10 | UNCONSCIOUS PANG

9.9K 2K 247
                                    

"Surprise, surprise ...." Rafael muncul di depan pintu dengan membawa banyak makanan dari restoran franchise dekat kompleks Didi. Harumnya mengepul di udara.

"Malam ini nonton Matilda, ya?" Walau nadanya memohon, wajah Didi tetap datar. Rafael menaikkan sebelah alis.

"Bulan lalu kita udah nonton Matilda. Sekarang, waktunya nonton Star Wars."

"Malam ini aku pengen nonton Matilda lagi." Didi menyingkir dari ambang pintu agar Rafael bisa lewat. Ia tak menyerah membujuk lelaki itu. Bujukannya berujung tatapan aneh.

"Something's happened. Iya, 'kan?" tanya Rafael curiga.

Didi mengedikkan sebelah bahu seraya menutup pintu. Ini malam film mereka, ia tak akan merusaknya dengan sesi curhat panjang lebar tentang perjodohan keluarga. Jika Didi menceritakan detail masalahnya, Rafael hanya akan sok ngide untuk melamarnya besok, minta dinikahkan cepat-cepat.

Rafael melepas sepatunya untuk diganti sandal rumah yang sengaja ia simpan di rumah Didi. Lelaki itu memimpin jalan menuju ruang tamu, di mana TV layar besar dan karpet lembut sudah menunggu mereka. Seperti berada di rumah sendiri, Rafael mengambil kaset film blu-ray tahun 90-an yang amat disukai Didi dari kabinet samping TV. Film itu merupakan adaptasi dari buku anak populer karya penulis Inggris, Roald Dahl. Didi menyukainya sejak kecil, dan tak berhenti sampai dewasa. Gara-gara Didi juga, Rafael jadi hafal setiap dialog di film Matilda.

"Kenapa kamu suka Matilda?" Begitu film dimulai, Rafael pergi ke dapur untuk cuci tangan. Didi sudah menyiapkan semua peralatan makan untuk mereka berdua.

"Karena seru."

"Yang seru itu Star Wars. Matilda cuma cerita anak-anak. Serunya cuma gara-gara dia bisa nerbangin barang-barang pake kekuatan kinetiknya."

"Lucu juga."

Rafael memutar bola mata. Ia tak akan membantah kalau film itu ada lucunya sedikit. Ia sering tertawa bersama Didi setiap kali adegan Nyonya Trunchbull muncul. Baiklah, Rafael akui film Matilda menyenangkan.

"Kira-kira Zee pernah nonton film ini nggak, ya?" Rafael bertanya-tanya sendiri, mendadak teringat bocah sebelah rumah Didi. Ia mendudukkan dirinya di lantai, bersebelahan dengan cewek itu. Pundak mereka saling bersentuhan dengan punggung bersandar di sisi depan sofa.

"Mungkin dia bakal suka. Matilda likeable. Nggak peduli penontonnya usia berapa." Didi tersenyum kala membayangkan Zevanya tertawa saat menonton film anak-anak kesukaannya.

"Minta kentang!"

Didi mengambil wadah kentang goreng dan mengambil beberapa potong untuk diberikan kepada Rafael. Lelaki itu memosisikan kepalanya agak rendah agar bisa disuapi Didi.

"So ...," ujarnya sambil mengunyah. "Terjadi sesuatu di rumah?"

Didi tak menoleh saat menyeruput soda dari gelas.

"Tau dari mana?"

Rafael memerhatikan wajah Didi lebih dekat. Kedua matanya memicing seperti sedang membaca ekspresi.

"Keliatan, kali."

Jika cewek lain yang dipandangi begitu oleh Rafael, jantung mereka mungkin akan berjingkat-jingkat tak keruan. Ini Didi. Ia sudah kebal pesona Rafael selama bertahun-tahun. Justru Rafael yang malah jatuh cinta kepadanya.

"Setelah Arya nikah, aku nyusul," sahut Didi datar. Tatapannya fokus pada film. Bibirnya tersenyum sedikit jika muncul adegan yang menurutnya lucu. Di lain pihak, Rafael berhenti mengunyah. Ia menegakkan punggungnya sambil memandang Didi dengan dahi berkerut dalam.

Smitten [Published by Karos]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang