"Kirana," seseorang memanggil. Buru-buru Kirana menghapus semuanya bekas air yang berada di wajah, kemudian menoleh.

Ia melihat Eza mendekat, lelaki itu memperhatikannya duduk seorang diri. "Belom pulang?"

Kirana tidak menatap, pasti matanya sangat merah. "Nunggu jemputan," ia seperti melihat seseorang yang berbeda.

"Lo sendirian? Dela kemana?" Eza pun juga berucap dengan nada rendah, bukan seperti Eza yang biasa.

"Dela udah pulang," Eza mengangguk pelan,

"Gue mau minta maaf sama lo," Kirana menoleh, belum mengerti apa yang akan Eza katakana. "Karena gue, lo jadi kena masalah,"

Kirana tersenyum tipis, ia paham, memang Eza yang bersih keras untuk memasukannya OSIS dan membuatnya dekat dengan Adrian. Tapi, ini semua dilakukan bukan karena Eza ingin menyakiti, Eza hanya ingin sahabatnya bahagia dengan orang yang tepat.

"Lo engga salah ka," Kirana berusaha menenangkan Eza. "Hanya saja, gue dipertemukan di waktu yang engga salah," wanita itu tersenyum.

"Makasih karena engga membenci gue,"

---

Sepulang sekolah. Adrian menelpon Eza, ia ingin bercerita tentang perasaan nya. Ia tidak ingin hanyut dalam kegelisahan seorang diri tanpa ada solusi.

Tidak ada rapat. Adrian menunggu di rumah, karena di rumahnya seperti biasa, tidak ada orang tuanya, dan Adrian pun adalah anak tunggal. Kalaupun ada, mereka pun juga tidak peduli dengan kehadiran Adrian.

Adrian duduk di bangku kayu panjang bersender di tepi kolam renang. Tatapannya kosong tapi Pikirannya berkeliaran. Berulang kali menghela napas, dengan harap setidaknya bisa sedikit lega di dada.

Ini semua karena Eza. Kalau saja Eza tidak membawa Kirana masuk kedalam kehidupan Adrian pasti tidak akan seperti ini. Disatu sisi ia tidak mau menyalahkan, karena Eza hanya ingin sahabatnya bahagia. Ia sangat tau bagaimana Kehidupan Adrian-keluarga tidak harmonis, percintaan dipaksakan dan tanggungan menjadi ketua OSIS-

"Bro," Eza menepuk Adrian. Adrian menoleh. kemudian duduk disamping.

Baru beberapa detik Eza duduk, dan bahkan belum sempat Adrian mengutamakan. Tiba tiba mamanya datang, menghampiri.

"Adrian," Adrian melihat datar. Ini bukan jam mama pulang kerja, pasti ada yang dibicarakan.

"Kamu sama Oliv berantem?" Tanya mama marah.

Pasti Oliv cerita. "Engga," meskipun ia tau, ia percuma berbicara itu tapi setidaknya ia menolak untuk bercerita.

"Mama sudah bicara dengan wanita itu," Adrian mengerutkan alis. Wanita itu? Siapa? "Mama sudah bilang sama wanita itu untuk tidak macam macam sama kamu," Kirana. Pasti wanita itu yang dimaksud. "Kalau sampai kamu ketahuan berhubungan lagi, mama tidak akan tinggal diam," mama pergi menjauh dengan amarah tersisa.

"Kenapa si mama selalu mengambil semua kendali kehidupan Adrian? Adrian manusia, anak mama, bukan anak binatang," teriak Adrian, sudah tidak tahan. Mamanya tidak berhenti. Adrian harus mengecek keadaan Kirana.

---

Adrian sampai di sekolah. Berlari tergesa gesa. Kirana di depan ruang OSIS sedang mengobrol, matanya berlari menemukan Adrian,

"Vin," Vina menoleh, raut wajah Adrian seperti terburu-buru. "Gua mau bicara sama Kirana," Vina melirik Kirana sebentar lalu berdiri. Ia mengerti, pasti ada sesuatu diantara kedua orang ini.

"Yaudah, gue masuk ya," Vina masuk. Kirana berdiri ragu. Adrian melihatnya dengan tatapan intimidasi.

Tanpa meminta persetujuan, Adrian mengambil lengan kiri Kirana dan membawanya ke parkiran. Mata Kirana berkeliling, Ia tidak mau ada orang yang melihat mereka. Kirana mengibaskan tangannya. "Lu engga liat gua sibuk?" Tanya Kirana sinis. Adrian tidak peduli dengan pertanyaan itu.

KIRANA (COMPLETED)Where stories live. Discover now