Kalung Opal

1.3K 233 46
                                    

Sesuai yang telah diramalkan oleh Hermione sebelumnya, jam-jam bebas kelas enam bukanlah waktu santai menyenangkan seperti yang diharapkan oleh Ron. Kami belajar seakan ada ujian setiap hari, pelajaran-pelajarannya sendiri semakin lama semakin sulit dan mantra-mantra non verbal tidak hanya diharapkan di kelas PTIH, melainkan di pelajaran Transfigurasi dan mantra. Ditambah aku harus mengejar ketertinggalanku selama sakit kemarin, ini membuat beban tugasku bertambah dua kali lipat dibanding mereka bertiga. Tetapi itu bukan masalah besar, setidaknya semua tugas ini berhasil mengalihkan pikiranku dari Draco dan aku tidak perlu takut akan berpapasan dengannya saat berjalan di koridor, karena sebagian besar waktuku dihabiskan di perpustakaan bersama Hermione.

“Oh jangan gunakan buku itu. Kau tidak akan menemukan jawabannya di sana.” Kata Hermione, yang baru kembali setelah menghilang entah kemana. “Ini, gunakan buku yang satu ini.” Ia menyodorkan buku yang sangat tebal berjudulkan ‘Tantangan dalam Mantra’.

“Well... terima kasih.” Aku menyunggingkan seutas senyum dan mengambil buku itu dari tangannya. “Kau habis dari mana?”

Hermione menjatuhkan dirinya ke atas kursi di sebelahku, bersandar sambil menghela napas berat. “Area terlarang.” Ucapnya lirih, aku tidak terkejut lagi mendengarnya pergi ke sana tanpa mengantongi izin dari setidaknya salah seorang Profesor. “Aku mencari informasi tentang Pangeran berdarah campuran. Kau tau kan? Pemilik lama buku yang dibawa Harry.” Lanjutnya.

“Dan bagaimana hasilnya?” Kini aku mencurahkan seluruh perhatianku pada Hermione, mengabaikan tugas mantra yang baru kukerjakan separuhnya.

Ia menggeleng, tampak frustasi. “Aku tidak bisa menemukannya... atau mungkin belum.”

“Kurasa, kau harus merelakan Harry menjadi murid terbaik di kelas Ramuan.”

Hermione menegakkan tubuhnya, menatapku tajam. “Apa kau tidak curiga dengan si pangeran ini?"

“Tidak?” Jawabku, agak ragu karena pengaruh tatapan tajamnya seolah memaksaku untuk berpikiran yang sama dengannya. “Mungkin si pangeran ini hanya salah satu murid terpandai di kelas ramuan dulu, dan kebetulan ia meninggalkan bukunya. Maksudku, aku bisa memahaminya karena aku juga suka menulis sedikit catatan tambahan di buku pelajaranku.”

“Kau mencoret-coret bukumu?!” Pekiknya tertahan, tampak tidak percaya. Namun tak lama, ia langsung mengubah ekspresinya. “Oh sudahlah, lupakan saja.” Ia sedikit memajukan tubuhnya mendekatiku. “Masalahnya si Pangeran ini punya hobi menciptakan mantra-mantra hitam.” Bisiknya.

“Okay.” Aku mendorong pelan tubuhnya agar ia kembali duduk dalam posisi yang benar. “Ya, kukira, dia pasti seorang Slytherin.”

“Atau Ravenclaw?” Tukasnya.

Aku mendengus. “Tidak mungkin.” 

“Bagaimana jika mungkin? Kita semua tahu Ravenclaw suka sekali menciptakan mantra-mantra baru.”

“Mereka memang licik dan jahat tapi mereka tidak bodoh Hermione. Kalau mereka mau, mereka bisa secerdas Ravenclaw. Lagi pula siapa yang bisa terobsesi dengan ilmu hitam selain Slytherin?” Aku kembali memfokuskan diri pada tugas mantra, tidak mau melanjutkannya lagi. Karena ini hanya membuatku teringat kembali padanya.

“Apa yang kubilang, mereka pasti ada di sini.” Sahut sebuah suara dan kami sama-sama mendongak untuk mencaritahu siapa pemiliknya, yang tak lain tak bukan adalah Ron. “Merlin! Ini akhir pekan, berhentilah belajar.” Lanjutnya, mulai frustasi.

“Ayo kita ke three broomsticks.” Ajak Harry.

Aku dan Hermione saling bertukar pandang sebelum akhirnya mengangguk, menyetujui. Kami terlebih dahulu membereskan barang-barang dari atas meja lalu memasukannya ke dalam salah satu deretan loker yang menjulang di sebelah pintu masuk. Menyimpannya di sana untuk sementara waktu supaya kami tidak perlu bolak-balik ke asrama hanya untuk mengambil tugas-tugas kami.

Belongs To MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang