"Maaf, Gran-"

"Aku sudah bilang aku bukan lagi Granger, Draco," ulang Hermione, memotong ucapan Draco. Draco terdiam sejenak.

"Ya, benar. Tapi aku tidak akan pernah mau memanggilmu Weaselette sampai kapanpun," ucap Draco, mengalihkan pembicaraan. 

"Maka panggil aku dengan nama depanku!" sentak Hermione. Seperti dulu, lanjutnya pedih dalam hati. Hermione mengutuk dirinya sendiri. Bisanya ia masih mencintai lelaki brengsek di hadapannya ini? Draco baru akan menjawab saat tiba-tiba seseorang memanggilnya.

"Draco!" 

"Maaf, Hermione. Sepertinya Tori mencariku," pamit Draco. Hermione memaksakan senyumnya saat melihat Draco berbalik untuk berjalan menuju Astoria. Kenapa semuanya harus semenyakitkan ini? 

***

"Granger?" sapa Blaise seraya membuka pintu ruang kerja Hermione. Hermione mengalihkan pandangan dari tumpukan dokumen di hadapannya, menatap tamu tak diundang yang tiba-tiba menginterupsi jam kerjanya.

"Zabini?" sahut Hermione bingung. Seingatnya mereka ada di divisi yang jauh berbeda. Hermione berada di Departemen Peraturan dan Pengawasan Makhluk Ajaib sementara Blaise berada di Departemen Kerjasama Sihir Internasional.

"Ada yang ingin kubicarakan. Boleh aku masuk?" tanya Blaise. Hermione ragu sejenak sebelum mengangguk, mempersilakan Blaise masuk.

"Ada apa?" tanya Hermione sesaat setelah Blaise menutup pintu ruangannya.

"Uhm-

Blaise ragu sejenak.

-tentang Malfoy-"

"Aku tidak ingin mendengar berita apapun tentang bajingan itu. Kau bisa keluar sekarang, Zabini," potong Hermione cepat. 

"Maaf, Granger. Tapi aku rasa kau harus tahu tentang ini. Bukankah menurutmu ini tidak adil untukmu? Kau harus tahu alasan Draco meninggalkanmu, kan?" balas Blaise tak mau kalah. Hermione mengangkat sebelah alisnya.

"Apa Malfoy tahu tentang ini?" tanya Hermione. Blaise meringis saat mendengar nama belakang Draco keluar dari mulut Hermione.

"Tidak. Tentu saja tidak," jawab Blaise. Hermione diam sejenak.

"Lima menit," putus Hermione akhirnya. 

Blaise menghela napas. Ia kemudian menceritakan semua percakapan antara Lucius dan Draco yang diceritakan Draco padanya. Tentu saja Draco tidak bicara banyak, semua detail percakapannya ia dapat dari Narcissa.

"Intinya, Draco terpaksa meninggalkanmu, Granger. Pria bodoh itu berusaha melindungimu," ucap Blaise mengakhiri ceritanya. Hermione menghela napas panjang. 

"Ya, dia memang benar-benar bodoh. Aku bahkan membantu Harry mengalahkan Voldemort. Bisanya dia berpikir Lucius dapat membunuhku dengan mudah? Idiot itu benar-benar," gerutu Hermione kesal. Ia merasa sangat kesal sekarang. 

"Nah, karena kau sudah mengerti, tugasku sudah selesai," ucap Blaise seraya berbalik menuju pintu.

"Jangan lupa pernihakannya besok!" serunya sebelum benar-benar keluar. 

***

"Apa kau mau mengasingkan diri denganku sekarang? Kau sudah menuruti Lucius dengan menikahi Astoria, kan?"

Draco sangat terkejut, Hermione tahu.

"Hermione?" panggil Draco tak yakin. Hermione hanya menatap Draco, tak berniat menjawab.

"Kau- Aku-"

Tawa Hermione pecah. Terakhir kali ia mendengar Draco terbata seperti ini adalah saat lelaki itu pertama kali mengajaknya berkencan. Draco menatap Hermione kesal.

"Apa maksudmu?" tuntut Draco. Hermione mengedikkan bahunya.

"Aku rasa aku sudah menyampaikan maksudku dengan sangat jelas," jawabnya. Draco menghela napas. 

"Apa kau mabuk?" tanya Draco. Hermione balas menatap Draco kesal.

"Apa aku terlihat mabuk?" Hermione balas bertanya. 

"Apa kau menyadari kata-katamu sejak tadi?" tanya Draco lagi. Hermione mendengus.

"Kau benar-benar menganggapku mabuk?" gerutu Hermione.

"Kau tidak?"

Hermione menghela napas.

"Baiklah aku bercanda," ucap Hermione akhirnya. Ia tersenyum nakal walaupun jauh di dalam, rasa sakit kembali menyayat hatinya. Namun, setidaknya ia tahu Draco merasakan hal yang sama. Ia dapat menangkap kilatan rasa sakit di mata Draco.

"Itu tidak lucu, kau tahu?" tuntut Draco. Hermione menatap Draco dalam.

"Maaf. Kau tahu aku benar-benar ingin melakukan itu."

Draco kembali menghela napas.

"Kau tahu aku juga," aku Draco akhirnya.

"Tapi kita juga tahu kita tidak bisa," lanjut Hermione pedih. Draco mengangguk pelan.

"Greengrass adalah gadis yang baik. Aku tidak bisa menyakiti perasaannya." 

Draco menatap Hermione.

"Aku tidak peduli dengan perasaan Weasel, tapi aku harus menghargainya karena ia temanmu," sahut Draco. Hermione terkekeh pelan.

"Well, sekarang ia sudah menjadi suamiku," balas Hermione pahit. Draco tersenyum getir.

"Ya, benar."

"Kehidupan selanjutnya," ucap Hermione tiba-tiba. Draco menatap Hermione bingung.

"Tunggu aku di kehidupan selanjutnya. Saat itu, aku akan menjadi milikmu. Sekalipun kita berada di kondisi yang sama, kita akan melawan dunia bersama," lanjut Hermione. Draco mengangguk seraya tersenyum.

"Di kehidupan selanjutnya, aku tidak akan pernah melepaskanmu pergi. Kau akan terjebak denganku seumur hidupmu. Persetan dengan ayahku," jawab Draco. Hermione terkekeh.

"Ya, persetan dengan ayahmu."

"Tapi kau juga harus bahagia di kehidupanmu yang ini, Hermione. Aku mau kau bahagia," pinta Draco. Hermione mengangguk.

"Kau juga," jawabnya. Draco mengangkat jari kelingkingnya ke arah Hermione. Hermione tersenyum, kelingking mereka bertaut.

"Promise?"

"Promise."

-Fin-

___________________________________________

[A/N] INI HAPPY ENDING OK. Mereka udah janji bakal bahagia jadi ini happy ending. Nanti kalo ada next life mereka baru beneran kawin lari ok. Btw ini pendek karena sebenernya ini oneshot yang dibagi dua(?) wkwkwk. Aku ga sempet nulis langsung sampe ending kemaren, jadi biar ada update aku tulis setengah dulu hehe. 


Le Scénario (Dramione Oneshots)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang