Sekali lagi

1.3K 125 19
                                    

Sejak sadar dua hari yang lalu, Dewangga memang tak banyak bicara. Saat ini pun demikian. Anak itu hanya berbaring dengan posisi menyamping menghadap jendela kamar rawatnya. Pandangannya kosong, kontras dengan isi kepalanya begitu berisik. Banyak yang ia pikirkan, tetapi sulit dikatakan.

Sampai tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Pemuda itu refleks berbalik dan mendapati Daniel berdiri di ambang pintu.

"Wang," sapa Daniel.

Dewangga memaksakan seulas senyum. Ia tahu Daniel dan Hyena sudah mengetahui semuanya. Sang papi terpaksa membeberkan semua karena tahu Dewangga butuh mereka. Awalnya, Dewangga marah karena papinya dengan sengaja ingkar. Namun, setelah dipikir lagi ... apa yang orang tuanya bilang benar. Dewangga memang butuh teman sekarang.

"Gimana kondisi lo?"

"Baik," sahutnya. "Lo bolos? Kok ada di sini?"

Daniel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya tidak bisa dikatakan bolos. Daniel izin pulang lebih cepat karena lambungnya kembali berulah. Efek telat makan dan pikiran yang semrawut. Namun, dalam perjalanan pulang, karena tidak tenang memikirkan kondisi Dewangga, lelaki itu akhirnya memutuskan untuk mampir.

"Gue cuma izin pulang cepat, kok. Bukan bolos."

"Kenapa?"

"Biasalah, kumat."

"Terus kenapa ke sini?"

"Karena kondisi lo yang bikin asam lambung gue naik, jadi gue harus ke sini buat netralinnya."

"Lo ... enggak belok, 'kan?"

"Enggaklah anjir, gue masih suka on-off kok kalau lihat cewek cantik."

"Hah?"

"Udahlah, bocil enggak usah tahu," katanya sembari mengacak rambut Dewangga. "Lo kapan mulai treatment?"

"Belum tahu. Kalau hasil tesnya bagus, dalam waktu dekat gue udah mulai treatment."

Daniel mengangguk mengerti. "Lo kuat, 'kan? Gue bisa nemenin kapan pun lo butuh. Jadi, jangan nyerah. Ayo berjuang sekali lagi. Sembuh dan ayo jadi saingan gue lagi di sekolah."

"Lo enggak takut? Nanti ngerasa enggak enak lagi, terus makan makanan pedas sampai masuk rumah sakit."

Daniel meringis, kemudian terkekeh. "Mau jawaban jujur apa bohong?"

"Jujurlah."

"Oke. Selama ini gue enggak pernah suka sama ambisi lo, Wang. Bukan takut tersaingi, tapi karena ambisi lo bikin lo babak belur. Lo berhak istirahat kalau capek. Lo juga boleh berhenti kalau ngerasa badan lo udah enggak sanggup. Itu manusiawi menurut gue," terang Daniel. "Kenapa gue bisa ngambil langkah ekstrem kayak kemarin sebenarnya bukan karena kasihan, tapi gue pengin lo berhenti. Berhenti menyiksa diri. Gue tahu, ini, ini, dan ini enggak digerakkan sesuai kehendak lo, tapi karena nyokap lo. Jadi, gue mohon sekali ini aja ... please kasih kesempatan buat tubuh lo istirahat. Sekarang, lo fokus aja buat sehat," lanjutnya setelah menunjuk tangan, kaki, hingga kepala Dewangga bergantian.

Dewangga tercenung. Jujur, ia sedikit terkejut mendengar penuturan Daniel karena pemuda itu tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya.

"Wang, gue, Hyena, sama yang lain pengin lo sembuh. Jadi, lo harus sembuh oke? Kalau sakit banget, bagi sakitnya sama kita."

"Sakit kok dibagi-bagi." Dewangga menyahuti sembari membalik tubuhnya membelakangi Daniel.

"Daripada dosa yang dibagi-bagi?"

"Jawab mulu mentang-mentang peringkat satu."

"Elo juga ngeyel mentang-mentang peringkat dua."

Damian tersenyum kecil mendengar perdebatan Dewangga dan sahabatnya. Sebenarnya sudah cukup lama berdiri di luar, tetapi ia tak langsung masuk karena ada Daniel di dalam sana. Lelaki itu tidak ingin mengganggu. Namun, akhirnya Damian memutuskan untuk masuk karena ada yang harus disampaikan.

Dewangga [JJK]Where stories live. Discover now