Chapter 3 : Perjuangan

15 1 0
                                    

[Anak itu lagi...]

Beberapa saat setelah balasan singkat itu, statusnya berubah lagi menjadi [sedang mengetik]. Apasih yang membuat ayahku tidak suka dengan dia? Hanya karena Aku bagus dalam akademik, kenapa dia selalu dipandang sebelah mata?

[Begini Akira, hanya
kamu dari keluarga kita
yang memiliki potensi
untuk menggantikan ayah
sebagai pemilik perusahaan.
Sedangkan Fujiyama, kau
bisa lihat sendiri
kelakuannya seperti apa.
Tidak mungkin dia dapat
bertanggung jawab untuk
mengurus perusahaan besar
ini]

Memang benar. Adikku, Fujiyama memiliki kelakuan yang sedikit– tidak, lumayan buruk. Di sekolahnya, ia bahkan selalu diperhatikan oleh para guru. Bukan sebagai anak teladan, melainkan pembuat onar. Hal itu menyebabkan keluarga kami dipandang buruk. Karena itu, ayahku selalu memperlakukannya dengan kasar. Akhirnya Fujiyama mengurung dirinya selama beberapa saat. Kemudian Aku memutuskan untuk pindah ke sekolah yang memiliki asrama untuk membatasi kontak dengan ayahku. Dengan itu, ayahku akan lebih leluasa mengurus Fujiyama. Mungkin ini bisa menjadi langkah awal untuk menjadikannya ahli waris keluarga kami.

[Itu hanya spekulasi ayah saja,
Fujiyama tidak seburuk itu.
Dia harus diarahkan supaya
menjadi pribadi yang lebih
baik kedepannya. Dan ayah
tidak perlu memperlakukannya
dengan kasar. Hal itu hanya
akan memperkeruh keadaan.
Lagipula aku juga sudah
memilih jalanku sendiri]

Akhirnya tersampaikan juga apa yang ingin kukatakan selama ini dan berharap agar ayahku melunak kepada Fujiyama. Setelah beberapa lama, kontaknya saat ini sudah tidak aktif. Mungkin sekarang ayahku sedang mempertimbangkannya dengan matang. Itu adalah keputusan yang sangat sulit.

Aku termenung. Jam sudah menunjukkan pukul 8. Hampir tiba saatnya dimana Sora dan Seira bertanding memperebutkan juara 1.

Aku keluar kamar. Kulihat Tetsuo sedang menutup pintu kamarnya. Sepertinya dia baru saja bangun tidur. Dapat dilihat raut wajah Tetsuo masih kusam dan berantakan, rambutnya juga menyerupai sarang burung.

"Yo Akira, kenapa wajahmu terlihat lesu? Apa ada yang salah?"
Tanyanya sambil membenarkan posisi kacamatanya.

"Eh, tidak ada apa-apa kok. Sebaiknya periksa wajahmu sendiri," lagi-lagi Aku membuat kebohongan. Tetapi ini lebih baik daripada orang lain tahu masalah yang kualami.

"Hahahah iyaya, aku baru bangun tidur. Setelah ini aku akan cuci muka lalu sarapan? Apa kau mau sarapan juga?"

"Ah tidak, aku sudah makan daritadi,"

"Oke, aku duluan ya,"

Tiba-tiba kudengar seseorang sedang berlari di lantai atas. Ia seperti sedang meneriakkan sesuatu. Lantas Aku yang sedang berada dibawah kaget.

"Huaaaa! Aku telat! Aku telat!"
Ia mulai memperlihatkan wujudnya saat sampai di perlikuan tangga. Oh rupanya Seira. Kenapa dia teriak seolah-olah dia telat?

"Hoi Seira, telat apanya?" Tanyaku heran.

"Maaf aku telat, harusnya sekarang kita sudah berangkat!" Dia memasang ekspresi orang yang sedang panik.

"Perlombaan kan dimulai jam 11 dan rencananya kita berangkat jam 9, kenapa kau terburu-buru? Sekarang masih jam 8," jelasku kepadanya.

Seira terdiam. Ia mencoba untuk mengingat kembali.

"Loh, apa jam ku mati? Pantas saja jarumnya tidak bergerak,"

Shōrai nani ga hoshīdesu ka?Where stories live. Discover now