〖18〗díѕєngαgє

Start from the beginning
                                    

Sungguh, saat ini Osamu ingin bicara, mengenai ia dan [Name]. mengenai betapa ia menyukai gadis itu dan teringin menjalin kasih bersamanya. Tapi tak ada yang bisa ia perbuat. Tangannya tergenggam kuat di atas paha, masih dengan balutan hangat dari sang gadis.

Perlahan [Name] menggeleng, tertawa kecil. "Orang-orang banyak yang salah paham karena kelakukan senpaiku ini." Melirik pada Osamu. Tangannya yang tadi membalut tangan Osamu berpindah, mengggenggam tangannya sendiri di atas pangkuannya. "Kami senior dan junior yang sama sama menyukai onigiri, itu saja."

"Iya, karena dia beberapa kali merepotkanku, aku minta balasan." Osamu menjitak kecil kepala [Name].

[Name] memandang kesal. "Ish! Jangan cari gara-gara, ada tamu!" peringat [Name] dengan suara pelan, berbisik pada Osamu.

Hayakawa tersenyum melihatnya, kedekatan antara mereka memang terlihat manis tapi ia bisa mmebaca bahwa mungkin itu hanya cinta sepihak Osamu terhadap [Name]. Tatapan lembut lelaki itu berbeda dengan tatapan yang dulu ia lihat semasa sekolah. Dan tatapan [Name] entah kenapa, terbayang satu kesedihan dan kerinduan tentang seseorang, yang mungkin bisa ia tebak siapa. Kageyama Tobio.

Dia tak perlu bertanya lebih jauh mengenai perasaan [Name]. Mengenai siapa yang ia suka. Mengenai ketertarikan gadis itu untuk menjalin kasih dengan lelaki lain. Ia tak perlu bertanya tentang hal itu. Karena ia sudah tahu jawabannya.

'Dengan begini, maka sudah jelas semuanya.' Hayakawa menghela napas panjang. Kini ia mengerti seberapa dalam ia boleh jatuh pada sang lelaki. Ia pun harus mengerti sebarapa dalam rasa sakit yang akan mengiringinya. Dan ia harus mengerti, bagaimana cara untuk menghadapinya.

🏐


Helaan napasnya terdenga lega, mendengar bahwa kekasihnya baik-baik saja selam dua hari belakangan. Dua hari tanpa kabar. Dua hari menghilang begitu saja. Meski perasannya tak sepenuhnya dimiliki oleh sang gadis, ia mencoba untuk bertanggung jawab dalam hubungan ini.

"Seharusnya kau memberitahuku jika kau pergi mengunjungi orang tuamu, Sachiko-san," ujarnya terdengar lega.

Tawa kecil dari gadis di sebelahnya terdengar manis dan lembut. "Gomen, nee..."

"Aku pikir kau kenapa-napa lagi gara-gara wartawan itu. Kau tidak terluka, kan, tapi?" Kageyama berusaha memperlihatkan kepeduliannya, menatap Sachiko tepat di netra coklatnya.

Anggukan kecil ia terima, masih dengan senyum manis yang sama. "Unn~ Semua baik-baik saja. Eh, sudah jam segini, aku siapkan makan malam dulu, ya..."

Tobio melirik dan melihat lutut Sachiko yang nampak memerah. "Matte--" Tangannya terjulur menahan tangan Hayakawa. "Duduklah." Dengan lembut Tobio mendudukkan Sachiko dan melihat bagian memerah pada lutut gadisnya. "Ini kenapa? Kau terjatuh?"

Semburat merah muncul di pipi Hayakawa. "Aku tidak merasa jatuh. Mungkin saat dikereta lututku menabrak koper orang atau benda lain. Entahlah, aku merasa tida terganggu denggan luka itu..."

"Souka... Tetap harus diobati, sebelum menjadi infeksi."

"Eh, gak perlu. Ini tidak menyakitkan," ujar Hayakawa merasa tak enak hati.

"Sudahlah, supaya lebih cepat sembuh." Tobio bangkit dari jongkoknya dan mengambil kotak P3K yang ada di sebelah televisi. Ia keluarkan benda-benda yang ia butuhkan dan merawat luka pada lutut Hayakawa. Setelah itu tiba-tiba kepalanya tertunduk, mengecup lembut luka Hayakawa.

"E--Eh--Tobio-kun?" Wajahnya memerah, serangan mendadak dari Tobio yang melakukannya dengan santai.

Tobio tertawa kecil ketika ia teringat satu memori. "Jika sudah kucium, akan lebih cepat sembuh." Kepalanya mendongak, menatap Hayakawa. "Dulu [Name] begitu ceroboh, dia bilang kecupanku akan menyembuhkannya lebih cepat. Padahal aku yakin itu tidak mungkin." Tawa kecilnya yang merdu kembali terdengar.

rєcσnvєníng | kαgєчαmα tσвíσWhere stories live. Discover now