1.Telat

32 7 8
                                    

Di pagi yang cerah ini, lapangan sekolah SMA Adi Jaya sudah penuh oleh siswa-siswinya kelas sepuluh untuk mengikuti masa orientasi Pramuka, di bumi perkemahan.

Empat bus telah berjejer rapih, untuk mengangkut semua siswa-siswi yang mengikuti kegiatan di awal tahun pembelajaran ini.

Terhitung sudah tiga puluh menit, bus belum juga berangkat. Adanya keterlambatan seorang siswi membuat keberangkatan diundur tiga puluh menit.

Dari kejauhan, terlihat seorang gadis dengan seragam pramukanya, dan sebuah tas punggung, sedang berlari tergesa menuju arah lapangan SMA Adi Jaya.

Di saat dia tengah memacu larinya, sebuah suara yang menginstruksi membuat gadis itu berhenti dan berbalik badan 180°.

Seorang laki-laki, dengan tubuh tinggi menatap tajam gadis itu dan mengacungkan sebuah kertas formulir untuk daftar keberangkatan peserta MOP.

"Thasya, telat tiga puluh menit. Hukuman, bantu gue urus acara sampai selesai!" titah laki-laki itu.

Thasya syelanovita, gadis dengan rambut dicempol asal, tubuh tidak terlalu tinggi, dan badan ramping. Memiliki wajah yang cantik, gadis itu mengerucutkan bibirnya sambil menerima kertas formulir dan mengisi dengan teliti.

Sedangkan laki-laki tadi masih setia berdiri di hadapan Thasya. "Denger gue ngomong, gak?"

"Iya, Kak Adi," jawab Thasya.

Setelah memberikan kertas itu kepada Adi, Thasya bergegas menuju lapangan untuk berdoa bersama sebelum berangkat, dan mendengar beberapa wejangan dari kepala sekolah.

"Apakah semua sudah lengkap?" tanya sang kepala sekolah lantang, menggunakan mic.

"Sudah, Pak!" Para peserta berteriak dengan semangat.

"Baik, saya hanya akan menyampaikan beberapa pesan saja. Karena Bapak tidak bisa mengikuti kegiatan ini dan memantau kalian, Bapak hanya ingin berpesan, jaga sikap kalian selama ada di sana. Sudah itu saja, terima kasih." Pesan kepala sekolah, dan dijawabi dengan kata siap oleh para peserta.

Setelah kepala sekolah meninggalkan lapangan, para peserta dipersilakan untuk menata barang dan segera naik ke dalam bus.

Thasya yang ingin naik ke dalam bus tiba-tiba ditarik ke belakang oleh seseorang. Dengan kesal, ia menepis tangan itu dengan keras hingga ia terlepas.

"Lo, asisten gue, ikut gue!" perintah Adi.

Ya, orang yang menarik Thasya adalah Adi, seorang laki-laki yang memiliki tanggung jawab untuk keberlangsungan kegiatan ini. Dia adalah ketua dewan ambala angkatan 2020/2021. Adi orang yang selalu menginginkan sesuatu yang sempurna, entah itu dalam segi kegiatan ataupun sikap.

"Tapi, gue kan dapet tempat di sini," tolak Thasya.

"Udah gue bilangin, ikut!"

Thasya hanya mengangguk dengan perintah Adi, dan mengekori kemana perginya laki-laki itu. Mereka berdua masuk ke bus 3. Setiap bus dibagi beberapa panitia, untuk mengondisikan ketertiban selama di perjalanan.

Adi menarik tangan Thasya untuk duduk di pojok kiri paling belakang. Tempat yang berderet hanya panitia saja, membuat Thasya merasa canggung.

Bus mulai melaju, keadaan juga terkendali. Suara bisik-bisik gadis di depannya membuat Thasya penasaran dengan apa yang menjadi topik pembicaraan mereka.

"Tempat itu, katanya angker," ucap gadis yang tidak Thasya ketahui namanya.

"Iyo, Sar, katanya di sana banyak yang jaga," timpal gadis yang satu lagi.

"Yo, mugo ga ono kedadean seng ora dipingini." Gadis yang dipanggil Sar itu menanggapi, sambil berharap.

(Ya, semoga gak ada kejadian yang tidak diinginkan)

Thasya sudah was-was dengan apa yang ia dengar. Ia ingin bertanya langsung kepada Adi, tapi dia tidak seberani itu untuk bertanya langsung.

Berbagai pikiran negatif memenuhi kepala Thasya, hingga gadis itu asik bergulat dengan pikirannya. Terbengong, dan memikirkan kejadian apa yang akan terjadi di bumi perkemahan itu.

"Hei!" Adi memanggil Thasya, tapi panggilan itu dihiraukan oleh sang punya nama. Masih asik melamun.

Beberapa kali Adi memanggil, hasilnya tetap sama. Gadis di sampingnya itu masih melamun dengan asiknya. Hingga dengan kesal, Adi mencubit tangan kanan Thasya dengan sedikit kencang, hingga sang empu tersadar dari lamunannya yang panjang.

"Auh... apaan sih, Kak!" pekik Thasya kaget, sekaligus ketakutan.

"Telinga buat pajangan?" tanya Adi sarkas.

"Buat garuk rambut," jawab Thasya kesal.

"Cek, yang lain!" Adi memberikan sebuah lembaran kertas berisi data peserta di bus 3.

Dengan terpaksa, Thasya berdiri dan berjalan menuju bagian depan samping supir bus.

"Perhatian semua, kalian gue absen dulu, ya," ucap Thasya sambil memamerkan senyum manisnya.

"Kok dia, sih?"

"Dia bukanya masih peserta, ya?"

"Kok bisa dia yang absen?"

"Bening ini!"

"Sikat, Al. Gebet aja udah!"

"Gebet bisa, nih."

"Cewek, kok ada di sini?"

Bisikan dan celetukan diberikan beberapa orang kepada Thasya, maupun itu laki-laki atau perempuan.

Tidak hanya sekali atau dua kali, peserta yang berani menggombal dan berceletuk untuk mengganggu Thasya selama proses absensi.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Thasya kembali duduk di samping Adi kembali.

"Gue tau, lu kepo dengan tempat yang mau dibuat MOP, 'kan." Adi berucap saat Thasya telah duduk dengan sempurna di sampingnya.

Thasya dibuat cengo dengan apa yang dia dengar, memikirkan dari mana Adi tau tentang masalah itu.

"Tempatnya di tengah hutan belantara, jangan bilang ke siapa pun!"

Bagai disetrum dengan aliran listrik yang tinggi, tubuh Thasya seketika meremang. Pasalnya, ini kali pertama dia mengikuti perkemahan di luar area sekolah.

Situasi itu benar-benar seperti petaka baginya. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, dia hanya bisa pasrah. Bahkan, bayangan tentang tempat angker yang dikatakan oleh kedua gadis yang duduk di depannya tidak begitu menakutkan. Beda dengan apa yang dikatakan Adi barusan, pikiran tentang adanya binatang buas dan berbagai jenis sesuatu yang ada di hutan tanpa penerangan.

"B... beneran?" tanya Thasya ragu.

Afi mendengus kesal dengan pertanyaan bodoh dari adik kelas yang ada di sampingnya itu.

"Apa muka gue, seperti sedang bohong?" tanya Adi penuh penekanan.

Dengan bodohnya, Thasya meneliti setiap inci wajah Adi. Hingga membuat laki-laki itu risih dan mengumpat sendiri.

Thasya semakin bingung, cemas, dan takut. Pasalnya tidak ada tanda-tanda kebohongan hang ada di manik mata dan raut wajah Adi. Semua terlihat natural dan tidak menyembunyikan sesuatu.

Merasa lelah dengan semua yang ada di pikirannya, Thasya memutuskan untuk tidur. Perjalanan masih jauh, dan badannya sudah terasa capek.

Secara tidak sadar, Thasya menyandarkan kepalanya ke pundak Adi. Adi hanya diam tidak merespon apa yang Thasya lakukan, Adi tau ada kesedihan yang gadis itu sembunyikan. Tidak semua orang tahu akan hal itu, menyembunyikan semua luka di balik senyum dan tawa yang renyah dan senyum yang tidak pernah luntur.

Are You A Ghost? (Proses Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang