Sepuluh: We Must Kill Him

Start from the beginning
                                    

"Reiner," Connie merangkul orang itu dengan gemetar. "Kau, Annie, Bertholdt.. Itu pasti sakit sekali."

"Kami tahu itu sudah menjadi dosa yang tak bisa di ampuni, bahkan walau kita berhasil, kita tak akan bisa memaafkan diri kita sendiri. Meski begitu, setidaknya, kita sudah berusaha menyelamatkan umat manusia yang lain." Reiner tertunduk.

"Kita tak bisa menyalahkanmu, karena kita ini pada dasarnya sama saja. Kita juga membunuh demi menyelamatkan yang lain." (Y/N) menyeringai pada Erwin. "Kita tak bisa menebus dosa besar kita, tapi kita harus tetap berusaha. Dengan.. Mengorbankan semuanya. Bukan begitu?"

"Ya."

"Sama saja.. Itu seperti yang dikatakan Eren kepadaku saat kalian membantai Liberio."

"Hm?"

"Aku rasa aku memahami maksud Eren." Reiner menghela napas. "Mungkin saja Eren.. Ingin kita menghentikan dirinya."

"Apa maksudmu?"

"Aku juga berpikir seperti itu." Ujar Armin. "Eren bisa mempengaruhi semua Eldian dan Titan, tapi kita masih bisa memakai Titan kita.."

"Jadi, apa mungkin Eren sengaja menghiraukan kita?"

"Ya, dia.. Seperti sedang menguji kita."

"Eren—"

***

Sebuah dunia baru tiba-tiba mewujud di sekeliling mereka, membentuk sebuah padang pasir— Pemandangan yang tak dapat dijelaskan. Pemandangan yang persis seperti saat Eren menyatakan dirinya ingin menghancurkan dunia.

"Lagi?"

"Eren! Tolong dengarlah!" Armin berteriak, saking kencangnya hingga membuat tenggorokan (Y/N) ikut terasa ngilu. "Berhentilah sekarang juga! Tak akan ada yang menyentuh Paradis lagi setelah ini! Kau sudah menunjukkan banyak Terror dan kehancuran!"

"Eren! Kumohon serahkan sisanya pada kami!" Jerit Jean, berusaha membantu. "Kamilah yang salah, kami sudah mendorongmu hingga ke titik ini!"

"Eren." Mikasa merendahkan suaranya. "Aku ingin berbagi beban yang sama denganmu. Aku melakukan kejahatan yang sama denganmu. Jadi, tolong berhentilah menghiraukan kami. Kembalilah."

"Oi, katakan sesuatu." Gertak Levi.

(Y/N) dan Erwin melipat kedua lengan. Mengamati dalam hening, para rekannya sibuk membujuk Eren, beberapa dari mereka menangis sampai terlihat seperti orang bodoh— Yah, mungkin itu wajar.

AKU TAK BISA MENGHENTIKAN GETARANNYA.

"Huh?" Armin memelotot begitu suara Eren terdengar hingga menggema di sekeliling mereka.

AKU TAK BISA MEMPERTARUHKAN MASA DEPAN PARADIS. AKU AKAN TERUS BERGERAK MAJU.

"Apa maksudmu tak bisa?! Kau tak percaya pada kami?!" Teriak Jean, berusaha menghampiri sosok Eren kecil yang berdiri di ujung pandangan mereka.

"Kita selalu bersama, aku tak mau kita menjadi jauh— Eren! Kau harus—"

AKU MEREBUT KEBEBASAN DUNIA DEMI KEBEBASANKU SENDIRI. TAPI AKU TAK AKAN MEREBUT KEBEBASAN KALIAN. KALIAN BEBAS.

KEBEBASAN KALIAN UNTUK MENYELAMATKAN DUNIA. KEBEBASAN KALIAN UNTUK TERUS BERJALAN KEDEPAN. JIKA TAK ADA YANG MENGALAH.. KITA PASTI AKAN SALING BERTABRAKAN. HANYA ADA SATU PILIHAN UNTUK BERTARUNG.

"Jadi.. Kenapa kau membawa kita ke sini?" Suara Armin mengecil dan dia mulai menyerah dengan langkahnya. Semua orang ternganga— Tidak mempercayai pendengarannya.

UNTUK MEMBERI TAHU KALIAN, KALAU KITA TIDAK PERLU BICARA. SATU-SATUNYA CARA UNTUK MENGHENTIKANKU ADALAH DENGAN MENGAKHIRI HIDUPKU, DAN KALIAN BEBAS UNTUK MELAKUKANNYA.

***

Penglihatan mereka kembali pada semula. Onyankopon meneriaki mereka. Bertanya-tanya tentang apa yang terjadi, dan kenapa semuanya diam. Dia bukan orang Eldia— Mereka baru ingat.

"Sudah tidak bisa bernegosiasi, sekarang apa?" Levi menyikut Erwin.

"Kita akan melawannya." Tegas Erwin, matanya membakar Mikasa hingga ke tempatnya berdiri. "Sudah cukup basa basinya. Kita akan bertarung. Kita akan membunuh Eren Yeager."

"Kita sudah sampai— Siapkan kapal udaranya sebelum Eren tiba." Kata Azumabito.

(Y/N) mengawasi Mikasa sembari berjalan melaluinya. Sekujur tubuh anak itu gemetar, wajahnya pucat seolah dia sedang tercekik. "Aku tak bisa membantumu, Mikasa."

I'll Remember You: Beginning of the EndWhere stories live. Discover now