3. Get Dejavu

15.5K 2.3K 217
                                    


<•••>


Saat ini ketiga anggota geng bully itu sedang memantai situasi gerbang sekolah dari kejauhan. Jam sudah menunjukan pukul tujuh lebih lima belas menit, artinya mereka sudah terlambat lima belas menit. Para anak Osis sudah berdiri di depan gerbang yang tertutup untuk menghadang siswa telat. Kalau mereka memaksa masuk, pasti nanti mendapat hukuman lagi dari Pak Bambang lagi.

"Gimana nih?" ucap Haris pada temannya.

Mereka saat ini sedang bersembunyi di tembok ujung sekolah, kendaraan mereka parkir di minimarket dekat sekolah. Agar para anak osis yang sedang berjaga tidak tahu jika mereka telat.

"Bolos aja kuy," Dharma menyarankan, namun kedua temannya otomatis menggeleng.

Alega menggeplak kepala Dharma pelan, "Bodoh! Sekarang jadwal di kelas kita pelajarannya si Bambang, lo mau di geret ke ruang kepala sekolah hah?"

"Bener, gue ogah dapet masalah lagi sama tuh guru." Haris mengangguk setuju.

"Yaudah kalo lo berdua mau sekolah silahkan aja, gue bolos." Dharma hendak pergi menuju minimarket tempatnya menaruh kendaraan namun kerah belakang seragamnya langsung di tarik dengan kasar oleh Alega.

"Berani bolos sendiri, gue hajar sampe bibir lo tambah doer." Alega melayangkan tangannya di udara seperti hendak memukul, membuat Dharma hanya menyengir bodoh. Takut dengan pukulan yang super menyakitkan itu.

"Gak usah ribut lo berdua. Mending kita masuk lewat pagar belakang aja, dari pada harus berurusan sama osis sok suci itu." Ucapan Haris yang paling bijak di antara ketiganya dan mendapat anggukan setuju dari kedua temannya.

Ketiga remaja nakal itu lantas pergi ke gerbang belakang, itu adalah satu-satunya cara agar mereka bisa masuk area sekolah tanpa ketahuan oleh anak Osis.

Geng bully itu sekarang sudah berada di pagar belakang sekolah yang lumayan tinggi, ketiganya memikirkan cara untuk masuk karena gerbangnya sudah di gembok secara permanen.

"Panjat?" tanya Dharma pada dua sahabatnya yang di hadiahi anggukan singkat.

"Gue duluan,"

Haris yang paling muda di antara mereka melempar tas sekolahnya terlebih dahulu, setelah tasnya sudah berada di dalam area sekolah dengan perlahan Haris mulai memanjat gerbang. Beberapa menit kemudian berhasil masuk ke dalam area sekolah.

"Sudah cepat naik," suruh Haris dari seberang.

Alega mengambil ancang-ancang untuk naik ke gerbang, tapi Dharma menarik tangannya. "Gue duluan Ga, firasat gue berkata lo pada ninggalin nanti. Atut."

"Jijik Dhar, udah cepet duluan! Percuma badan doang gede, dalemnya kaya tante girang kurang belaian!"

Dharma memutar matanya malas, "Biarin, gue kan emang doyan di belai."

Dharma melempar tasnya terlebih dulu, dan langsung di tangkap oleh Haris. Perlahan Dharma mulai memanjat gerbang, meski sedikit kesusahan namun lelaki itu tetap berhasil memasuki area sekolah.

"Ayo Ega cepat," ucap kedua temannya pada Alega yang masih berada di luar.

Alega mengangguk, dia tidak perlu melempar tasnya dulu karena sudah biasa masuk lewat gerbang belakang. Lelaki itu mulai menaiki gerbang sekolah, namun sial ketika berada di tengah-tengah gerbang yang tinggi sebuah suara teriakan mengagetkan ketiganya.

"Kalian yang memanjat, berhenti disana!"

Ketiganya menoleh, mendapati Addam si ketua Osis sedang berjalan mendekat. Mereka otomatis panik, berurusan dengan Addam sama saja perkaranya seperti berurusan dengan Pak Bambang.

"Ega cepet Ga, ketua oshit dateng!" ucap Dharma.

Alega mengangguk namun sial, sepertinya dewa keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Tali pinggangnya tersangkut di jeruji pagar membuatnya terjebak di sana.

"Sial!" umpat Alega kesal sembari mencoba menarik tali pingangganya yang tersangkut.

"Sorry Ga, kali ini gak ada yang namanya setia kawan dalam pertemanan kita. Gue gak mau kena hukum Pak Bambang, ayo Ris kabur!" Haris dan Dharma berlari memasuki gedung saat sang ketua osis semakin dekat, Alega menggeram dalam hati. Dasar sahabat tidak setia kawan.

"Eh goblok, bukannya bantuin malah kabur lo berdua!"

"Turun!" bentakan itu berasal dari sang ketua osis yang sekarang sudah berada di bawah gerbang belakang sembari bersidekap dada. Tetap setia dengan wajah datar dan tatapan tajam yang ia layangkan pada Alega yang tersangkut seperti orang bodoh di atas sana.

Alega masih tersangkut di atas gerbang dan mencoba melepaskan dirinya perlahan, ya Alega sudah pasrah. Nasi sudah jadi bubur, mau kabur pun sekarang sudah tidak bisa karena ketua osis sialan ini sudah menunggunya di bawah.

"Lo jangan berlagak jadi tarzan, cepat turun sebelum gue lapor pak Bambang."

"Kampret, lo gak liat ini tersangkut! Enak aja gue di katain tarzan!"

Addam berdecak, "Alasan aja!"

Alega mencoba melepaskan tali pinganggnya yang masih tersangkut. Addam yang mulai emosi berjalan mendekat dan dengan kasarnya lelaki itu menarik kaki Alega.

"Anjing!"

"Aduh!"

Tali pinggang Alega yang tersangkut putus begitu saja karena tarikan Addam yang begitu kasar di kakinya, tubuh Alega yang tadi menggelantung di pagar terjatuh begitu saja menimpa Addam yang ada di dekatnya. Keduanya ambruk ke tanah dengan posisi Alega yang menindih badan Addam.

Tatapan keduanya terkunci, manik mata tajam milik Alega menatap lurus ke arah dua bola mata Addam yang begitu indah. Wajah datar yang bisanya selalu Addam pancarkan sekarang terganti dengan raut terkejut dari ketua osis itu, detak jantung keduanya berdetak begitu cepat, waktu terasa terhenti sementara.

Deg!

Dejavu...

Entah ini perasaan Alega saja, atau memang jika di lihat dari dekat seperti ini wajah Addam menjadi begitu menawan. Di posisi ini, Alega merasa bukan pertama kali mereka berada dengan jarak intim seperti ini. Posisi mereka belum berubah, Alega masih menindih badan Addam dan keduanya sama-sama terdiam.

Entah apa yang terjadi membuat Addam hanya diam saja, lelaki itu tidak berusaha menyingkirkan badannya sama sekali. Tubuhnya terasa kaku saat di tatap dengan lekat seperti itu oleh Alega.

Suatu stimulus aneh muncul dari hati Alega, seperti ada beberapa memori yang secara kasar dia ingat dalam benak tapi susah untuk kembali dia dapatkan. Tatapan matanya jatuh bada bibir mengkilat milik Addam yang sedikit terbuka.

Insting aneh tiba-tiba menguasainya, Alega mendekatkan bibirnya pada bibir Addam. Alega mengecup bibir itu, hanya mengecup namun menempel sangat lama.

Dada Addam bergemuruh hebat saat merasakan bibir tebal milik alega, menempel dengan bibirnya. Desiran aneh menyelimuti keduanya, akal tidak bisa berkerja sekarang, otak terasa buntu saat mendapat sentuhan ini. Perlahan namun pasti Alega menggerakan bibirnya, melumat halus bibir bawah Addam.

Namun seketika kesadaran menghampiri Addam, ia mendorong tubuh Alega untuk menjauh darinya dengan kasar, lelaki dengan tatapan tajam itu mengusap bibirnya serya berdecih pelan.

"Sorry refleks," ucap Alega polos.

"Anjing, mahluk neraka mesum!" Addam menarik kerah belakang Alega, membawa lelaki itu ke lapangan depan untuk mendapat hukuman karena telah terlambat dan memanjat pagar.

Lain dengan Alega yang diseret hanya terkekeh pelan, tidak ada niat memberontak sedikitpun dari lelaki itu. Ada yang aneh, sepertinya Alega sedang memikirkan cara agar bisa mencicipi bibir manis itu lagi. Alega belum puas merasakan kecupan manis dari bibir Si Ketua Osis yang kejam ini.

Tapi kenapa dia merasa terlalu familiar dengan rasa manis dari bibir Addam? Seperti bukan pertama kali bagi mereka berciuman.  


TBC!

Pembaca lama pasti sudah tau alurnya, tapi gapapa. Bakal lebih banyak plot yang baru dan susah di tebak sekarang. Enjoy!

Ketos vs Ketua Geng | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang