4. tanpa pengawasan ayah bunda

70 16 0
                                    

"Kalau main tuh harus tau waktu. Pikirin orang-orang yang nungguin lo dirumah, nggak bisa tidur dan takut lo kenapa-napa. Setidaknya kabarin biar orang rumah tenang."

__

Satya mendengus kesal saat gerbang rumah sudah dikunci. Tidak ada satupun orang rumah yang membalas pesan dan panggilannya. Udah teriak, tapi malah di lempar sandal jepit sama tetangga.

"Berisik. Saya mau tidur. "

Enggak ada adab, batin pemuda itu. Tapi mana berani bilang langsung. Yang ada di depannya ini pria gendut yang punya kumis tebal dan katanya sih mantan preman pasar, pernah dipenjara juga karena rumornya sih sempet nusuk orang. Agak serem.

Eh nggak, SEREM BANGET!  Satya langsung bernapas lega begitu pria itu kembali masuk ke dalam rumah.

Gimana ya.., namanya lagi dimabok cinta. Satya khilaf ngajak main sampe jam dua belas malem begini. Untungnya orang tua Arin bukan tipe strict parents atau punya bapak serem. Bisa-bisa, Satya dipasung dan balik cuma tinggal nama.

Tenang, halal kok. Cuma night ride sambil mampir makan pop mie di depan indo maret. Sederhana dan berkesan. Sebenernya yang bikin lama tuh karena Arin ketiduran selama satu jam. Satya mana berani bangunin, kasihan soalnya. Jadi yang dia lakukan cuma bertopang dagu sembari memandang wajah polos calon 'kekasih. '

Ngomong-ngomong soal confess, Satya nolak. Tau kenapa? Katanya, biar Satya aja yang nembak. Kapan? Tunggu tanggal jadian yang pas. Alasan aja sebenernya, Satya cuma bingung cara nembaknya gimana. Padahal simpel loh.
Tinggal jawab aja confess nya Arin dan mereka pacaran, lalu hidup bahagia selamanya—happy ever after seperti kisah di dongeng kerajaan.

Tapi masih kaku sih. Sok tsundere di depan Arin dan jarang ngomong. Sok ganteeeng banget, berasa dinginnya kaya mas Aldebaran Al Fahri.

"Sejak kapan gue ngebolehin lo balik pagi begini?" Mahesa keluar dengan memasang wajah datar, "nggak usah balik aja sekalian!"

Satya nyengir, "maaf, bang. Bukain dong. "

"Ngapain aja sama cewek?"

"Jalan-jalan doang. Gue mana berani sih ngapa-ngapain, kan enggak boleh."

"Kalau main tuh harus tau waktu. Pikirin orang-orang yang nungguin lo dirumah, nggak bisa tidur dan takut lo kenapa-napa. Setidaknya kabarin biar orang rumah tenang. "

"Iya.., maaf. "

Mahesa mendengus, kemudian mengulurkan tangannya.

"Kasih gue duit. "

"KOK?! Kan lo yang dikasih duit lebih banyak sama bunda. "

"Gue dimarahin karena lo belum balik. Sakit nih telinga diceramahin selama satu jam sama ayah.
"

"Habis duitnya buat beliin Arin bunga. "

"Paling juga lo ngambil kembang di deket kuburan. "

Satya mencebikkan bibirnya, "NIH!" Katanya kesal sembari menyodorkan uang lima puluh ribu ke Mahesa.

Mahesa tertawa puas, kemudian membukakan gerbangnya. Buru-buru Satya masuk dan langsung merebahkan dirinya dikasur. Bisa dipastikan, hari ini bakalan bisa mimpi indah dan tidur nyenyak.

Sedangkan sang anak pertama cuma bisa menggeleng kecil. Setelah selesai mengunci pintu gerbang, Mahesa berjalan kembali ke kamarnya. Memasukkan uang lima puluh ribu itu ke dalam celengan. Celengan berbentuk Thomas, suatu tokoh kartun yang merupakan kereta api yang bisa berbicara dan berwarna biru tua. Bukan seperti celengan ayam yang dipecah langsung rusak, tetapi terdapat gembok disana sehingga mudah buat membongkar isinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 11, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Tentang Rasa | EnhypenWhere stories live. Discover now