BAB 16 🐾 Fine or Not Fine 🐾

Start from the beginning
                                    

Meskipun terkadang membuatnya bergidik ngeri dengan kelakuan para remaja yang menurutnya kejam itu.

Ketika larut dengan lamunannya, perkataan Taeyong menyentakkannya kembali pada kesadaran.

"Kau tahu, aku pernah mengobrol dengan Renjun sebentar. Sedikit khawatir karena saat itu wajahnya pucat sekali. Aku belum tahu kalau dia sedang sakit. Hanya saja, melihatnya yang tampak kurang bersemangat membuatku cemas. Maka dari itu, aku memintanya menemuiku dan kami pun mengobrol," ujarnya tanpa menoleh. Taeyong tengah memainkan kelopak bunga Lily putih.

Lily putih, bunga itu melambangkan doa untuk kesembuhan. Bunga itu dibawa olehnya sebagai simbol harapan agar mereka cepat pulih.

"Dia mengatakan apa?"

"Tidak terlalu banyak yang dia katakan. Hanya saja aku memintanya untuk selalu bersyukur dan memaafkan dirinya. Karena bagaimanapun, terkadang masalah paling besar yang perlu dihadapi adalah diri sendiri."

Doyoung mengangguk paham. "Begitu ya."

"Taeyong Hyung."

Taeyong dan Doyoung menolehkan kepalanya ketika mendengar ada yang memanggil. Ternyata ada Kun yang berjalan menghampiri keduanya.

"Ada apa, Kun?" tanya Taeyong heran.

"Em, aku ingin keluar sebentar. Katanya di depan gedung rumah sakit sedang tidak kondusif. Manager kami juga sedikit kualahan untuk menanganinya," ujarnya menjelaskan.

"Ya sudah, tolong kau tangani sebentar ya? Aku akan menghubungi perusahaan untuk masalah ini."

"Baik. Aku pergi dulu," pamit Kun.

Setelah itu, Kun segera meninggalkan ruangan tersebut. Taeyong mengalihkan pandangannya pada anggota yang tersisa, bertanya lewat tatapan mata. Namun, mereka menggelengkan kepala tanda tidak tahu. Kemudian pandangan Taeyong teralih kembali pada Doyoung yang juga tengah menatapnya. "Apa kau percaya dengan perkataannya?"

Doyoung mengangguk bahu tak acuh. "Mana aku tahu."

Taeyong berdecak pelan. "Ck, sepertinya bukan untuk melihat kondisi di depan gedung. Melainkan menemui anak-anak itu."

"Mungkin saja."




🐾🐾🐾






"Hei, ini sudah hari ke empat dan kau masih asyik tertidur? Enak sekali pekerjaanmu itu. Apa kau tidak malu dengan orang-orang yang sedang sibuk beraktivitas, sedangkan kau masih merebahkan diri seperti ini, hm?"

Haechan bermonolog sambil menggenggam tangan yang tertancap oleh infus tersebut. Menatap wajah pucat dengan beberapa luka goresan akibat serpihan kaca mobil. Beruntunglah karena dokter mengatakan kalau matanya baik-baik saja. Jika tidak, mungkin akibatnya akan fatal. Meski begitu, tetap saja cedera yang lainnya sangat parah hingga membuatnya koma seperti ini.

Benturan di kepala? Jujur saja, Haechan tidak mau membayangkan akibatnya. Ia tidak siap dengan banyaknya kemungkinan yang akan terjadi. Semuanya terlalu ... mendadak? Tidak tahu.

"Kau tahu, aku tidak akan berhenti mengatakan kalau aku membencimu sampai kau bangun. Memangnya apa yang sedang kau mimpikan hah? Sampai sepulas ini. Jangan lupakan kalau sebentar lagi kita akan menyiapkan sesuatu yang besar. Ayo, cepatlah sadar, Huang malas Renjun."

Tes ...

Satu tetes air matanya jatuh mengenai tangannya yang tengah menggenggam erat tangan Renjun. Haechan mengeraskan rahangnya menahan suara isak tangis sebisa mungkin.

Sedangkan di luar sana, mereka hanya mampu menatap sendu. Jejak air mata tampak jelas di pipi akibat menangis setelah melalukan hal yang sama seperti Haechan.

I'm (not) Fine ✔️Where stories live. Discover now