S7 - Khitbah

16 2 0
                                    

S7. Khitbah

"Saat aku menerima pinanganmu, berarti kamu siap menanggung maupun menerima keadaanku di masa lalu, masa kini dan masa depan terlepas dari apapun."

-Ayra Shazani Azkayra

Perempuan yang masih mengenakan piyama itu turun ke lantai bawah menuju dapur. "Ada yang bisa Adek bantu, Ma?" tanya Ayra yang berdiri disamping Nita yang sedang memasak makan malam.

"Tumben." Satu kata itulah yang membuat ibu dari dua anak itu menoleh mendapati anak perempuannya di dapur.

Ayra mengerucutkan bibirnya. "Gak boleh?" rajuknya.

Nita tersenyum. "Ya, boleh dong, ini bantu Mama goreng ikan gurame," ujarnya, menunjuk ikan dengan dagunya. "Itung-itung biar bisa masak, biar- gak malu-maluin Mama." Lanjutnya.

Mencebikkan bibir tidak terima dengan perkataan mamanya. "Ish, cuma goreng kecil buat Adek, Mah," gerutunya diikuti gerakan tangan kecil.

Nita terkekeh dengan kepercayaan diri anaknya itu yang tidak pernah masuk ke dapur. "Gak percaya Mama," godanya.

Berbekal menggunakan helm, gadis itu mulai memasukkan ikan ke wajah. "Aw," ringisnya ketika tangannya terkena percikan minyak panas.

Wanita yang dipanggil Mama itu tertawa dengan tingkah anak perempuannya."Tuh, kan, bisa gak?" tanya wanita itu saat terdengar ringisan dari anaknya.

Hibriza tertawa melihat adik satu-satunya itu saat dirinya ke dapur, berhenti di samping adiknya setelah mengambil dan menuang air ke gelas. "Gak sekalian pakai jas hujan sama sarung tangan, Dek, biar gak kena tuh tangan." Ide aneh abangnya disela tawanya.

Ayra tersenyum mendengar saran abangnya. "Bener juga, ya, Bang," jawabnya membenarkan ide aneh abangnya.

Pria yang masih berdiri disamping adiknya itu semakin tertawa kencang. "Astaghfirullah, Dek."

Tidak tahan melihat adiknya, saat kaki memutar langkahya. Ayra mendekati tempat abangnya berdiri lantas mencubit abangnya. "Ish, lucu?" sungutnya.

Masih dengan tawanya. "Iya, banget." Diakhiri anggukan kepala berkali-kali.

Ibu dari dua anak di depannya itu hanya menggeleng dengan tingkah keduanya. Mendekat ke kompor. "Dek, ikannya dibalik!!" pekik Nita.

Seketika itu juga perempuan yang masih berdiri di depan abangnya memutar arah mendekat ke wajan. Membalik ikannya. "Gara-gara Abang, nih!!" sungutnya.

"Iya-iya, sorry." Hibriza seraya menaruh gelas tempat minumnya.

Tangan Hibriza di tepis Ayra. "Dicuci sekalian, Bang!!" tekan Ayra dengan sesekali melihat wajan takut ikannya gosong.

"Gak ..." jeda pria itu dengan tangan menjepit hidung adiknya, "kan Abang punya Adek cantik buat apa?!!

"Abang!!" pekik Ayra. Hanya dijawab abangnya itu dengan deheman.

Nita yang sejak tadi menjadi pengamat keduanya. "Gak ke kampus hari ini, Dek?" tanyanya.

Ayra mengalihkan pandangannya dari wajan menatap mamanya. "Gak, dosennya gak bisa hari ini, Mah."

Beralih ke putra sulungnya. "Abang ke kantor, kan?" Melihat penampilan putranya yang santai masih menggunakan baju rumahan.

Menganggukkan kepala. "Iya, Ma," jawab Hibriza. "Abang ke atas dulu, ya." Lanjutnya. Melangkah menjauhi dapur setelah mencuci gelasnya.

"Eum, Ma ...." Terdengar Ayra akan mengatakan sesuatu kepada Nita, ragu-ragu.

SchicksalNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ