"Semalem. Yang berisik banget siapa?"
"ERLAAAAAN!!! udah diem deh!"
***
Mama Erlan menyambut mereka dengan baik. Bahkan ia menciumi Bella berkali-kali dan mengatakan sangat rindu dengan anaknya setelah beberapa bulan tidak bertemu. Setelah itu, ia menyuruh Erlan dan Bella duduk di meja ruang tengah. Dimana semua keluarga Erlan berkumpul. Bella belum terlalu mengenal baik tentang keluarga Erlan. Oleh sebab itu, sedari tadi Bella mencoba bersikap sangat sopan. Bersalaman dan berkenalan.
Dihadapannya ada Eja dan Tio. Mereka berdua melempar senyum pada Bella. Begitupun dengan istri-istrinya. Lalu salah satu dari mereka ada yang bertanya, "Gimana kabarnya, Bel?"
"Aku baik, Mbak."
"Gimana, udah isi?" Dengan senyum sumir Bella menggeleng. Lantas menatap Erlan lamat-lamat. "Belum, Mbak. Aku sama Bella masih mau fokus dulu sama kegiatan masing-masing, apalagi Bella masih kuliah. Kita nunggu waktu yang baik nantinya. Lagipula, kita mau nikmatin masa-masa pacaran dulu. Ya nggak, Bel?"
Bella merespon tanggapan Erlan dengan sebuah anggukan. Entah mengapa, hanya ditanya seperti itu, namun sekitika sekujur tubuhnya meremang hebat. Mungkin karena Bella belum pernah dapat pertanyaan ini sebelumnya, dan bahkan belum ada rencana untuk hal ini. Namun, ada sedikit rasa bersalah pada diri Bella. Sebab sudah 1 tahun pernikahannya, namun keduanya belum punya rencana lebih untuk kedepannya akan seperti apa. Yang dikatakan Erlan juga ada betulnya. Akan tetapi, Bella merasa belum sempurna menjadi isteri.
Erlan kembali nautkan jemarinya pada milik Bella. Seolah mengatakan tidak apa-apa, itu hanya hal yang lumrah ke luar dari mulut. "Mau kue cokelat?"
"Enggak. Aku enggak suka coklat."
"Enggak suka atau emang lagi diet?"
Bella berdecak saat lagi-lagi Erlan tahu progam dietnya. Sebetulnya, saat ini Bella tidak diet yang betul-betul diet. Ia hanya menjaga pola makan, dan mengurangi makanan yang banyak mengandung gula. Padahal, Bella adalah pecinta cokelat sejati. Ia hanya bermanipulatif.
Acara berjalan dengan lancar. Mereka menyambutnya dengan suka cita dan hati gembira. Ternyata Analise sangat cantik, seperti apa yang diekspetasikan Bella. Dia tidak terlalu serupa dengan Erlan, hanya bibirnya saja. Anelise benar-benar mirip mendiang Ayahnya. Sedangkan Erlan, lebih ke Mama.
Ketika yang lain sibuk berbincang, Erlan dan Bella hanya diam saja. Padahal, Erlan ini anaknya paling heboh jika mengadakan acara-acara. Namun malam ini, ia hanya menyahut jika ditanya. Selebihnya ia diam saja.
"Lan, gimana proyek kamu?" Tanya Analise.
"Syukur, lancar. Cuman ada beberapa kendala yang lumayan serius. Karyawan sempat banyak yang undur diri."
"Apa masalahnya?"
"Mereka kurang pelatihan. Akhirnya jadi kewalahan yang buat mereka protes besar-besaran. Tapi kabar baiknya, sekarang udah terkendali lagi."
Analise mengangguk. "Berati nggak salah ya Ayah kasih kamu tempat di perusahaan."
"Ya bisa dibilang begitu."
Anelise melirik Bella. Ia lihat Bella dari bawah hingga ke atas. Lalu ia tersenyum. "Istri kamu, Lan? "
"Iya."
YOU ARE READING
Even If You're Not The Only One | Huang Renjun
General Fiction"Setia itu ada atau hanya dusta?" Yang Bella tahu, hati itu hanya ada satu. Maka hanya satu orang lah yang seharusnya berada disana. Namun lagi-lagi Bella egois dan merasa dikhianati, sebab dirinya bukan satu-satunya. "Bukan kamu yang aku mau." ©yla...
2. Ruang Temu Masa Lalu
Start from the beginning
