BAB 2

8.5K 503 35
                                    

Memendam perasaan memang tidak selalu menyenangkan. Tapi itu jauh lebih baik. Dia tidak harus merasa terbeban oleh perasaanmu. Karena tidak semua kebenaran harus diungkapkan, dan tidak semua kebohongan terasa salah.

🐰

Pria itu menutup pintu mobilnya. Dia baru saja balik dari makan siang dengan klien bisnis. Tangannya mendorong pintu putar kaca, berlanjut menuju lift yang akan membawanya ke ruangannya. Beberapa karyawan yang berada di dalam seketika bersikap hormat dan menyapanya. Tapi dia hanya membalas seadanya.

Namanya Alex Pratama. Dia adalah CEO di perusahaan besar ini, yang bergerak di sektor makanan dan minuman. Walau usianya masih 28 tahun, tapi kemampuannya untuk memimpin, memecahkan solusi serta menciptakan inovasi baru buat perusahaan agar tetap kuat di tengah persaingan bisnis yang ketat, tidak bisa dipandang sebelah mata.

Tentu saja, dulu dia juga memulai jabatannya dari bawah. Sebelum akhirnya dia berada di posisi sekarang. Dan semua itu tidak mudah baginya.

Alex lalu sedikit melonggarkan dasinya ketika keluar dari lift. Meja sekertarisnya sedang kosong. Dia tidak heran karena ini masih jam istirahat. Setibanya Alex di ruangannya, perhatiannya langsung tertuju pada wanita asing yang bersandar di meja kerjanya sembari menggenakan jas miliknya.

Jas itu memang ditinggalkan Alex di kursi. Tapi sekarang...

"Maaf, anda siapa?" tanya Alex dingin.

Wanita itu sengaja menjatuhkan jas Alex ke lantai, menjilat bibirnya sekilas lalu mengigit bibirnya. Dan itu membuat Alex bisa melihat penampilan wanita itu sepenuhnya. Dress merah minim dan bertali tipis. Bahkan belahan dada wanita itu nyaris terlihat.

Sialan! Apa wanita ini sedang menggodanya?!

Rahang Alex mengetat. Biar bagaimana pun dia adalah pria yang normal. Apalagi sekarang wanita itu berjalan gemulai ke arahnya. Menempelkan tubuhnya kepada Alex dan menyentuh leher Alex dengan jemarinya yang berkuku panjang—berwarna merah.

"Bukannya kamu memerlukanku?" goda wanita itu dengan suara mendayu, dan Alex hanya menyorot tak terbaca. "Kita bisa melakukannya di sini. Kamu dan aku, lalu—" Kalimat wanita itu tidak selesai. Dia terkesiap karena Alex menarik kasar tangannya dan menjatuhkannya di sofa, sementara lelaki itu berada di atas mengurungnya.

"Sialan, siapa Bosmu?"

Wanita itu tertawa. "Aku tidak bisa memberitahumu."

Tentu, Alex akan mengikuti permainan ini. Dia ikut tertawa kemudian. "Kalau begitu biarkan aku menebaknya. Apa dia bernama David?"

Mata wanita itu mengerjap sedetik, sementara Alex menelengkan kepala ke samping sembari tersenyum. "Apa dia yang menyuruhmu kemari?"

Lagi, wanita itu tertawa. "Apa maksudmu?"

"Kalau begitu, aku akan mengganti pertanyaanku."

Pipi wanita itu seketika merona dan dia tak berkutik ketika Alex menundukkan kepala untuk berbisik di telinganya. "Berapa dia membayarmu?" Kemudian menjauhkan kepalanya, Alex tersenyum lagi tapi matanya berkilat marah, membuat wanita itu meneguk ludah gugup.

"Cukup katakan saja padaku, Nona..."

"Namaku Angel..." ucap wanita itu terbata-bata.

"Aku tidak peduli dengan namamu. Yang sekarang aku butuhkan adalah keberadaan Bos sialanmu."

*

"Pagi yang luar biasa untuk sahabat terbaikku yang kian hari bertambah tua," ucap Jessica sembari meletakkan cappucino float pesanan Emi di meja. Emi terkikik menatap tulisan di gelas plastik itu yang sama dengan ucapan Jessica. Dia sama sekali tidak tersinggung akan candaan Jessica.

Accidental MarriageWhere stories live. Discover now