Chapter 6 : Menyambung Ikatan

7 2 0
                                    

Orang yang kuat jika ceroboh akhirnya akan jatuh juga. Oleh karena itu pentingnya berpikir dua kali sebelum bertindak. Namun perasaan dapat merubahnya. Terkadang, perasaan lah yang menggeraki raga kita secara spontan dan kita tidak menyadari apa yang telah kita lakukan. Mungkin karena didasari kemauan yang kuat kita dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak bisa kita lakukan.

Sudah lama kami berada di rumah sakit, Fujiyama belum juga sadar sepenuhnya. Meskipun matanya terbuka, mungkin ia masih dalam kondisi tertidur. Tiap menit, yang kulihat hanyalah Fujiyama dan arlojiku. Karena ku harap, kami setidaknya dapat melihat Fujiyama siuman sebelum batas waktu jenguknya habis. Jika sudah melewati, bisa-bisa kami diusir oleh petugas yang berjaga. Ya mau bagaimana lagi sih, peraturan tetaplah peraturan.

Setelah lama berharap, Aku lihat tangan Fujiyama sudah mulai bergerak, namun sepertinya sekarang ia belum bisa bicara banyak. Tetapi ayahku yang tidak sabaran langsung menghujaninya dengan banyak permintaan maaf. Entah itu baik atau buruk, karena Fujiyama baru saja siuman dan langsung dibuat bingung olehnya. Dan juga Jessica terlihat senang. Senyuman mulai terukir di wajahnya yang manis. Aku juga lega

"Karena sudah siuman, ayo kita pulang." ajak ayahku. "Oh iya Jessica terimakasih ya sudah menemani Fujiyama sampai ke rumah sakit, kalau mau biar kami antarkan ke rumahmu," lanjutnya

"Oke om saya ikut ya," jawab Jessica.

Tak terasa kami sudah hampir 3 jam berada di rumah sakit. Menunggu itu memang melelahkan ya. Di luar juga sudah panas sekali. Untung saja ayahku parkir di parkiran tertutup, jika tidak mungkin Aku akan mati kepanasan. Yah Aku begini karena jarang panas-panasan tahu.

"Ngomong-ngomong Jess, hubunganmu dengan Fujiyama itu sebenarnya seperti apa?"

"Anu, cuma teman kok,"

"Seriusan hanya sebatas teman? Tetapi sikapmu itu tidak menunjukkan seperti teman, mungkin lebih seperti pa-"

"Ti.. tidak, bukan begitu," Jessica malu-malu kucing. Sudah terbukti kalau sebenarnya Jessica memendam perasaannya. Sudahlah lebih baik Aku mengiyakan saja. Aku tidak berhak mencampuri hubungan mereka hahaha.

"Ummm gitu ya, oke-oke," jawabku.

Karena kami sudah sampai di asramaku, Aku turun duluan. Sebelum turun, Aku sempat membisikkan sesuatu kepada Jessica. Dia tersenyum namun senyumannya berubah menjadi cemberut seiring berjalannya kalimat yang kukatakan.

"Kak! Bagaimana kabarnya adikmu itu?" Baru saja kubuka daun pintu asrama, sudah disambut oleh pertanyaan Emiri.

"Dia sudah siuman, tidak usah khawatir," jawabku.

"Syukurlah,"

Sudah jam makan siang ya, tumben sepi. Tidak ada seorang pun di tiap sudut ruangan. Lalu, dimana Rii? Seharusnya ia sudah masak untuk makan siang. Tidak mungkin ia telat, karena sudah kami beritahu detailnya kemarin.

Karena bingung dengan kesunyian ini, Aku tanya saja Emiri yang sekarang masih berada di hadapanku.

"Pada kemana yang lainnya?"

"Sebenarnya setelah kamu pergi, terjadi sesuatu"

"Sesuatu?"

"Saat itu aku sedang mandi, tetapi aku mendengar keributan dari luar. Setelah selesai mandi, aku langsung bertanya ke Kak Shiori. Katanya, Rii dan Karuizawa sedang meributi sesuatu. Lalu emosi Karuizawa memuncak, ia menampar Rii dengar keras. Setelah itu Karuizawa langsung pergi ke kamarnya dan Rii pergi keluar. Aku tidak tahu apa yang mereka perdebatkan, tetapi Karuizawa ini sangat keras kepala. Akhirnya aku disuruh untuk menunggumu Kak, yang lainnya mungkin sedang sibuk mencari Rii,"

Mendengar penjelasan panjang Emiri, kepalaku langsung cenat-cenut. Meskipun bukan masalah pribadiku, tetap saja mereka adalah 'keluarga' kami. Tidak seharusnya mereka berkelahi. Dan yang terpenting, ternyata yang Aku lihat malam itu bukanlah sebuah halusinasi. Saat itu mata Rii terlihat sangat putus asa, dan mungkin... menyesal? Ternyata mereka berdua benar-benar memiliki masalah.

Aku akan mencarinya juga, mungkin ini akan memakan waktu yang banyak karena kota ini luas. Karena belum terlalu lama, mungkin saja ia belum pergi jauh. Namun ia adalah orang baru disini, dan mungkin ia belum terlalu mengenali kota ini. Semoga saja ia tidak tersesat.

Saat Aku keluar, kulihat Tetsuo sudah pulang. Sepertinya ia sudah kelelahan, tidak heran sih. Sebelum Aku pergi, Tetsuo memberikanku sesuatu.

"Hmmm sebuah foto? Eh eh tunggu ini kan foto..." Aku terkejut dengan apa yang ia berikan.

"Diamlah! Emiri mungkin dapat mendengarmu," bisik Tetsuo.

Aku mengangguk. Dengan begini, akan menjadi mudah.

2 jam berlalu, Aku masih kuat berjalan.

4 jam berlalu, ayolah meskipun belum makan, Aku tidak selemah ini. Meskipun waktu sudah lama berlalu, nyatanya Aku hanya berkeliling, tidak berjalan lurus, jadi Aku tidak perlu khawatir karena jalan pulang akan lebih cepat.

Aku akan mampir dulu ke minimarket terdekat untuk membeli roti, minum dan pergi istirahat sebentar. Selesai membayar, Aku sempat menanyai penjaga kasir.

"Hmmm mbak, apa anda melihat dia baru-baru ini?" Tanyaku sambil menunjukkan foto Rii. Jangan tanya darimana kudapatkan fotonya. Ini semua ulah Tetsuo secara diam-diam. Waktu itu Aku sempat memergokinya sedang memfoto Seira. Katanya sih jangan sampai disebarkan karena ia akan menjadikannya surprise di buku tahunan. Tetapi kuakui, angle nya sangatlah sempurna.

"Ohhh dia. Tadi dia sempat kesini dan baru saja pergi,"

"Benarkah, kira-kira sudah berapa lama?"

"Dari sekarang.. mungkin tidak sampai 10 menit,"

Jadi... Aku telat ya, tetapi masih belum terlambat untuk mencarinya. Jika Aku berlari, mungkin saja Aku dapat menyusulnya sesegera mungkin.

Ah benar! Di asrama, ia belum memasak. Itu berarti jika ia baru saja ke minimarket, kemungkinan besar ia akan membeli makanan dan seharusnya sekarang ia berada di suatu tempat untuk makan dan beristirahat. Ayolah berpikir, berpikir.

Taman! Ya, taman! Intuisi ku juga berkata begitu. Aku langsung melaju ke taman. Taman itu berbentuk persegi. Di tiap sudutnya terdapat kursi kayu di bawah pohon untuk bersantai. Mungkin saja sekarang ia sedang makan disitu. Aku mulai mengecek satu per satu sudut, namun hasilnya... nihil.
Apakah perkiraanku salah? Memang ini hanya sekedar perkiraan sih, jadi tidak salah kalau hasilnya berbeda seperti yang diperkirakan. Tetapi hal ini membuat semangatku menurun.
Apa sebaiknya Aku hubungi polisi saja bahwa ada seorang anak yang hilang?
Tidak tidak, ini belum larut malam. Aku harus mencarinya sekali lagi.

"Apa yang kau lakukan disini? sebentar lagi taman akan tutup lho," Tiba-tiba seseorang memanggilku dari belakang. Rupanya suara itu berasal dari petugas kebersihan.

"Begini pak, apa bapak pernah lihat anak ini?" Tanyaku dengan penuh harap, karena hanya ini kesempatan terakhirku untuk mencarinya. Sebentar lagi malam akan tiba, mungkin akan sulit mencarinya seorang diri.

"Ohhh maksudmu gadis yang berada di air mancur itu? Tadi aku memberitahunya untuk segera pulang, namun ia tetap menolak,"

"Air mancur?"

"Iya coba lihat disebelah sana," si petugas kebersihan menunjukkan jarinya ke arah air mancur tersebut.
Aku berterimakasih dan segera meluncur kesana.

Dari jauh dapat kulihat gadis itu sedang duduk sambil memberikan serpihan roti kepada burung-burung yang menghampirinya. Aku tidak yakin apakah gadis itu benar-benar Rii karena dia memakai topi boater dan ditutupi oleh bayang-bayang sehingga terlihat samar. Aku jadi tidak dapat mengenalinya dengan jelas. Sebaiknya Aku hampiri saja, kalau misalnya salah orang, itu urusan belakangan.

"Ummm, Hai?" Sapaku singkat.



Shōrai nani ga hoshīdesu ka?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang