"Tidak, biasanya kalian selalu berdua, 'kan?"

"Hei, mereka bukan pasangan jadi wajar saja tidak selalu bersama," tukas Winwin.

"Bukan itu, bodoh." Saeron kembali menatap Dejun setelah menjitak kepala Winwin. "Bukan karena Diva, 'kan?"

Dejun semakin mengerut takpaham. "Apa maksudmu?"

"Rumor tentang gadis itu benar, sepertinya dia menyukaimu setelah putus dengan Jungwoo."

"Jungwoo, siapa?"

"Anak Teknik yang terkenal itu," sahut Yangyang. "Dari mana kau tahu Diva mengincar Dejun?"

"Jelas sekali, bukan? Pada semester ini, dia mengikuti dua mata kuliah peminat yang sama dengan Dejun!"

"Hei, kenapa kalian serasi sekali urusan gosip?" Winwin melempar bungkus roti selai ke arah mereka.

"Sialan!" umpat Saeron. "Tapi aku serius, Jun. Ada satu hal yang lebih meyakinkanku lagi; aku melihatnya menghampiri Kinar di perpustakaan waktu itu."

"Kapan?" tanya Dejun. Ia bahkan sudah tidak bernafsu dengan makanan di depannya karena pikiran seputar Kinar langsung memenuhi kepalanya.

"Aku lupa, tapi aku ingat dan tidak mungkin salah lihat. Mereka bercakap serius."

Dejun menghela napas kasar, kemudian beranjak pergi dari meja itu. Meninggalkan ketiga orang yang kini saling bertatapan dan menyalahkan satu sama lain karena membahas persoalan itu. Langkah tungkainya mengarah pada toilet pria di pojok lobi. Sengaja ia masuk ke situ karena sepi. Ia mencuci tangannya cukup lama karena pikirannya terus melayang pada kejadian semalam.

Masih tercetak jelas dalam ingatannya tentang bagaimana Kinar meracau semalam. Iya, Dejun mendengar racauan itu berulang-ulang. Begitu Saeron menghubunginya, Dejun langsung berhambur ke lobi kosan dan menggendong Kinar menuju kamar di lantai tiga. Ia menjatuhkan gadis itu perlahan di kasur setelah melempar tas di lantai. Memasang kaus kaki di telapak kaki Kinar yang dingin, lantas menutup tubuh gadis itu dengan selimut bulu sebatas leher. Dejun kemudian merapikan rambut gadis itu sesaat.

"Siapa yang menganggapmu beban, bodoh? Kau sungguh tidak peka. Apa perasaan yang kutunjukkan selama ini masih tidak jelas? Kenapa kau justru berpikir demikian?" balas Dejun sebelum menyalakan lampu meja di atas nakas. Cowok itu kemudian keluar kamar setelah mematikan lampu utama. Ia turun, kembali ke kamarnya yang berada di pojok kanan di lantai dua.

•••

Biasanya, Kinar hanya perlu berjalan santai dari kosan menuju kampus karena jaraknya cukup dekat. Kali ini, ia harus berlari sebelum terlambat ujian lagi. Namun, sepertinya harapan untuk tiba di kampus lebih cepat tidak terwujud saat gadis itu tiba-tiba menangkap bayang Hendery yang berdiri tegak di dekat lampu lalu lintas. Cowok itu berdiri tenang di antara orang-orang lainnya seolah menunggu gilirannya berjalan. Kinar refleks menutupi wajahnya dan mengendap-endap agar Hendery tidak menyadari keberadaannya.

Sayang, sepertinya firasat hantu lebih peka dari yang Kinar kira.

"Hei, kau lagi!" sapa Hendery ceria.

Kinar bahkan tak menoleh, ia justru menutup dua telinganya sambil memejam. "Kau kenapa? Masih pusing?"

Lampu hijau menyala, membawa tungkai Kinar berjalan seketika tanpa melirik Hendery sama sekali.

"Kenapa kau diam saja? Halo, spada!" Cowok itu melambaikan tangan di depan wajah Kinar. Membuatnya berhenti dan menghentakkan kaki tidak sabar. Kinar melirik Hendery tajam.

"Nara, kau seharusnya berterima kasih padaku yang menemani perjalanan pulangmu semalam!"

"Apa? Berterima kasih?" Kinar mendengkus takpercaya. "Sudahlah. Aku tidak mau dianggap gila karena berbicara sendiri!"

FINDING YOU | Hendery WayVWhere stories live. Discover now