19. Sedikit Tanda

Start from the beginning
                                    

Leta menoleh, kembali menatap kebelakang beralih dari anak tangga. Ia sedikit terkejut melihat Andraya di rumah. Biasanya mama dan ayah tiri Nino pulang malam, tapi entah mengapa masih sore sudah di rumah sekarang.

Ia tersenyum, "Hai tante, tumben udah pulang," sapa Leta pada wanita berumur empat puluhan tahun itu. Tidak menyangkal lagi kalau Andraya awet muda. Bahkan dirinya terlihat seperti kakak Nino. Entah apakah muka Nino yang boros atau Andraya yang awet muda.

"Iya, papa Nino minta pulang cepet,"

Leta mengangguk paham, berpamitan ingin naik ke lantai atas menyusul Nino yang ternyata sudah mendahului dirinya.

"Enak banget main ninggal-ninggal," Leta berkacak pinggang menantang Nino yang sudah duduk di atas karpet abu-abu di ruangan yang cukup luas ini.

Nino bersikap acuh memberi isyarat pada Leta untuk ikut duduk. Dengan langkah dongkol Leta mendudukkan diri melepas cardigan peach yang sedari tadi ia kenakan.

"Ayo mulai,"

"bentar, gue cerita dulu," Nino menahan tangan Leta yang hendak mulai membuka buku bank soal bersampul merah. Leta tertegun, menatap tangannya lalu beralih menatap Nino yang sedang memasang muka absurd. Leta mengangguk memberi ijin.

"Lo tau Let, ayah kandung gue udah keluar dari penjara,"

Leta terdiam menunggu Nino melanjutkan ceritanya. Ia memang tau kalau Nino bukanlah anak kandung keluarga Sachdev.

"Mama bilang gue harus jenguk dia, tapi lo tau kan Let, gue benci sama pria brengsek kaya dia, apa lelaki kaya gitu cocok jadi papa gue?," Nino tersenyum remeh, menatap asal ke depan.

"Mama lo bener, jenguk dia sesekali gak pa-pa, lagian dulu kan dia masuk penjara jadi gak bisa urusin lo sama tante Andraya," nasihat Leta meraih tangan Nino, ternyata lelaki bisa serapuh ini juga.

Nino terkekeh, "Gue belum cerita ke lo kayanya, disaat itu bajingan itu punya cewe lain, bukan hanya gue tapi dia juga punya anak dari wanita lainnya. Sekarang lo lihat Let papa Bian, walau dia papa tiri gue tapi dia perlakuin gue kaya anak kandung sampai gak mau punya anak sendiri, lo bandingin dah sama tuh orang,"

Nino mulai emosi mengingat masa lalu, beruntung mamanya dan dia dulu bertemu Bian—papa tirinya. Jika tidak sudah menjadi gembel pasti sekarang.

Leta menarik nafas, mengelus punggung tangan Nino. "Gimanapun faktanya dia ayah kandung lo, gak ada yang namanya mantan orang tua. Udah ah pikirin nanti, minggu depan udah ujian pikirin itu dulu biar Om Bian sama tante Andraya bangga punya anak badung kaya lo," tutur Leta dengan nada bercanda menepuk pelan pipi kanan Nino yang nampak yang tersenyum.

Apalagi yang bisa Leta lakukan, orang tuanya saja juga tidak jelas. Lah ini harus menasihati Nino.

"Ayo cikgu Leta," goda Nino mulai memegang bolpoin menatap Leta yang tengah melotot bersiap memukul dirinya dengan buku.

—Married Dadakan—

Leta bersenandung ria menatap ke luar kaca mobil, seperti biasa ia akan pulang bersama taxi online pribadi miliknya, Revin.

Langit sudah mulai gelap, maklum saja sudah pukul setengah tujuh malam. Leta tersenyum, senang melihat langit cerah malam ini.

"Mampir ke toko buku bentar,"

Leta menoleh, menatap Revin yang baru saja berucap masih fokus mengendarai mobilnya. Ia mengangguk, "Mau beli buku apa?," tanya Leta menaikkan kedua alisnya.

Married Dadakan Where stories live. Discover now