Семь ; Regen

406 66 15
                                    

"Sialan! Jangan lari!"

Itu adalah kalimat terakhir yang ia dengar dari pemilik kedai. Tepat sebelum seseorang mengenggam erat pergelangan tangannya dan menyeretnya keluar dari kedai tersebut. Armin menoleh pada seseorang yang masih mengenggam pergelangan tangannya dan menyeretnya berlari menerobos kerumunan. Tidak salah lagi.

"A-Annie??!" pekik Armin. Annie tak menggagas sambil tetap berlari menariknya menuju suatu tempat.

Mereka menyebrang lalu berbelok ke arah barat. Langkah mereka tak secepat sebelumnya. Armin mengamati bangunan di sekitar dengan napas terengah-engah. Tidak asing, rasanya ia pernah sekali kesini sebelumnya. Jalanan sedikit lebih lenggang dibanding dengan yang barusan mereka lalui. 

Terdapat bangku-bangku pada tiap luar bangunan. Serta lampu jalan dua cabang yang tak asing pula di matanya. Annie melepas genggamannya perlahan lalu berhenti sejenak sebelum pada akhirnya mendudukkan diri pada salah satu bangku. Kini Armin mengingatnya, ini adalah tempat 'kejadian' malam itu. Tempat pertama kali ia bertemu dengan Annie. 

"Bodoh." 

"E-Eeh?"

Annie menepuk bangku kosong di sebelahnya. "Mau sampai kapan kau berdiri disana?" tanyanya dengan nada dingin. Armin mengangguk kaku kemudian duduk di sebelahnya. Menyisakan jarak beberapa senti di antara mereka.

Kepalanya tertunduk ke bawah. Mengamati paper bag berisi makanan–Roti kulit tipis. Perutnya kembali keroncongan saat menghirup aroma luar biasa lezat tersebut. Armin menoleh pada Annie yang masih terengah-engah mengatur napasnya setelah berlari. Menyeka keringat pada lehernya dengan kerah blouse putih yang ia kenakan.

"Aneh. Dia tetap cantik walau kelelahan seperti itu,"  batinnya. Armin buru-buru mengalihkan pandangan ketika Annie menoleh padanya.

Oh astaga, sejak kapan dia suka memuji orang lain cantik? Maksudku, dia memang sering memuji orang lain seperti ; hebat, luar biasa, dan menakjubkan, tetapi baru kali ini ia memuji gadis itu cantik — setelah ibunya. Bahkan Mikasa belum pernah ia puji cantik walau bisa dibilang gadis itu adalah bunga desa se-antero Distrik Shiganshina. 

"C-Cantik ..."

Wajahnya kini bersemu merah. Sial! Armin merutuki dirinya sendiri yang tak sengaja keceplosan. Siapa pun tolong masukkan dia ke dalam karung sekarang juga sebelum gadis itu mendengarnya!

"Apa?" 

"TI-TIDAK! MAAFKAN AKU!" Armin refleks berteriak.

Reaksi tak terduga itu membuat Annie mengernyitkan dahi. Ekspresi bingung tercetak jelas di sana. Armin menutup mulutnya ketika sadar bahwa ia terlalu keras.

"Ma-Maksudku awan-awan itu sangat cantik!" tunjuknya pada awan kelabu yang tak cantik sama sekali.

"Hah?" 

"L-Lupakan!"

Kemudian suasana canggung menyelimuti keduanya. Ditambah dengan helaan napas pasrah dari perempuan tersebut membuatnya semakin gugup dan merasa bersalah.

Armin menunduk mengamati roti dalam plastik tersebut. Asap panas dari roti tersebut tak sebanyak sebelumnya. Perut kecilnya berbunyi untuk kesekian kali. Dia harus segera memakannya sebelum roti itu dingin.

Tapi ... apakah dia boleh memakannya?

Walau ia telah membayarnya dengan uang asing atau kuno yang tak berlaku di Marley, apakah boleh?

Jika tidak, itu berarti sama saja dia mencuri kan?

"Hey!"

Suara itu berasal dari Annie. Lantas ia menoleh pada gadis itu yang tengah memegang roti. Sontak ia menyodorkan roti itu padanya.

Paradise ; AruaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang