BEING LEFT

22 3 0
                                    

Time is weird these days I’ve been living in our break up for several days now When the gentle breeze passes through the window Feels like your breath is reaching me...

Bangku taman Hangang park tepat di tepi sungai han yang masih membeku. Langit hanya tampak semburat pink keunguan tanda matahari sebentar lagi akan menghilang digantikan malam.

Aku memilih duduk di salah satu bangku kosong menghadap sungai yang sebagian masih serupa bongkahan es. Aku seharusnya bertemu dengannya di sini, kala pekerjaan kami telah usai.

Waktu terasa aneh akhir akhir ini, begitu ia pergi. Aku masih mengingatnya ketika dia berdiri diantara koper koper besar dan teman teman yang berkerumun disekitarnya. Sementara aku hanya dapat menatap dari kejauhan.

"I had to go" ucapnya begitu aku berdiri dihadapannya.

Aku yang baru saja keluar dari gedung kantorku terpaku.

Entah berapa lama ia telah menungguku. Cuaca cukup beku hari itu, terlebih salju lembut mulai turun. Dia mengenakan pakaian yang sangat hangat. Sweeter merk terkenal dan long coat cotoure keluaran terbaru.

Dia mendekat kemudian mendekap erat tubuhku. Aku bisa merasakannya, udara dingin yang menerpanya ketika berjalan, aroma shampoo dan parfum khas miliknya. Kurasakan detak jangungnya memburu, aku merasakan seluruh kegelisahannya.

"say something please" ucapnya lagi.

"I......" Aku berusaha menjawab tetapi tenggorokanku tercekat, yang keluar hanyalah cicitan seperti seekor burung yang tersedak.

Ia kemudian mencium bibirku. Aku semakin merasakan kepedihan, seluruh tubuhku terasa sakit. Aku meneteskan air mata diantara ciuman lembutnya. Ciuman terakhir kami.

Tubuhku melorot dan dengan sigap ia menopangnya.

Aku masih penuh dengan air mata dan mencoba menguasai diri.

"Apakah hari ini?" Tanyaku kebingungan.

"I had to go, LA my home town" jawabnya.

Aku semakin gelagapan.

"Tapi, katamu ...."

"I know, aku dan timku benar benar memutuskan untuk tidak memperbarui kontrak kami. Sebagian dari mereka telah berdiskusi dengan perusahaan baru, dan aku... Keluargaku, menginginkanku untuk kembali"

"Tetapi ini adalah duniamu, disini tempatmu, dan bagaimana bisa kamu meninggalkannya?"

"Aku tahu, sudah empat belas tahun aku disini" jawabnya dengan nada penuh kegetiran.

"Bukankah kamu mendapatkan banyak tawaran di perusahaan lainnya?"

Dia tidak menjawab.

"I know, your dad, your family" jawabku menyerah.

"I'm so sorry" ucapnya menundukkan kepalanya.

Aku memejamkan mata.

"Let's break up" ucapku pada akhirnya.

Dia memelukku lagi erat.

"Aku tidak tahu apakah aku bisa hidup tanpamu" ucapnya setengah terisak. 

Hatiku semakin berat. Apa dia juga tidak tahu jika aku semakin tak bisa hidup tanpanya.

"Apakah kita tidak bisa tetap bersama?" Tanyanya. Pertanyaan yang ganjil karena masing masing dari kita telah mengetahui jawabannya.

Aku terdiam. Kami telah melalui puluhan pertengkaran karena hal ini. Bagaimana mungkin tetap bersama jika tidak tahu kapan kami dapat bertemu lagi. Karena begitu ia pergi, itu artinya dia telah meninggalkan dunia yang membuatnya menjadi seperti saat ini, termasuk dia meninggalkanku.

Tidak ada kepastian apapun tentang kami di masa depan.

"Kita pernah membicarakan ini" jawabku.

"Aku mohon, pasti ada jalan" ucapnya masih memelas.

Aku memalingkan kepalaku memandang kearah jalan raya yang  mulai padat kendaraan.

"Jika memang ada beri aku kepastian" jawabku menuntut.

Dia hanya terdiam.

"Bagaimana jika aku kembali lagi suatu saat nanti? Dapatkah aku mencari mu?" Jawabnya. Kali ini aku yang terdiam.

"Kamu menginginkanku untuk menunggumu, sementara katamu lelah dengan semua ini, dan kau ingin kembali pada kehidupan lamamu? Berapa lama aku harus menunggumu? Satu tahun dua tahun?" Ucapku terisak.

"pergilah, jangan biarkan aku menahanmu disini, jika kamu terlalu lama berada di sini" ucapku melepaskan diri dari dekapannya.

"apa yang harus kulakukan, kamu benar benar merelakanku untuk pergi?"

"Go" jawabku dengan nada tercekat, menahan tangis. "ya aku........ pergilah"

"pesawatku jam 5.27" jawabnya berjalan mundur menjauhiku menuju mobil hitam mewah menunggunya diujung jalan. 

Tubuhku melemas, aku menangis terisak berjongkok di pinggir jalan. Ku lirik jarum arloji di tangan kiri ku. Empat tiga puluh, aku memaksa tubuhku untuk berdiri dan menyeretnya mencari taksi. Mengejarnya ke bandara.

Dia berkata bahwa tidak akan pernah meninggalkanku. Tidak akan pernah melepaskan ku.

Aku menengadahkan kepalaku. Langit malam hitam seperti sedang menatapku dalam dalam seperti matanya.

Aku masih mengingatnya dengan jelas, bagaimana cara ia merawat ku ketika aku sakit selama berhari hari. Atau ketika kami iseng menghitung tanggal pernikahan, sementara ia berpikir tentang akhir dari kami. Aku bodoh karena percaya bahwa kita adalah selamanya.

Kartu kartu serta surat surat darinya, bunga terakhir yang ia kirimkan padaku yang mulai layu. Serta percakapan seru dalam jendela pesan di ponselku. Aku masih menyimpan semuanya.

Ada berapa banyak jejak tentangku yang telah kau temukan  di sana?

Apakah kamu sedang berbahagia atau bersedih saat ini?

Apakah kamu masih menemukan bayanganku?

Perutku menegang, dan dadaku berdebar, kegelisahan.

Aku menutup pintu apartment ketika merasakan angin lembut menyapu tengkukku.

"Mark?" Panggilku.

Yang kudapatkan hanya tirai jendela bergerak lembut diterpa angin malam.

Dan aku masih memanggilnya.

Вы достигли последнюю опубликованную часть.

⏰ Недавно обновлено: Feb 07, 2021 ⏰

Добавте эту историю в библиотеку и получите уведомление, когда следующия часть будет доступна!

Story.FMМесто, где живут истории. Откройте их для себя