16. Malam Minggunya Kita

Start from the beginning
                                    

"putih,"

"Jenis apa?"

"Ngga tau,"

"belinya dimana?"

"ngga tau,"

Revin berdecak sedari keluar dari pet shop hingga sampai didekat mobil Leta terus bertanya pertanyaan yang menurutnya tidaklah penting. Apa Leta pikir dia ini induk si kucing.

Revin mulai tidak menghiraukan pertanyaan Leta, membuka pintu mobil dengan kunci yang ada ditangannya.

"Tunggu," cegah Leta menahan tangan Revin yang hendak membuka pintu mobil. Revin berhenti, menoleh ke belakang mengedikkan dagu memberi isyarat 'kenapa?'.

Leta mengerucutkan bibirnya, ia harus berjuang menaklukkan Revin mulai sekarang. Ia harus memanfaatkan kesempatan ini.

"Ayo jalan, ke pasar malem atau ke Mall. Ini malem minggu loh" pinta Leta mengayun-ayunkan tangan Revin yang hanya diam belum merespon.

Revin menatap lurus sedang berpikir, apa iya harus mengiyakan atau tidak. Revin mengangguk, padahal niat diri menggeleng eh hatinya minta mengangguk.

Leta tersenyum senang hendak memeluk Revin namun berakhir dengan memeluk angin karena Revin menghindar. Revin sudah bernafas lega, akhir-akhir ini Leta mulai terlihat tidak sehat rohani.

"Revin ih! Peluk kek, gue cewe lo loh" adu Leta dengan nada dan muka kesal yang sangat terlihat.

Revin mengernyit, sejak kapan perempuan ini menjadi pacarnya? Seingatnya ia tidak pernah meminang Leta untuk menjadi cewenya.

"Cewe gue? Mimpi" Revin tersenyum remeh, membuka pintu mobil dan segera masuk meninggalkan Leta yang masih melongo di pinggir jalan.

"Anjing lo untung ganteng, coba kalau jurig pasti udah gue bunuh rela gue walau jadi janda kembang," tutur Leta meghentak-hentakkan kakinya kemudian sedikit berlari memasuki mobil karena mesin mobil yang sudah menyala.

"Ya gue cewe lo lah, secara lo udah nikahin gue," Leta meperjelas ketika sudah duduk manis di kursi penumpang. Leta tersenyum puas melihat Revin yang hanya diam menjalankan mobil.

"Diem kan lo, oke mulai malam minggu ini tanggal ini jam ini menit ini detik ini tahun ini kita resmi pacaran, dengan Tuhan sebagai saksinya. Sahh!" Leta tersenyum senang menatap Revin yang terlihat syok namun masih bisa ia tangani sehingga terlihat biasa saja dan datar seperti biasanya.

Revin memijit pelipisnya Leta sangat merepotkan, suka mengambil keputusan sendiri. "jangan gila," lirih Revin melotot sekilas pada Leta yang terlihat mencibir.

"Ngga gila! Orang udah nikah kok, pacaran jadi halal. Lo lihat deh gue cantik? Iya, pinter? Banget, Sabar? Oh jelas. Apalagi alasan lo nolak gue?" tanya Leta lebih ke nada menantang pada lelaki berkemeja disampingnya itu.

Leta akui kalau masalah memasak dan mengurus rumah ia rada minus, tapi yang lainnya ia plus-plus. Revin menghembuskan nafas perlahan, berusaha sabar dan tidak menghiraukan perkataan Leta.

"Mau kemana?" Revin benar-benar tidak tau apa mau Leta yang mengajaknya jalan. Jujur Revin belum pernah jalan dengan perempuan kecuali Mamanya—Vina. Terkadang Revin merasa risih didekati perempuan, lagi pula kebanyakan perempuan mendekatinya juga karena tampang bukan karena sifat dan sikap.

Married Dadakan Where stories live. Discover now