12th.

641 97 41
                                    

" ... kau tidak mendorongnya?"

"Tidak."

"Sungguh?"

"Astaga. Tampangku memang seantagonis itu, ya, sekarang? Aku cuma melakukan tugas, tahu."

" ... masih ada kemungkinan kau yang menyerang. Brother complexmu itu menyedihkan, Te."

Seokjin terbangun karena gumam percakapan itu. Rasa dingin melingkupi seluruh kepalanya. Saat mata tertarik membuka, perlahan bayang-bayang dua orang menjelas di hadapannya. Yang dengan pasti, salah satu di antara mereka membuatnya tersentak bangun secara tiba-tiba.

"Kau!" serunya menunjuk lalu sekejap menutup mata. "Mau membunuhku, ya?!"

Helaan napas berlalu. "Amatir. Pikirmu semudah itu membunuh orang?"

"Tapi, tadi-"

"Seokjin, tenanglah. Sudah tidak apa-apa sekarang. Kau bisa buka mata." Yoongi meraih lengan, yang secara reflek ditarik lepas.

"Tidak! Dia mau menjadikanku batu! Mengataiku rendah! Juga apa maksudmu aku menjebak kakakmu?! Dasar picik! Jangan mentang-mentang kau anomali jadi bisa seenaknya mengumbar kekuatan! Kau-"

"Kim Seokjin." Yoongi menangkap dua tangannya dengan suara berat tepat di depan wajah. "Kumohon, tenanglah. Tidak perlu panik atau defensif lagi. Biarkan Ninety Nine mengobati trauma kepalamu dengan leluasa. Kalau banyak bergerak, dia jadi tidak fokus. Ayolah."

Seokjin merasakan getaran pelan suara kumur di atas kepalanya. Benar kata Yoongi. Dia harus ... tunggu sebentar.

"Bukalah matamu. Sudah aman. Taehyung tidak ...."

"Bagaimana kau tahu soal Puding? Kenapa kau tetap tenang mengatakan ini semua seolah wajar? Terus, aku di mana sekarang? Bukankah tadi masih di bus?"

Yoongi menghela napas, suara seseorang bergerak dan membuka sesuatu, terdengar.

"Ada camilan tidak?" gumam Taehyung agak jauh.

Seokjin baru buka mulut saat Yoongi menyela.

"Ini di flatmu, Seokjin. Aku akan menjelaskan semua kalau kau lebih tenang. Aku malas mengurusi keributan, asal kau tahu." Genggaman tangannya di kedua pergelangan Seokjin terlepas. "Kalau kau masih mau mengobrol sambil tutup mata, terserahlah. Kau menamai anomali itu Puding? Hm. Memang mirip."

Jemari Seokjin meraba tempatnya duduk. Hidung pun mulai sadar dengan aroma vanila yang khas karena dia sengaja tetap menggunakan seprai yang ditidurinya kemarin ... bersama Namjoon. Perlahan, matanya pun terbuka, dan memang dia sedang di kamar. Yoongi mengangguk dan pergi keluar. Seokjin menyentuh Puding di atas kepalanya dengan hati-hati dan bergumam maaf juga terima kasih.

Karena, kepalanya tidak merasakan apa-apa.

Menyusul ke ruang tamu, Seokjin mendapati Taehyung tengah santai menegak susu pisangnya sambil duduk di atas salah satu bantal kursi jelly bean. Mengabaikan jika posisi itu milik Namjoon, Seokjin lebih konsentrasi ke Yoongi yang duduk bersila di atas karpetnya dengan lengan terlipat ke meja.

"Apa kau mau sesuatu?"

"Nanti saja. Tolong duduklah agar aku dapat lekas menjelaskan titipan kekasihmu dan segera pulang."

"Oke, tapi, tunggu, bagaimana cara kalian masuk? Namjoon tidak kuberitahu kodenya karena dia selalu kubukakan pintu. Jadi ...."

"Uh, itu."

Taehyung mengangkat tangan. "Kudobrak. Rusak sedikit tidak apa-apa dari pada menggeletakkanmu di luar, 'kan?"

Seokjin segera ke pintu keluar. Mesin kunci berkode di sana remuk, tapi pintunya masih bisa menutup. "Astaga, ini pasti mahal. Kau harus ganti rugi."

The Only Drugs That Allow | NJ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang