Revin mendongak, menatap kearah Teo dan Amora juga beberapa teman mereka. Ia membenarkan tasnya yang hanya ia gendong sebelah, berjalan mendekati Teo dengan muka datar yang masih setia menghiasi penampilan Revin tiap harinya.

"Bro, lo cowo tapi mulut lo kaya cewe gue curiga lo banci," sinis Revin menepuk bahu kanan Teo yang disambut tolehan dari sang pemilik bahu.

"Lo—"

"Jangan berlagak di depan gue, maju selangkah lo tinggal nama aja," Revin mulai mengeluarkan ancamannya membuat Teo yang awalnya hendak melancarkan pukulan hanya bisa terdiam menahan amarahnya.

"Kalian semua denger, terutama lo," tunjuk Revin pada Amora yang menunduk tidak berani menatap Revin, "Aleta dia cewe gue, gue akuin apa yang Leta bilang bener, gue emang nikah sama dia tapi murni karena cinta dan gue gak mau pacaran alesan? gue takut dosa," lanjutnya.

Leta tertegun, apa yang Revin bilang tadi. Jujur Leta senang kalau harus dibully setiap hari asalkan Revin mengatakan hal tadi setiap hari juga. Bagus kan. Senyum tipis terbit disana.

"Kalau gue sampai denger sekata dua kata jelek tentang dia, lo tau sendiri akibatnya,"

Semua terdiam tidak berani berkata-kata, Revin yang terkenal diam dan sangat cuek dengan keadaan tiba-tiba hari ini berubah sedemikian rupa. Rasanya mereka ingin bertanya, apa itu benar Revin ataukah Revan.

"Ayo," ucap Revin berbalik mendorong pelan bahu Leta mengajaknya kembali berjalan.

Leta mengangguk mengusap air mata yang sudah menetes setetes dua tetes. Ia mengulurkan tangan membuat Revin mengernyit tidak mengetahui apa maksud Leta sebenarnya.

"Gandeng,"

Revin menghela nafas, dia pikir apa ternyata hal memalukan seperti ini. Revin hendak menolak namun mengigat apa yang tadi ia katakan pada semua orang nampaknya kurang tepat. Bisa bisa dibilang settingan, ya walau memang settingan.

Ia berdehem, menerima uluran Leta saling menautkan jemarinya dengan Leta. "Ayo," ajak Leta mulai tidak memperdulikan pandangan orang sekitar. Nampaknya ia harus belajar dari Revin yang selalu cuek dan tidak perduli dengan keadaan, tentu agar dirinya tidak lemah dan mudah sakit hati.

"Kak Evin, bukannya kalian ni—"

"Woy! Ngapa nih rame-rame, bubar njing! Lo pikir kisah cinta ade gue tontonan? Gak ngotak! Lo Amora balik juga sono belajar yang bener,"

Revan yang baru saja datang bersama Vano segera memotong perkataan Amora, Revan tau kalau gadis itu cemburu tapi tidak begini juga kan.

"Kak Evan, a - amora itu,"

"Balik cantik, apa mau aa Evan anter?," tanya Revan memasang muka jengkel namun masih halus. Amora menggeleng.

"Nah pinter, lo semua juga balik. Lo Teo! Gue liat lo senggol ade gue abis lo sama gue," tutur Revan penuh ancaman pada pria tinggi berkulit putih itu. Ya Kasteo.

Semua mulai mengundurkan diri, tidak berani menyinggung lagi. Revan, lelaki badung itu selalu saja membuat orang takut bukan karena kekuatan atau kekuasaan tapi karena uang.

"Kaga ngapa-ngapa kan lo Let?," tanya Revan kala tidak ada lagi orang luar disana hanya ia, Revin, Vano dan Aleta.

Leta tersenyum simpul, menggeleng. Melihat respon Leta, Revan mengangguk lega ia pikir Leta akan langsung terkenal sakit mental. Kecil memang otaknya.

"Vin, gue rasa bentar lagi lo bakal dipanggil sama kepala sekolah deh bukan lo aja tapi om Rescha juga,"

Revan, Revin dan Leta menoleh menatap Vano yang baru saja berucap. Benar sekali, bagaimana pihak sekolah bisa diam saja dengan rumor sensitif seperti ini.

Married Dadakan Where stories live. Discover now