PART-15

5 4 0
                                    

Suasana malam yang terasa sunyi dan menenangkan, dengan langit yang dihiasi bulan dan puluhan bintang menambahkan kesan yang indah.

Saat ini Nala tengah duduk menghadap luar, jendela kamarnya ia buka agar bisa melihat indahnya langit malam ini. Nala tersenyum melihat, sesaat ia mendapatkan ketenangan.

Sera membuka pintu kamar putrinya, ia dapat melihat Nala yang sedang duduk membelakanginya. Sera tersenyum menutup pintu kamar putrinya dan menghampiri Nala.

"Kamu belum tidur sayang?" tanya Sera seraya menyentuh pundak Nala.

Refleks Nala langsung membalikkan badannya setelah itu ia tersenyum dan menggenggam tangan Ibunya.

"Sebelum tidur Nala mau menikmati keindahan langit dimalam hari dulu, biar Nala bisa tidur nyenyak dan mimpi indah," jawab Nala kembali menatap langit malam.

Sera tersenyum dengan jawaban yang diberikan oleh anaknya. Sera masih berdiri dibelakang Nala tangannya masih digenggam oleh Nala.

"Indahkan Bu langitnya," ujar Nala dan menengok kearah Ibunya.

"Iya indah seperti kamu," ucap Sera dan menyentuh pipi Nala.

"Bu Nala mau tanya sama Ibu," ucap Nala dan berdiri dari duduknya.

"Mau tanya apa?" Sera duduk ditepi kasur diikuti oleh Nala yang juga duduk sebelahnya.

"Kenapa Nala nggak cantik seperti Ibu," ucap Nala menatap Ibunya.

"Kamu itu cantik Nala. Kamu adalah putri Ibu yang paling cantik," Sera menangkup wajah anaknya.

"Cuma Ibu yang bilang aku cantik, trus kata Bang Ino aku ini seperti anak temuan," Nala mengerucutkan bibirnya.

"Suatu saat kamu juga bisa cantik, asal kamu usaha dan jangan lupa pake skincare, jangan dengerin ucapan Abang kamu itu. Kamu itu lahir dari rahim Ibu dan pada saat Ibu ngelahirin kamu disitu ada Abang kamu kok, dia itu hanya bercanda," ucap Sera.

"Bu Nala sempet liat poto Ibu pas masih muda, disitu Ibu cantik banget. Pasti banyak yang ngejar-ngejar Ibu ya," tanya Nala mengingat saat ia melihat album foto Ibunya saat masih muda dan memang Ibunya sangat cantik.

"Tentu. Saat Ibu masih muda banyak lelaki yang mau sama Ibu," jawabnya.

"Kalo begitu Ibu ceritain masa muda Ibu. Nala mau tau," ucap Nala.

Nala naik keatas kasur dan menjadikan paha Ibunya sebagai bantal. Sera tersenyum dan mengelus rambut Nala.

"Dulu setiap hari weekend Ibu selalu diajak jalan-jalan sama temen Ibu, Ibu diajak pergi ke pantai atau tak jarang juga Ibu sama temen-temen pergi jalan-jalan keliling kota sambil naik motor," ucap Sera mulai menceritakan masa mudanya dulu. Nala hanya diam mendengarkan cerita dari Ibunya.

"Setiap jalan-jalan Ibu nggak pernah ngeluarin uang buat sekedar beli minum, temen pria Ibu banyak yang traktir Ibu."

"Enak banget ya Bu jadi orang cantik," ucap Nala.

"Kata siapa? Jadi orang cantik juga ada resikonya."

"Emang iya?"

"Iya, dulu Ibu setiap pulang kerja banyak pria yang godain Ibu dan Ibu ngerasa risih tak jarang juga mereka mau berbuat yang nggak wajar."

"Trus Ibu diapa-apain sama mereka?"

"Untungnya enggak karena pada saat itu ada temen Ibu yang nolongin," jawab Sera mengingat saat dulu ia hampir dilecehkan.

"Yang nolongin Ibu itu Ayah?" tanya Nala.

"Bukan, saat itu Ibu malah belum bertemu sama Ayah kamu," jawab Sera.

"Trus pertemuan Ibu sama Ayah dimana?" Nala sungguh penasaran akan hal ini.

"Di saat Ibu dalam keadaan sedih dan sakit," jawab Sera tersenyum.

"Maksudnya Bu?"

"Saat itu Ibu baru pulang dari rumah sakit sehabis Ibu periksa dan ternyata Ibu mengidap penyakit asma. Dan saat itu Ibu sedih walaupun penyakit Ibu itu bukan seperti penyakit yang mematikan seperti kanker tapi itu sudah cukup membuat Ibu sedih."

"Jadi penyakit Ibu itu udah ada sebelum Ibu nikah sama Ayah dong," ucap Nala menatap Ibunya.

"Iya betul dan pada saat itu juga Ibu ketemu sama Ayah kamu. Ayah kamu itu orang yang sangat baik dia selalu bisa menghibur Ibu, Ibu bersyukur bisa ketemu sama Ayah kamu."

"Tapi Bu Ayah nggak sayang sama Nala. Ayah selalu nuduh Nala atas apa yang bukan salah Nala, Ayah juga selalu bilang aku ini anak yang sangat merepotkan. Padahal Nala selalu lakuin apa yang Ayah suruh," ucap Nala tatapannya berubah menjadi sendu.

"Ayah itu sayang sama kamu Nala. Kalaupun Ayah nggak sayang kamu pasti dia udah nggak mau ngurusin kamu, kamu itu anak Ibu dan Ayah jadi nggak mungkin Ayah nggak sayang kamu," ucap Sera sambil mengelus rambut Nala.

Nala hanya diam, apa yang Ibunya katakan memang ada benarnya juga. Ayahnya masih mau memberinya makan dan uang jajan.

"Sekarang Ibu tanya sama kamu. Apa pernah Ayahmu memukulmu dan menamparmu? Apa pernah?" tanya Sera.

"Nggak. Ayah nggak pernah main fisik sama Nala," ungkap Nala. Memang benar seperti itu.

"Jadi kamu mau masih bilang kalau Ayah nggak sayang sama kamu?"

Nala menggelengkan kepalanya, apa yang Ibunya katakan sangat benar. Ayahnya itu sayang dengannya hanya saja penyampaiannya saja yang berbeda.

"Yasudah sekarang sudah malam kamu tidur ya," ucap Sera.

Nala mengubah posisi menjadi duduk dan ia mengangguk.

"Tidur yang nyenyak dan mimpi indah, kan udah liat langit malam yang indah, dan jangan lupa berdoa," Sera mengecup kening putrinya dengan penuh sayang.

"Ibu juga," ucap Nala dan mencium pipi Sera.

Sera berjalan menuju pintu kamar dan ia mematikan lampu kamar putrinya.

*****
"Ibu baju Nala nggak kering, masih rada basah," ucap Nala memberitau Ibunya bahwa seragam sekolahnya tak kering.

"Yaudah kalo gitu nggak usah dipake," ucap Sera.

"Trus Nala pake baju apa?" tanyanya bingung.

"Lagian ini juga salah kamu sendiri kemarin pulang hujan-hujanan. Dan sekarang lihatlah akibatnya," timpal Ahmad.

Mereka saat ini sedang berada dimeja makan, menunggu makanan yang Sera masak selesai. Sera hanya membuat nasi goreng dan telur ceplok.

"Makanya kalo punya otak tuh digunain. Berpikir sebelum bertindak," ujar Levino yang baru saja datang.

"Sudah kalian berdua ini malah berbicara yang tidak penting," ucap Sera menatap Levino dan suaminya.

"Ini jugakan salah dia sendiri Bu," ucap Levino.

Sementara Riko dia hanya diam menyimak obrolan para petua dirumah ini.

"Kamu pakai seragam olahraga saja, pasti guru kamu akan mengerti,"  saran Sera yang langsung mendapatkan anggukkan dari Nala.

Setelah beberapa menit masakan yang dimasak Sera sudah matang dan terjejer rapi dimeja makan.

Nala datang dengan pakaian olahraganya dan bergabung untuk sarapan dengan keluarganya.

"Makannya Mba Lala kalau tau lagi musim hujan tuh pake payung biar seragamnya nggak basah," ucap Riko menasihati Kakaknya.

"Tuh liat adek kamu yang masih SD aja ngerti, kamu yang udah SMA malah bersikap seperti anak kecil," ujar Ahmad.

Nala hanya tersenyum menanggapi ucapan dari sang Ayah.

                            √TBC√

Maaf yaa kalo part ini kurang bagus dan maaf juga kalo ada typo. Pencet tombol bintang dan komen jangan  lupa juga buat ajak temen kalian baca cerita ini.

Makasih.......

See you next part💓

PANTAS KAH?Where stories live. Discover now