15. Perbincangan sore

Beginne am Anfang
                                    

"Jangan menghina calon doi gue ya lo monyet."

°•°•°•°

Leta bergegas menuju kamar mandi perempuan yang terletak tidak jauh dari kelasnya, setelah bel pulang berbunyi Leta segera keluar kelas untuk mengganti seragamnya dengan pakaian biasa.

"nah cakep," ucap Leta pada dirinya sendiri, kini ia sudah berganti pakaian dengan rok tenis berwarna hitam serta kemeja blaster hitam putih. Leta memang belum meminta izin pada Revin, tetapi ia yakin Revin tidak akan melarang. Lagi pula selama beberapa bulan bersama Revin tidak pernah ikut campur dengan urusannya.

"Leta," merasa dipanggil Leta segera menoleh, ia tersenyum mendapati dua orang bermuka sama dan seorang laki-laki blasteran yang berdiri tidak jauh dari dirinya. Leta melambai, mendekati mereka bertiga yang tidak lain adalah Revan, Revin dan Vano.

"Cakep banget bini orang, mau kemana neng?" tanya Revan melihat penampilan Leta dari atas sampai bawah. Leta tertawa kecil, melihat raut muka Revan saja sudah menjadi moodboster-nya. "Mau main," Leta menjawab apa adanya memangkan dia mau main.

Revan mengangguk paham, mengacungkan dua ibu jarinya dengan senyum mengembang. Leta melirik Revin yang hanya diam menatap lapangan basket yang diisi beberapa orang yang sedang duduk-duduk santai. "Revin," panggil Leta pada Revin yang langsung menoleh, berdehem menunggu kelanjutan ucapan Leta.

"Jadi gini, gue mau main sebentar sama Nino boleh? Ngga sampai malem kok," Leta meminta ijin sambil menunjukkan dua jarinya.

"Sama siapa?" tanya Revin mendapat tolehan dari Revan dan Vano, baru pertama kali Revin ingin tau urusan orang. Mereka pikir Revin hanya akan meng-iyakan tanpa meminta kejelasan lebih.

Disisi lain Leta juga sangat terkejut, biasanya Revin tidak pernah ingin tau urusannya tapi kini lihat dia ingin tau. Leta tersenyum, itu bagus bagi hubungannya dengan Revin kedepannya. Mungkin ini akan menjadi awal kepedulian Revin padanya, semoga saja.

Leta berdehem, menyelipkan rambutnya ke telinga "Sama Nino."
Revin mengangguk kecil sebagai jawaban, sebenarnya ia merasa tidak ikhlas tapi mau bagaimana ia bukan siapa-siapa. Revin juga merasa kalau ia tidak boleh melarang Leta dan terlihat mulai perduli karena ia tidak mau mulai menjalin sesuatu dengan gadis didepannya ini.

Leta ikut mengangguk, tersenyum getir. Bodoh memang kalau ia berpikir Revin akan sedikit cemburu pada dirinya. "Kalau gitu gue duluan ya, babai Revan, kak Vano, Revin juga" pamit Leta melambai berbalik menjauh dari ketiganya

Revin menarik nafas pelan menatap punggung Leta yang sudah mulai tidak terlihat, "Lo biasa aja gitu? Dia jalan sama cowo njir" Vano mendorong pelan bahu Revin yang berdiri disampingnya.

Revan terkekeh, "gengsi banget lo Vin, udahlah mending ikut gue dugem mumpung malem minggu" tawar Revan menepuk punggung Revin sambil menatap Vano yang terlihat menyetujui. Memang mereka berdua patner yang cocok bila urusan menambah dosa.

Revin menggeleng, "Gue ngga ikut," tolak Revin menatap Revan yang terlihat mencibir. "Ya kaga apa lah, tapi jangan aduin Mama, awas lo main ngadu" Revan memperingatkan saudara kembarnya sambil mengacungkan telunjuk.

"Lihat aja nanti," ucap Revin berjalan mendahului Revan dan Vano. Revan berdecak keras, meninjukkan tangannya keudara.

"BIADAB LO JADI ADE," teriak Revan pada Revin yang sudah berjalan menjauh. Revin tersenyum tipis membenarkan tasnya yang ia gendong sebelah.

Married Dadakan Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt