[xiv] The Plan

Começar do início
                                    

"With Lawrence brothers?" Delbert.

"Nope" Amber menjawab, masih sibuk dengan urusannya.

"Why?"

"Karena-mereka tidak akan pernah tiba di London." Ia menjawab begitu enteng tanpa beban.

Delbert refleks berdiri, menghampiri istirnya yang masih kelihatan tenang tenang saja dengan wajah dinginnya.

"Jangan bercanda. I won't let you kill them, and I will destroy your plans" Ia menggertak istirnya dengan penekanan pada kalimatnya.

Amber tertawa remeh seolah tak ada bentuk rasa takut di dalam dirinya, ia berdiri dan mendekatkan wajahnya pada wajah Delbert.

"Silakan, hancurkan rencanaku, kamu pikir aku bodoh? of course I have a backup plan, plans b, c, d, e-dan seterusnya hingga z," Amber mendorong pundak suaminya dengan kasar sehingga yang di dorong mundur beberapa langkah. Sorot matanya tajam penuh amarah serta dendam ketika pergi meninggalkan ruangan.

Amber sudah memberitahu hal ini pada Lawrence, meski butuh waktu lama untuk memikirkan jawabannya, akhirnya pria itu setuju, dia akan kembali ke London membawa dua putranya.

Kaki jenjang amber melangkah menuju kamar Jansen, untuk menemui putra tunggalnya. Jansen sedang tidak ada di rumah, jadi dia bisa dengan bebas membicarakan ini pada anaknya.

ceklek-

Amber tersenyum kecil ketika mendapati Marcell sedang membaca buku buku pelajaran milik Jansen, meski dia tidak terlalu mengerti─marcell bukan anak yang mudah menyerah untuk sesuatu. Itu yang amber sukai dari anaknya.

"Marcell" Amber memanggil.

"-tolong jangan menggangguku, aku ingin membaca ini"

"Marcell tolong hadap sini, mama mau bicara"

Laki laki itu langsung menutup bukunya dan beralih pada ibunya, menghadap pada wanita itu sesuai yang di perintahkan. Amber tersenyum, anaknya yang begitu penurut-tidak akan pernah menolak perintahnya.

Amber menggenggam kedua tangan anaknya yang halus dan bertanya, "Marcell anak yang penurut, kan? tidak akan menolak permintaan mama, kan?"

"...."

"Kamu bisa melihat gedung gedung pencakar langit milik sepupumu?"

"Yang di London itu?" Marcell bertanya dengan wajah lugu.

"exactly, in Jakarta too.."

"yes, so what?" Marcell masih tidak paham dengan kemana arah pembicaraan ibunya.

"Kamu tau? saat pamanmu sudah tidak bisa memegang kendali perusahaan besarnya, sepupu mu lah yang memegang kendali, mereka tidak perlu susah susah mencari pekerjaan, karena pekerjaan itu sendiri yang akan datang pada mereka, dan kamu tau? perusahaan itu sebenarnya milik ayahmu, kamu lah seharusnya yang ada di posisi sepupumu" Amber berusaha menghasut anaknya sendiri untuk mempermudah rencana yang sudah ia rancang selama bertahun tahun.

"-It's okay, aku akan belajar dengan keras untuk mendapatkan masa depan yang cerah. Itu kan udah takdir mereka, kenapa mama enggak suka?"

Amber menghela napas, semakin erat menggenggam tangan putranya dan semakin serius tatapannya.

"Jika sepupumu itu tidak lahir terlebih dahulu, semua yang mereka punya adalah milik kita! tidakkah kamu iri dengan kehidupan sepupumu yang begitu mewah dan serba bisa, jika mereka-darren dan Jansen tidak ada-hidup kita tidak akan seperti ini. Mereka lah penyebab semuanya. Mereka lah penyebab kamu menerima perlakuan tidak baik dari teman temanmu, penyebab kamu harus selalu berusaha keras untuk mendapatkan sesuatu, sedangkan mereka? Ya, Darren memang agak berbeda, tapi lihatlah Jansen yang hanya duduk manis saja sudah bisa mendapatkan apa yang dia mau, tidakkah kamu mengerti?!"

"-mama nggak suka? harusnya mama bangga sama Marcell, karena Marcell selalu berusaha keras untuk mendapatkan sesuatu yang Marcell mau.."

"Tapi usahamu tidak pernah terbayar! pernahkah sekali saja kamu mendapatkannya? mendapatkan apa yang selama ini Jansen terima tanpa melakukan apa apa? huh? pernahkah??!"

Marcell diam, yang di ucapkan ibunya ada benarnya. Sesuatu yang selalu berusaha ia dapatkan dengan usaha keras-Jansen selalu mendapatkannya secara cuma cuma. Ayahnya juga tidak bisa melakukan apa saja dengan uang seperti Lawrence, hanya saja Lawrence lebih kaya dan berkuasa ketimbang Delbert. Namun di samping itu semua dia jelas tau betul bagaimana kehidupan sepupunya yang hancur.

Tinggal dalam satu rumah sejak kecil-membuatnya sangat dekat dengan sepupu sepupunya layaknya saudara kandung. Walau hanya keluarga Jansen yang bermasalah di antara tiga brown bersaudara.

Jansen memang memiliki kehidupan yang lebih dari cukup, selalu mendapatkan semuanya dari kakak maupun ayahnya. Tapi semua itu tidak pernah membuat anak laki laki itu tersenyum satu inci pun. Jansen memiliki kehidupan yang berantakan, jadi Marcell tidak pantas untuk iri terhadap kehidupan sepupunya yang berantakan sedangkan kehidupan dia sendiri sudah nyaman.

"Jadi mama mau aku ngapain?"

Amber tersenyum lebar, akhirnya jawaban yang ia tunggu keluar dari mulut anaknya.

"Kill them. Kill your cousin."

**


























𝐓𝐨 𝐛𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐢𝐧𝐮𝐞𝐝

─ 𝐓𝐨 𝐛𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐢𝐧𝐮𝐞𝐝 ─

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Brother, mgicboba
1/3/21

BROTHEROnde histórias criam vida. Descubra agora