HOME IS FAR AWAY

33 1 0
                                    

Brak... aku melemparkan setumpuk pekerjaanku ke atas meja kerjaku. Aku tahu, rekan rekan kerjaku mencuri pandang ke arahku, termasuk mencuri dengar ketika bos mengomeliku beberapa menit yang lalu. Aku duduk dengan lesu, beberapa kali mengusap wajah serta mennyugar rambut yang sudah berantakan.

Langit hitam pekat. Gemerlap lampu gedung bertingkat serta sorot lampu kendaraan yang berlalu lalang menjadi latar tempat aku berjalan. Bising suara ban menggilas aspal, sesekali terdengar suara klakson beriringan. Gelak tawa dan denting suara gelas beradu dengan kepulan asap makanan panas di dalam kedai kedai makanan semakin menambah riuh suasana.

Keramaian yang sunyi. Kemewahan yang diperebutkan banyak orang.

Udara dingin berhembus, diantara celah celah mantel panjangku. Dingin yang menusuk. Aroma segar dan dingin juga dapat kurasakan dalam setiap hembusan nafasku. "Sebentar lagi akan hujan" begitu pikirku.

Aku semakin merapatkan mantelku dan membetulkan letak tali tas di bahuku yang terasa melorot, meskipun sebenarnya tali itu tetap berada ditempatnya sejak aku keluar dari ruang kerjaku.

Mungkin bukan tali tas, tetapi beban berat di pundak yang mengendur yang harus dibetulkan letaknya.

Aku memejamkan mataku sejenak, menghela nafas panjang. Lelah sekali.

Ternyata tidak ada yang berubah. Aku masih tetap sendiri. Meskipun aku telah mendapatkannya, semua yang katanya baik untukku, tempat dimana saat ini aku berdiri. Aku tetap saja berdiri diantara ujung jari kakiku. Dan mereka masih berkata aku harus mendapatkan yang lebih tinggi lagi.

Dunia ini aneh, semakin aku berjalan meraihnya semakin ia bertambah tinggi. Seiring dengan langkah kaki aku mendaki. 

Aku sudah sangat kelelahan, tetapi aku tahu aku sama sekali tak bisa berhenti.

Meskipun aku terus terjaga disepanjang malam. Aku juga tahu bahwa tak ada obat yang dapat mengobati kecemasan ini. Karena semuanya akan terus terulang sepanjang hari.

Ketika aku masih sangat kecil, aku selalu diajarkan untuk tidak keluar dari jalur. Sekarang aku tahu apa artinya. Ketika menjadi dewasa, semua hubungan dalam kehidupan ini akan menjadi begitu rumit. Semuanya akan saling berhubungan, tetapi tidak lagi ada rasa manusia didalamnya. Dan apapun yang terjadi aku harus tetap berada disana, dalam jalur yang telah ada.

Aku begitu ketakutan jika hanya menjadi biasa biasa saja. Dan aku juga iri, karena tidak bisa menjadi yang biasa saja.

Aku menengadahkan kepalaku keatas, malam semakin pekat.

"Jika kamu tidak tumbuh dewasa, sakit yang kamu rasakan tidak akan berati apapun" begitu kata mereka. Beban di pundak ku pun semakin terasa.

Aku semakin ketakutan.

Aku terus berlari bersama bersama sekotak impian. Meskipun satu satunya harapanku adalah berlari dan meninggalkannya dibelakang.

Puncak itu masih sangat jauh dan tak terlihat sementara tepat dibelakangku berjejer seluruh harapan, yang berpura pura menyemangati. Padahal dia justru yang selalu mendorongku kebelakang.

Aku menghela nafas panjang. "Semoga aku dapat meletakkan sebuah koma pada deretan huruf dalam hidup" gumam ku.

Aku takut kesepian.

Aku masih menatap langit hitam diatasku.  Pikirku ini sebuah mimpi. Tapi ternyata malam ini sama seperti malam tanpa tidur lainnya.

Aku menatap orang orang dan kendaraan yang terus berlalu lalang. "Apakah mereka juga sama sepertiku?"

Angin malam berhembus semakin dingin menusuk menjawabnya.

Masih adakah tempat untukku?

Aku sendirian ditengah keramaian jalan ini,

Masih adakah tempat untukku?

Apa yang harus kulakukan?

.

.

Ada! Masih ada semacam mimpi untukku juga!

Story.FMWhere stories live. Discover now