28. Died?

3 6 2
                                    

"Inii Inii apaaa yang terjadii." Jerit tangis Anisya yang baru saja sampai di rumah sakit karna kabar sahabat nya itu.

Anisya merasakan sakit yang luar biasa saat mendengar kabar sahabat nya itu masuk rumah sakit dan dinyatakan koma. Padahal baru beberapa waktu yang lalu Anisya masih melihat sahabatnya itu berbicarau.

Di sana juga sudah ada Vino yang juga menangis karena kabar adik kesayangannya itu, Zahra mamanya Aurel dan Vino juga menangis tanpa henti, di samping Zahra juga terdapat Leo yang berusaha memberikan istrinya itu ketenangan walaupun terlihat jelas Leo juga mengalami kesedihan luar biasa.

Dito?

Ya Dito juga disana, mendengar kabar adik sahabatnya sekaligus kekasihnya itu Dito dan Anisya langsung kerumah sakit.

Disana Dito juga terlihat menahan air matanya. Berusaha menguatkan sahabatnya Vino, walaupun dirinya sudah mati-matian mempertahankan air itu jatuh.

Hanya beberapa menit Dito mampu menahan air matanya. Satu tetes air mata itu akhirnya lolos, namun Dito segera menghapusnya. Dito berusaha terlihat baik-baik saja agar bisa menguatkan sahabatnya itu.

"Aurelll. Pliisss lo bertahan." Jeritan itu kembali muncul.

"Aurelll, pliiss apaapun akan gue lakuin. Lo harus bertahan."

Dari balik pintu kaca itu Anisya sangat melihat jelas sahabat nya terbaring dengan banyak selang terpasang di tubuhnya.

"Aureellll." Tak henti-hentinya Anisya menangis.

Karna melihat adik nya sudah berantakan karna menangis dan juga kebisingan yang terjadi, Dito langsung mengajak adiknya sedikit menjauh dari sana, guna agar Anisya sedikit lebih tenang.

Karna melihat Dito memegang pundaknya. Anisya langsung memeluk kakaknya itu.

"Kakkk, hikkss.. hikss kakkk Aurel kakk." Dengan tersedu-sedu Anisya menangis di pelukan kakaknya itu.

Tak tau harus berucap apa untuk menenangkan adiknya Dito mengusap-usap punggung Anisya agar sedikit lebih tenang dan setelah melihat Anisya lebih tenang dari sebelumnya, Dito mengajak Anisya pergi.

Di tengah perjalanan Anisya berpapasan dengan Monika yang terlihat begitu panik.

"Eehh syaaa, bener Aurel disinikan." Tanya Monika tidak sabaran.

Karna tak kunjung mendapat jawaban, Monika dengan panik bertanya pada Dito.

"Kak gimana keadaan Aurel?. Bener Aurel disinikan."

"Ya. Lihat aja." Ucap Dito dingin.

Karna telah mendapat jawaban, Monika berlari menghampiri ruangan Aurel. Baru Monika ingin bertanya apakah boleh masuak atau tidak.

Tapi Vino dengan dingin mencegah Monika masuk.

"Ngk blh msk!."

Suara dingin itu membuat Monika membeku di tempat. Jantungnya berpacu sangat cepat dan rasanya Monika tak sanggup berdiri.

Karna ucapan Vino yang sangat dingin, Monika tak tahu harus kemana dan bagaimana, dia tak bergerak sedikit pun dari tempat nya semula.

Monika sangat takut jika dia bergerak selangkah atau berucap sedikit saja akan menimbulkan amarah Vino.

Suasana dilorong rumah sakit ini sangat sunyi. Bahkan kedua orang tua Aurel tak ada yang berniat berbasa-basi atau sekedar mempersilahkan Monika untuk duduk, semua hanya memikirkan Aurel.

"Sial!." Ucap Monika dalam hatinya.

"Ngapain gue kesini!, Gue mau masuk supaya Aurel bisa langsung mati!."

"Kalau gini caranya akan sangat susah!."

Mau tak mau, Monika hanya berdiri menunggu siapa saja yang datang agar memecahkan keheningan disini.

****

2 hari berlalu Aurel tak juga pulih dari komanya sejak kejadian itu.

2 hari itu pula Anisya menjalankan hari-hari nya tanpa sahabat nya.

2 hari itu pula Aurel tak mengikuti ujian kenaikan kelas.

Dann 2 hari itu pula Monika mulai memasuki kehidupan Anisya.

Sekarang Anisya Maupun Monika sedang berada di rumah sakit tempat Aurel di rawat. Memang Anisya selalu bolak balik kerumah sakit untuk memastikan keadaan sahabatnya itu.

"Rell lo harus bertahan." Tak terhitung sudah keberapa puluhan kali Anisya menguatkan sahabatnya dengan kata-kata itu.

"Guee nggak apa-apa lo ngembek ke gue, tapi pliis jangan gini." Lagi-lagi Anisya menetes air matanya.

Mata yang sudah sembab karna terus terusan menangis.

"Rell gue kangen lo, buka mata lo!!."

"Syaa udah, disini masih ada gue!, Lo jangan gini terus. Teman lo nggak cuma Aurel gue masih teman lo." Ucap Monika berusaha menenangkan Anisya.

Anisya tak memperdulikan ucapan Monika, memang ini bukan salah Monika. Tapi kata-kata itu tak seharusnya Monika ucapkan. Anisya masih tetap sama, menggenggam tangan Aurel. Terus-terus an menguatkan sahabatnya itu agar tetap bertahan.

Tiba-tiba tangisan Anisya yang tak begitu keras dalam waktu sekejap tangisan itu berubah menjadi jeritan dan teriakan.

Ketika bedside monitor yang berada di samping Aurel mengeluarkan garis lurus dan bunyi yang seorang pun tak mau mendengarkan nya. Ketika Anisya berteriak Vino dan Dito yang berada di luar ruangan langsung berlari ke ruangan tempat adik nya di rawat.

Sedangkan Monika? Dia tak sedikit pun berusaha memanggil dokter, wajah palsu itu juga ikutan terlihat panik.

"Ini yang gue tunggu-tunggu, goodbye Aurelia Salsa Leoza." Ucap Monika tanpa suara senyum kemenangan itu kembali menghiasi wajah polosnya.

Tanpa pikir panjang Dito langsung memencet tombol nurse call berulang kali. Setelah itu dokter dan beberapa suster langsung memasuki ruangan Aurel.

"Silahkan tunggu di luar, kami akan berusaha semaksimal mungkin." Ucap salah satu suster mempersilakan Dito, Anisya, Vino, dan Monika keluar.

Vino meraih tangan kekasihnya berusaha menguatkan Anisya sambil melangkah keluar ruangan, walaupun Vino juga sudah menangis. Dia tak bisa membayangkan hidupnya tanpa Adiknya itu. begitu juga Dito menggenggam satu tangan Anisya lainnya agar adiknya merasa tenang.

Monika? Dia tak penting.

Setelah mereka keluar, Tatapan mereka tertuju kearah Leo dan Zahra yang hendak menghampiri mereka, Leo dan Zahra memang pulang sebentar untuk mengambil barang-barang yang di rasa perlu.

Raut wajah Vino memucat, Vino tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Zahra ataupun Leo.

Zahra langsung panik ketika melihat wajah Anisya, Dito dan Vino yang sudah di banjiri air mata.

"Ada apa dengan Aurel?." Tanya Zahra panik dan tanpa sadar Zahra juga meneteskan air matanya.

Niat Zahra ingin memasuki ruangan Aurel. Langkah Zahra terhenti ketika Vino langsung memeluk ibunya itu.

"Maa, kita harus kuat demi Aurel, kita berdoa aja supaya Aurel bisa diselamatkan." Vino berucap dengan suara seraknya, air mata Vino tanpa henti masih mengalir di wajah cowok itu.

Semua yang ada di sana menangis, Hanya Monika yang mengeluarkan air mata palsunya, Yap Monika hanya pura-pura menangis. Dibalik tangisan nya ada bibir yang sesekali tersenyum kemenangan.

Tak beberapa lama kemudian Dokter keluar dari ruangan Aurel.

Mohon maaf Kondisi pasien....

____

Okeee jangan lupa tinggalkan jejak🐾





















Vote And comment nyaa😗😂

The Distance Friendship [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora