gang tempat kemarin ia menurunkan Shania Gracia dan putrinya Stefi. Melirik jam tangan, bahkan belum pukul enam pagi dan hari masih sedikit gelap. Apakah ia terlalu bersemangat ingin menemui kedua calon anggota keluarga barunya itu? Astaga Shani Indira Natio, tolong tahan diri Anda.
Debaran jantungnya berdetak tak biasa. Aneh, padahal kemarin masih biasa saja. Tapi kenapa sekarang terasa menyesakkan? Bukan dalam artian negatif, hanya saja...deg-degan, debaran yang excited. Ah, gitulah pokoknya!
Lima menit berlalu sejak mematikan mesin, perempuan itu masih duduk di balik kemudinya.
“Gracia udah bangun belum yaa? Ini kepagian atau gimana dah? Udah boleh bertamukah? Udah kali yaa Orang-orang udah mulai aktivitasnya juga,” Shani berbicara sendiri. Pandangannya beralih ke luar jendela mobil, melihat beberapa orang mulai beraktivitas.
Mengambil bungkusan kantong plastik di jok samping dan memangkunya, Shani mulai harap-harap cemas. Sungguh bukan seperti dirinya sekali ini.
“Masih anget, syukurlah.”
Isinya makanan ternyata.
Tangannya kembali menjangkau, kini mengambil satu boneka beruang berpita.
“Semoga dia suka.”
“Besok pagi coba berkunjung deh. Alesan jenguk Stefi gitu. Bawa makanan sekalian sarapan bareng, sama bawa boneka juga. Ini tuh namanya PDKT.”
“PDKT yaa. Ntra mau ngobrolin apaan...?”
Shani bingung sendiri. Desy tak membagi topik obrolan.
Drrtt..
Getaran ponsel di dashboard mengagetkan Shani dari kebingungannya. Mengecek pesan yang masuk, senyum kecil terbit di ujung bibir nan ranum itu.
From: CiDesy
Semangat! Jangan datar, kaku, salting. Santai aja, nikmati momen. OK
Oke! Shani harus memberi hadiah cicinya itu nanti. Sekarang, let's do it!
-
Manik coklat itu mengerjap saat sudah berada di depan pintu kayu yang kemarin. Menoleh ke sekitar, masih sepi. Sinar Matahari perlahan mulai memasuki kawasan perumahan yang cukup rapat ini, lumayan bisa memberi Shani keberanian untuk mengetuk si pintu kayu.
Tok tok tok
Ketukan tiga kali Pertama sesuai manner dulu, lalu mundur selangkah dan menunggu.
Hitungannya dalam kepala tak sampai kesepuluh, telinganya pun mendengar suara-suara dari dalam, kunci yang diputar, dan derit pintu kayu yang dibuka.
Napas Shani tercekat.
“Ah, Shani ternyata. Selamat pagi.”
Detak jantung Shani perlahan semakin kencang saat paras cantik nan menawan meski dalam keadaan tampak lelah itu pun, tampil di hadapannya. Menampilkan senyum manisnya.
“Se-selamat pagi, Gracia.”
GET YOUR GRIP SHANI
“Ehem, hai. Maaf saya datang berkunjung pagi-pagi begini dan mendadak. Uhm, apakah saya menganggu kamu?”
Astaga Shani, ayo lebih ramah lagi! Jangan KAKU!
Gracia mengernyitkan kening singkat sebelum tertawa kecil.
Tolong, jantung Shani mau lompat.
“Gak papa kok! Kaget juga sih. Kirain bakal dateng besok-besok gitu, ternyata hari ini, eh pagi ini. Humm ayo silahkan masuk. Maaf tempatnya kecil dan sedikit berantakan.”
YOU ARE READING
Invisible String (with you)
General Fiction"Hell was the journey but it brought me heaven" ...and at the end, I'm with you <3
