TOILET

528 121 74
                                    

Jakarta, Maret 2014

Terlambat :

Tidak pernah terpikirkan dalam benak Rehan untuk masuk sekolah lebih awal. Selalu saja, laki-laki itu terlambat. Bukan hal yang menjadi pikiran dan membuatnya panik setengah mati, kalau-kalau gerbang segera ditutup di pukul tujuh pagi. Yang ada, laki-laki itu lebih memilih santai dan masuk ke sekolah seenaknya. Hukuman sudah menjadi sarapan dan mendarah daging di hidupnya. Pikirnya, sebuah hukuman itu tantangan untuk dijalankan bukan untuk dihindarkan.

Waktu menunjukkan pukul delapan tepat. Rehan dengan santainya mendekati gerbang dengan motor Trail miliknya. Bukannya menghindari pos satpam, yang ada Rehan malah mendekat dan menemui langsung Pak Indra--satpam sekolah yang terkenal sangar namun gampang sekali terpengaruh dengan alasan yang kadang-kadang tidak masuk akal.

"Eh, mau kemana ini? Kebiasaan ya kamu. Ini jam berapa? Sekalian aja nggak usah sekolah!" Pak Indra berdiri di hadapan gerbang dengan melipatkan kedua tangannya di depan dada. Raut wajah sangar, mengernyit dan kumis yang tebal menjadi ciri khas Pak Indra.

Rehan menghela napas pasrah dan membuka helm full face-nya. Laki-laki itu menatap Pak Indra dengan tatapan sendu. "Maaf, Pak. Saya habis anterin Mama ke pasar. Kasihan, kalau sendiri Mama saya nggak tahu jalan pulang. Tadi pagi saya anterin dan saya tungguin. Kalau Mama saya kesasar gimana, Pak? Saya nggak mau kalau Mama diculik."

"Kan ada angkutan umum!"

"Mama saya punya riwayat penyakit Alzheimer. Bapak tahu, nggak?"

Pak Indra menggeleng.

"Alzheimer itu gangguan yang menyebabkan penurunan daya ingat dan berpikir. Jadi, Mama saya kadang suka lupa kalau pergi kemana-mana ... lupa jalan pulang. Sebagai anak yang baik, saya nungguin Mama belanja ... gini deh, Bapak emang bakalan tega kalau lihat orang tua Bapak kesasar dan luntang-lantung di jalanan?"

"Ya--ya nggak tega. Tapi--"

"Makanya, izinin saya masuk, Pak. Demi Mama saya."

Pak Indra menghela napas dan terdiam sejenak, menatap Rehan dengan intens dan mencari kebenaran dari raut wajahnya. Sepertinya, tidak ada kebohongan dari raut wajah Rehan. Pak Indra mengangguk, membuka gerbang untuk Rehan masuk.

"Ya sudah, demi Mama kamu ... eh maksudnya demi kamu sekolah dan belajar. Jangan lagi-lagi kamu telat!"

Sepertinya Gad sang Dewa keberuntungan sedang berpihak pada Rehan kali ini. Dia menyunggingkan senyumnya dan mengangguk, "Siap, Pak. Laksanakan! Terima kasih."

Benar bukan? Hanya dengan alasan yang sangat tidak masuk akal, Pak Indra mengizinkan Rehan untuk masuk. Padahal, sudah sangat jelas, di waktu yang tertera sudah sangat terlambat sekali dan sangat tidak memungkinkan untuk setiap murid bisa lolos masuk ke sekolah begitu saja.

***

Sudah satu jam pelajaran berlangsung di kelas XI-1, kelas Rehan. Kebetulan, pelajaran yang berlangsung pelajaran Kimia, pelajaran yang sangat membosankan bagi sebagian murid di kelas. Harus menghafalkan berbagai macam rumus yang bikin kepala pusing tujuh keliling.

"Sudah satu jam Rehan tidak ada dan tidak mengabari. Selalu saja anak itu tidak masuk setiap pelajaran saya!" Semua murid terdiam, tidak ada yang berani menjawab. Pasalnya, Bu Ida terkenal sangat sangar dan galak dibandingkan Guru lainnya. Bu Ida tidak segan menghukum murid yang tidak taat aturan.

Terima Kasih, REHAN (ON GOING)Where stories live. Discover now