Feather IX - Mine

2.7K 323 63
                                    

"Kamu tidak sarapan dulu, Seojun?"

Seojun hanya mengecup kening ibunya sebagai jawaban, melangkah keluar terburu-buru dari rumahnya. "Tidak usah, tidak sempat."

Jam sudah menunjukkan angka yang membahayakan. Dua puluh menit lagi sekolah sudah akan dimulai. Seojun tidak ada waktu sekedar untuk mengkonsumsi roti dan susu. Dia harus bergegas atau dia akan kena hukuman yang tidak perlu.

"Hari ini bawa motor lagi?" Tanya ibunya, sedikit dengan pandangan tidak setuju.

"Biar cepat." Seojun berkilah, meraih kunci motornya dan bergegas mengambil helm. Tergesa-gesa ia memakai sepatu, mengutuki Suho yang berhasil buat dia tidak bisa tidur sampai subuh hingga akhirnya bangun terlambat begini.

"Dasar muka tembok... muka tembok..." Seojun meracau sendiri sambil susah payah membuka pintu depan rumahnya. Ia sudah memasang helm ke kepalanya, bersiap naik ke atas motor dan mengebut ke sekolah...

...namun matanya menangkap sebuah mobil yang sudah diparkir lebih dahulu di depan rumahnya. Seojun memperlambat langkahnya, lalu serta-merta membuka penutup helm-nya untuk memastikan ulang siapa yang sedang mermarkirkan mobil mereka di depan rumahnya itu.

"Kalau kamu perginya mepet seperti ini terus, kurasa aku bisa mati muda."

Seojun mengerjap saat jendela mobil itu diturunkan, dan Suho sedang memandanginya dari dalam.

"Cepat masuk."

Perintah itu membuat Seojun tersadar, lalu sambil mendesah ia melepaskan helmnya, meletakannya asal di salah satu kursi dekat pintu keluar dan menghampiri mobil Suho. Ia membuka pintu, menampakkan wajahnya yang pura-pura cuek, lalu mendudukkan diri di samping Suho.

"Ternyata... dijemput beneran nih?" Seojun sengaja memelankan suaranya dalam bentuk gumaman, sedikit malu dan juga salah tingkah diperlakukan seperti ini oleh Suho.

"Iya."

Seojun melirik Suho lagi. "...memangnya kamu tidak perlu menjemput Jukyung?"

"Tidak perlu." Suho menjawab lagi dengan datar. "Dia bisa pergi sendiri, tidak seperti kamu yang sudah sebesar ini saja masih bangun kesiangan."

Rasanya Seojun seperti dijatuhi beban 5 kilo mendengar kritikan Suho yang sialnya benar itu. Pemuda itu pura-pura mendecak, memangku kakinya dengan gaya sengak. "Ya sudah, tunggu apa lagi? Ayo jalan."

Suho gentian melirik Seojun, sebelum kemudian mulai menjalankan mobilnya. "Buka dashboard-nya."

Seojun menaikkan alis, memandang Suho dengan penuh tanda tanya, namun serta merta akhirnya menuruti permintaan si muka tembok itu. Begitu ia membuka dashboard, tampaklah sebuah kantung kertas.

"Buat kamu." Suho melanjutkan dengan mata masih memandangi jalanan. "Pasti belum sarapan, kan?"

Seojun menatap Suho dengan tatapan sedikit kaget. Perlahan rona merah menjalar di wajahnya. Ia meraih kantong kertas itu untuk mengintip isinya, dan menjumpai sandwich dan susu kesukaan Seojun ada di dalam situ.

Aduh.

Jadi makin malu.

Seojun berdehem, meraih susu maupun sandwich itu dengan salah tingkah level dua. Jemarinya memeluk kedua benda itu ke perutnya, mengerjapkan mata berkali-kali. Sejak kapan si muka tembok jadi se- sweet ini?

Ah.

Tapi mungkin itu karena kejadian semalam.

Seojun akhirnya membuka bungkus rotinya itu dan memakannya. Dari gigitan pertama saja, Seojun sudah mau meninggal karena senang. Memang brand roti yang Suho belikan itu kesukaannya sejak dulu. Seojun selalu menyempatkan diri membelinya saat ia mampir ke toko roti itu, dan Suho sendiri memang tau Seojun sangat suka sandwich dari tempat mereka.

Heather's Feather ✔️Where stories live. Discover now