TIGA BELAS

39.9K 847 9
                                    



    Keberhasilan perceraian Sania yang mulus dan kejutan Sania dengan mengumumkan pernikahannya dengan Nik, membuat seluruh karyawan terperangah. Tapi Nik telah mengantisipasi dengan mundurnya dari dari bank yang di pimpin oleh Irene dan memasuki sebuah bank, yang merupakan tetangga dekat bank tersebut. 

         Irene sendiri merasa senang, terdorong untuk melakukan hal yang sama, karena menyangkut kebahagiaan yang utuh. Ia pun menemui mertuanya dan menceritakan kegelisahan hidupnya. Menceritakan ketidak bahagiaannya. Sang mertua yang sudah menganggap Irene lebih dari sekedar menantu bahkan sudah menganggapnya seperti anak sendiri, tak urung terkejut juga. 

        "Apa sudah kau pikirkan baik-baik, Irene...." 

        "Sudah, Pa. saya tak mungkin betah begini terus. Tapi ijinkan saya tetap bekerja di bank itu, meski saya bukan menantu Papa dan Mama lagi. Saya sudah terlanjur menggantungkan hidup saya disana...!" 

        "Papa sih justru keberatan kalau kau keluar dari bank itu. Perusahaan yang di pimpin Pras kurang bagus perkembangannya. Pras kurang serius menangani perusahaannya. Ia memang memetingkan diri sendiri. Itulah sebabnya, aku dan Mamanya Pras tak memberitahukan kepemilikan saham itu. Bahkan aku akan menghibahkan sahamku sebagian untuk kedua anakmu, dank au sebagai walinya. Namun tetaplah itu kau pimpin. Aku sudah senang melihat perkembangannya. Bahkan aku bermaksud menyerahkan sebuah perusahaan yang lain, kalau kau tak bercerai dengan Pras. Saying sekali memang...." 

        "Tidak usah, Pa. cukup aku kerja saja di bank itu, sudah biasa menghidupi Rafael dan Yuna. Asal jangan dikeluarkan, aku dan kedua anakku menaruhkan hidup disana...." 

        "Tenanglah Irene, kau bekerja disana sukup baik, dan cukup menguntungkan aku. Lagipula Pras kan enggak tahu kalau bank itu milikku. Kita akan segera membicarakan pengalihan saham, agar masa depan Rafael dan Yuna terjamin. Aku sih tak keberatan kau bercerai dengan Pras, asala kau menganggapku sebagai orang tuamu sendiri...!" 

        "Ya, Pa. Bantulah aku menemui kebahagiaanmu..." 

        "Aku memahamimu. Bagaimana, Ma?" 

        "Pras yang keterlaluan. Mana bisa Irene bahagia dengan caranya itu. Irene kan sudah membuktikan diri sebagai istri setia selama tujuh tahun, kalau Irene sekarang bilang tak bahagia, aku sebetulnya sudah menduganya. Ya, sebaiknya kita dengan Irene saja yang tidak terputus. Bagaimana Irene....." 

        "Papa dan Mama sudah saya anggap orang tua sendiri. Hanya saja, saya tak bisa menikmati kebahagiaan ini. Saya sudah coba, tetapi saya malah makin tersiksa. Makin menderita. Maka dengan berat hati, saya mengajukan cerai. Saya harap Papa turun tangan, demi masa depan saya dan anak saya. Kasihan mereka, jika kelak hanya merasa bagian dari ayahnya yang jarang pulang karena memikirkan keluarga yang lain." 

        "Aku akan bicara dengan Pras....!" 

        "Sungguh Pa?" 

        "Kau tenanglah, bekerjalah dengan baik. Kembangkanlah bank itu sebaik mungkin agar bisa untuk pegangan anak-anakmu di hari nanti. Aku dan Mamanya Pras sih sudah tua, sudah tak berharap apa-apa, kecuali menikmati hari tua nanati. Makanya, aku akan mengalihkan sahamku kepada Rafael, sebelum nantinya Pras tahu semua, dan anak Adel iri....!" 

        "Mereka kan sudah dapat perusahaan Pa...!" 

        "Ya, tapi Pras kurang bisa mengelola, tampaknya terancam kesulitan. Kalau kelak Pras mengajukan pinjaman ke bank itu, janganlah kau beri, aku tak yakin ia bisa mengembalikan..." 

        "Dengan cara apa membantunya, Pa?" 

        "Yah, bisa macam-macam...." 

Gairah... Istri PertamaOnde as histórias ganham vida. Descobre agora