6 | OVERSLEPT

10.1K 2.3K 529
                                    

ULAR piton sebesar Darren akan membutuhkan tempat yang lebih besar daripada sekadar sebuah kotak kontainer plastik. Didi biasanya menggunakan bath-tubnya sendiri untuk memandikan Darren.

"Apa ular bisa berenang?"

Itu pertanyaan pertama Zevanya sejak dirinya sudah tak merasa ngeri lagi pada ular piton hitam kebiruan yang dikeluarkan Didi dari dalam terarium.

"Hampir semua ular bisa." Didi celingukan mencari-cari sesuatu. "Tolong taruh batu itu ke dalam bath-tub." Ia menunjuk sebuah batu hitam yang teronggok di samping kabinet bawah wastafel.

"Ini buat apa?" Wajah Zevanya agak kemerahan saat ia memindahkan batu berat ke dalam bath-tub tanpa membantingnya.

"Buat Darren pegangan."

Dengan ular piton melilit lengannya, Didi mengatur suhu air yang keluar dari keran. Selagi menunggu bath-tub terisi, ia mengambil cairan antiseptik, sabun cuci piring, dan juga termometer air. Cewek itu mematikan keran air saat bath-tubnya hanya terisi seperempat saja, bahkan mungkin kurang. Ia memeriksa suhu dengan termometer dan mengangguk puas saat suhunya berada di angka yang ia mau.

"Apa harus 28.3° Celcius buat mandiin Darren?" Zevanya sempat melihat suhu air dalam bath-tub.

"Antara 26 sampai 29. Kalo kedinginan, Darren bisa lesu. Kalo kepanasan, otaknya jadi kacau dan Darren bisa mati. Mereka nggak terlalu suka mandi."

"Terus kenapa sekarang Darren mandi?"

Zevanya berdiri di belakang Didi, sengaja menjaga jarak karena masih takut kalau tiba-tiba Darren menerkamnya. Didi meletakkan Darren ke dalam air dengan amat hati-hati. Si Ular Piton bergerak gelisah begitu tubuhnya menyentuh air yang tidak biasanya sebanyak ini. Padahal, kedalaman air tak sampai sejengkal tangan orang dewasa.

"Kenapa nggak direndam? Kan, biar cepet bersihnya."

Zevanya memutuskan duduk saja di toilet karena perutnya terasa tidak nyaman.

"Buat ngasih dia waktu beradaptasi dalam air. Sepuluh menitan, baru abis itu airnya dikasih antiseptik dan sisiknya dibersihkan pake sabun."

"Itu sabun yang dipake Bu Imah cuci piring. Emangnya sisik Darren kayak cucian?"

"Kandungan sabunnya yang paling friendly buat ular," jawab Didi singkat.

"Kalo dimandiin, Darren jadi wangi gitu?"

Didi memejamkan kedua mata. Pertanyaan Zevanya seakan-akan tak ada habisnya. Namun, ini risiko menerimanya di rumah. Zevanya terbiasa home-schooling. Di New York, Zevanya terbiasa bertanya apa pun yang ingin ia tahu kepada para mentornya. Saat ini, seperti sekarang, Zevanya merasa seperti sedang melalui home-schooling pelajaran reptil.

"Darren mandi supaya nggak ada kutu yang hinggap di sisiknya. Sisiknya juga jadi lebih bersih dan dia jadi terhindar dari penyakit kulit." Didi ingin menganugerahkan piala penghargaan untuk dirinya sendiri atas kesabaran yang ia miliki.

"Terus kenapa antiseptiknya nggak dimasukin langsung ke dalam air?" Tatapan Zevanya tak pernah lepas dari Darren yang sedang melilitkan tubuhnya pada batu di tengah-tengah bath-tub. "Kenapa Darren perlu batu buat pegangan?"

"Kalo batunya diambil, Darren bakal ngerasa gelisah karena nggak ada pegangan buat ngambang. Sama kayak kamu nggak punya tempat berpijak di dalam air padahal kamu nggak bisa berenang." Untuk membuat Darren lebih tenang, Didi mengusap kepalanya. Lidah bercabang Darren mendesis kepadanya, bukan dalam sikap defensif, melainkan karena keakraban. "Ular punya kecenderungan minum setiap kali dia masuk ke dalam air untuk pertama kali. Kalo antiseptiknya langsung dimasukkin, nanti Darren minum air yang ada kandungan antiseptiknya. Jangankan ular, manusia aja bisa keracunan kalo minum antiseptik."

Smitten [Published by Karos]Kde žijí příběhy. Začni objevovat