3. minder

65 13 0
                                    

"Minder tuh wajar. Tapi ya jangan bikin lo mundur dan berhenti ngelakuin sesuatu gitu aja. "

——

"Aku enggak mau ngaji lagi dirumah pak Ustadz. Masa diketawain sama yang lain sih cuma karena salah baca. " Juan mengomel sembari meremas-remas peci yang berada pada genggaman tangannya.

Cowok itu trauma karena diketawain sama temen-temen satu komplek. Hanya karena salah baca ayat Al-Quran dan sempat beberapa kali enggak mengerti sama apa yang dijelaskan oleh pak Ustadz. Padahal, harusnya itu jadi hal yang wajar. Terlebih Sean emang baru mulai belajar.

Jelas aja, ini suatu kemajuan pesat bagi Juan. Selama ini hidupnya cuma buat main game dan lalai sama perintah Tuhan. Tapi lama-kelamaan, Juan mulai mengerti. Dia udah bukan anak kecil lagi. Harus bisa berguna baik di dunia dan akhirat.

Asik, kece abis.

"Kebiasaan orang-orang di sini, deh. Kalau ada yang baru belajar ngaji dan salah selalu aja diketawain. Kalau misal ada yang mulai rajin sholat di masjid, dikatain tumben. Kalau ada yang enggak hapal satu surah, dikatain ih masa gitu aja enggak hapal. " Sean mendengus, ikut kesal.

Ricky mengangguk, "itu tuh yang bikin males. Padahal udah semangat loh, eh mereka malah bikin kita jadi nggak percaya diri. "

Sean mengambil kerikil kecil dijalan, kemudian melemparkan ke sembarang arah. Jelas enggak terima waktu saudaranya diginiin.

"Gitu aja enggak bisa, padahal udah gede loh. "

"Kalah tuh sama anak kecil. "

"Emang nggak diajarin orang tua kamu? Oh iya, bunda kamu kan dulu ngurus anak banyak jadi susah kalau gitu, ya. Aku mah dari kecil diajarin sama abi dan umi aku. "

Kalimat terakhir itu jelas bikin Sean emosi. Mereka boleh kok ngetawain dan menghina, tapi jangan sampai bawa-bawa bunda. Beneran menyinggung hati. Sean pengen ngelawan, tapi jelas kalah jumlah. Dia juga masih waras buat enggak berantem di Masjid.

"Tapi ya udah, deh. Kita tetep harus ngaji. Jangan didengerin kata-kata mereka. Kalau kata abang Mahesa, ini adalah jalan untuk kita naik ke satu tingkat yang lebih atas. " Ricky menambahi, sontak membuat Juan dan Sean berseru heboh.

"Iii Ricky udah gede!" Sean mengacak rambut Ricky dengan gemas, "lucunya adek akuuu. "

"Aaaa jangan gitu! Aku enggak lucu!" Ricky berlari menjauh, sontak membuat Sean dan Juan tertawa puas.

Ricky hampir saja menabrak Reyhan begitu membuka pintu. Reyhan mengernyit dengan berkedip polos, "kenapa lari-lari?"

"Nggak papa. " Ricky nyengir.

"Mana kakak-kakak kamu?"

"Tuh!" Ricky menunjuk Sean dan Juan yang baru saja datang. Wajah mereka tercetak sebal, sengaja soalnya. Biar abang-abang mereka tanya, terus bakalan dijajanin makanan enak biar enggak bete lagi.

"Kalian kenapa?" Tanya Reyhan.

"Tadi Juan diketawain karena salah baca. Terus masa ada yang ngatain kalau kita enggak diajarin ngaji sama bunda, " balas Juan mengadu.

Reyhan mengangguk, "ooh."

"OH DOANG?!" Sean memprotes.

"Iya, apalagi?" Reyhan pura-pura tak mengerti, "oh iya, jangan bilang Satya kalau kalian diketawain anak-anak komplek. Soalnya nanti biasanya Satya datengin mereka satu-satu. "

"Ya bagus lah! Biar mereka enggak berani ngetawain kita lagi, " sahut Ricky dengan wajah lucu.

Reyhan tertawa, "tapi nanti dikatain pengecut. Cowok harus berani lawan sendiri, jangan minta bantuan abang-abangnya."

Tentang Rasa | EnhypenWhere stories live. Discover now