Chapter 4 : Pertemuan

12 2 0
                                    

Setelah jarak kami hanya sekitar 1 meter, Aku sangat tegang. Oh ya, untung saja saat diperjalanan tadi Aku sudah memikirkan cara untuk basa-basi.

"Hai. Ma.. maaf membuatmu menunggu,"

"Tidak apa, maaf merepotkan,"

"Ohh ya, dimana kepala sekolah?"

"Beliau baru saja pergi karena beliau harus mengurus berkas-berkasku. Ngomong-ngomong perkenalkan, aku Rii Yukimori. Panggil saja Rii,"

"Ahh ya, aku Akira, Akira Saito. Senang bertemu denganmu Rii,"

"Aku juga,"

"Baik, ayo masuk,"

Aku membantu Rii membawa barang-barang yang dibawanya. Langkah demi langkah, kami mulai memasuki asrama. Aku letakkan barang Rii di kamar barunya. Kamar Rii berada di lantai 2 dan bersebelahan dengan Karuizawa. Aku harap sesuatu yang buruk tidak menimpanya. 

"Rii, aku keluar dulu ya, kalau butuh sesuatu bilang aja ke aku. Aku ada di meja makan,"

"Baik, terimakasih,"

Aku menuruni tangga dan berjalan menuju meja makan. Situasi ini.. benar-benar canggung. Aku terus memikirkan cara untuk mengatasi kecanggungan ini. 

Duh Aku terlelap. Kulihat jam  sepertinya sudah hampir satu jam berlalu. Dengan mata yang masih terkantuk-kantuk, di depanku berdiri seorang murid yang baru saja pindah tadi, Rii, sedang mencari-cari sesuatu di rak.

"Ma.. maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan rasa bersalah

"Tidak kok,"

"Umm, apa kamu tahu piringnya dimana?"

"Oh itu ada di rak bawah, tepatnya rak yang disebelah kanan wastafel,"

"Ah ya, ada, makasih. Apa kau mau makan juga? Kebetulan Aku buat 2 porsi,"

"Boleh boleh,"

"Ini dia, selamat makan,"

"Wah kelihatannya enak, selamat makan,"

"Mmmm memang benar ini enak. Apa kamu dulu pernah ikut club masak Rii?"

"Ah tidak, hanya saja dulu aku sempat kerja sampingan dan ditempatkan dibagian dapur. Dari situ aku belajar banyak,"

Aku memulai pembicaraan. Namun apakah Aku harus menanyainya mengapa ia pindah kesini? Pertanyaan ini memang terkesan sedikit lancang. Tetapi jika tidak segera ditanyai, pertanyaan tersebut terus menghantuiku. Huftt, sudah kuputuskan untuk menanyainya.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu pindah Rii?"

"..."

Dia terdiam. Oh tidak, mungkinkah Aku menyinggungnya?

"Rii?" panggilku lagi.

"Ah maaf. Sekarang, bisnis keluargaku sedang berada di ambang kebangkrutan. Keluargaku sampai meminta pinjaman dari perusahaan lain agar bisnis keluargaku bangkit kembali. Jika tidak pindah kesini, keluargaku tidak akan mampu memenuhi kebutuhan di sekolahku yang dulu. Aku dengar sekolah ini sepenuhnya dibiayai pemerintah, jadi kuputuskan untuk mengikuti ujian masuk dan ternyata aku lolos," katanya dengan raut wajah sedih, yang tak lama kemudian kembali tersenyum, meskipun air mata keluar tetes demi tetes. Bagaimana tidak senang, ia baru saja lolos seleksi. 

"Pilihanmu itu sudah tepat kok Rii, dan tentang keluargamu, itu tidak usah dikhawatirkan. Aku yakin mereka percaya kepadamu," hiburku.

"Hmm benarkah? Kalau begitu, akan kulakukan yang terbaik," katanya dengan semangat.

Shōrai nani ga hoshīdesu ka?Où les histoires vivent. Découvrez maintenant